Cetak Sawah Baru Sudah Lebih 1 Juta Ha

Indah Megahwati

Cetak sawah baru masih terus dilakukan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), meskipun luasannya tidak terlalu besar. Untuk mencapat target cetak sawah sekitar 12.000 hektare (ha), kerja sama dengan TNI juga dilanjutkan.

Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Kontrak antara Ditjen PSP Kementan dengan TNI dilakukan di Lorin Hotel  Sentul, Bogor,  Jumat (29/3/2019).

Delapan Kepala Dinas Pertanian Provinsi menandatangani MoU dengan Kasdam. Sedangkan 28 Kepala Dinas Kabupaten MoU dengan Danrem/Dandim. Delapan  Kepala Dinas Pertanian Provinsi itu adalah Aceh, Lampung, Kalteng, Kaltara, Sulsel, Sulteng, Sultra dan Papua.

Ikut menyaksikan penandantanganan ini, Dirjen PSP Kementan Sarwo Edhy, Aster Kasad Mayjen TNI Agus Bakti Fadjari, Sekretaris Ditjen PSP Kementan Mulyadi Hendiawan, Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Indah Megahwati, Wakil Aster Kasad dan Para Pati Pamen Denma Mabes AD.

Dirjen PSP Sarwo Edhy menyampaikan, sinergitas Kementan dengan TNI AD telah diwujudkan dalam berbagai kegiatan. Di antaranya pengawalan Luas Tambah Tanam (LTT), Pengawalan Serap Gabah (Sergab) bahkan Penyaluran Pupuk Bersubsidi.

“Khusus untuk kegiatan cetak sawah, dari tahun 2015 sampai dengan 2018, hasil kerja sama dengan TNI berhasil mencetak sawah baru lebih dari 200.000 ha yang tersebar di wilayah indonesia,” ujar Sarwo Edhy.

Apresiasi kepada jajaran TNI disampaikan Dirjen PSP dengan diiringi komitmen untuk terus mengawal sawah-sawah baru agar bermanfaat bagi petani penerima manfaat, terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan.

“MoU dan Kontrak yang telah ditandatangani merupakan dokumen legal sebagai dasar pelaksanaan kegiatan konstruksi cetak sawah 2019,” jelasnya.

Langkah selanjutnya adalah melakukan mobilisasi alat berat seperti ekskavator dan bulldozer pada lokasi pelaksanaan, yang merupakan permulaan pekerjaan konstruksi cetak sawah.

Lahan tidur dan optimalisasi

Sementara Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Indah Megahwati mengatakan, kegiatan cetak sawah Kementan melalui Ditjen PSP terbagi dua. Salah satunya mencetak sawah dengan mengubah lahan tidur menjadi sawah serta optimalisasi lahan.

Sesuai nawacita Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan persiapan menuju lumbung pangan dunia tahun 2045, kegiatan cetak sawah 1 juta ha yang ditargetkan tercapai hingga pemerintahan Jokowi-JK berakhir, saat ini ternyata telah terwujud, bahkan berlebih menjadi 1,16 juta ha.

“Saat ini perluasan areal luas lahan sudah mencapai 900.000 ha. Kita lebih banyak membuka lahan rawa. Perluasan areal sawah yang 1 juta ha tersebut 90%-nya dari optimasi rawa. Untuk saat ini, kegiatan cetak sawah sudah hampir 200.000 ha. Jadi, sudah lebih dari 1 juta ha,” tegasnya.

Kegiatan cetak sawah Kementan terbagi dua. Pertama, cetak sawah yang sebenarnya, dalam arti mengubah lahan tidur menjadi sawah serta optimalisasi lahan.

Kedua, optimalisasi lahan, yakni menambah areal luas tanam melalui optimalisasi lahan yang tidak produktif. Cetak sawah baru dilakukan bekerja sama dengan TNI di lahan-lahan tidur di luar Jawa, antara lain Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Pulau Kalimatan, dan Papua.

Tahun 2015, Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP telah membuka sawah baru seluas 20.070 ha, tahun 2016 berhasil mencetak sawah seluas 132.129 ha, dan 2017 seluas 60.243 ha.

Tahun 2018, targetnya hanya sekitar 12.000 ha. Sebagai gantinya,  Kementan akan menggarap rawa pasang surut. Lahan pasang surut seperti di Sumatera Selatan dan Kalimantan sudah dioptimalkan, sehingga dapat menambah produksi pangan nasional.

Dengan demikian, Kementan melalui Ditjen PSP, dalam kurun waktu tiga tahun telah berhasil mencetak sawah baru seluas 212.442 ha. Sedangkan target cetak sawah tahun anggaran (TA) 2018 seluas 12.000 ha.

Menambah luas baku sawah

Cetak sawah seluas 212.442 ha yang telah berhasil dicetak itu menambah luas baku lahan sawah di tanah air. “Minimal akan mampu menambah produksi beras nasional sebanyak 673.326 ton/tahun dengan rata-rata produksi 3 ton/ha. Secara berkesinambungan produksi dan produktivitas tersebut akan bertambah,” kata Indah di Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari upaya memberdayakan masyarakat agraris atau bisa disebut juga masyarakat pedesaan di Indonesia sebagai masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan budaya.

Sumber daya manusia pedesaan umumnya memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang rendah, sehingga rentan terhadap dampak lingkungan.

“Mereka memang penghasil produk pertanian, tapi segi kualitas dan kuantitas masih sangat terbatas. Hal ini akibat sistem pertanian yang masih subsisten dan daya beli masyarakat pedesaan yang rendah,” papar Indah.

Di tengah semua keterbatasan itu, perlu ada upaya untuk mendorong pengembangan cetak sawah baru yang lebih modern serta memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian (Alsintan) canggih dalam bercocok tanam.

Pengembangan lahan cetak sawah baru juga harus memenuhi syarat teknis, dari sisi agroklimatnya, ketersediaan airnya, unsur hara dan ketersediaan SDM yang mengelola serta ada sarana dan prasarana, termasuk jalan produksi dan jaringan irigasi.

Secara hukum, lahan harus clean and clear. Karena itu, meskipun tersedia data lahan terlantar, lahan tidur dan lahan rawa, kenyataannya yang dapat dimanfaatkan dan memenuhi syarat di atas kurang dari 1 juta ha. Itu pun terpencar-pencar, sehingga perlu dilakukan verifikasi lapangan dalam penentuan kelayakan lahan. PSP