Pengembangan lahan rawa mutlak harus dilakukan mengingat kondisi lahan sawah pertanian cenderung terus menurun. Keberhasilan pengembangan lahan rawa ini menentukan ketersediaan pangan di masa mendatang.
“Keberhasilan pengembangan lahan rawa ini tidak hanya didukung pengelolaan secara fisiknya saja, namun juga harus didukung oleh proses pengawalan dan pendampingan yang baik,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (3/4/2019).
Karena itu, lanjut Sarwo Edhy, dibutuhkan sistem pengendalian yang baik, sehingga mutu kegiatan dapat terkontrol dan output serta sasaran program dapat tercapai. Sehubungan dengan itu, Ditjen PSP mengadakan workshop Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Pengawalan Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI) di Hotel Golden Tulip Galaxy, Banjarmasin selama 3 hari (3-5 April 2019).
Menurut Sarwo Edhy, pertemuan ini bertujuan untuk melakukan analisis dan menyusun metode serta penerapan Sistem Pengendalian (SPIP) dan Pengawalan Program #Serasi. “Selanjutnya akan menjadi panduan dalam pengawalan unit kerja dalam melaksanakan Program #SERASI,” ujar Sarwo Edhy saat membuka lokakarya.
Program #SERASI merupakan salah satu program prioritas Kementan dalam pengembangan lahan rawa (pasang surut/lebak). Saat ini sedang dan akan dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
“SERASI untuk kesejahteraan petani dengan tetap memperhatikan fungsi pelestarian lingkungan sebagai sumber penghasil bahan pangan,” ujarnya.
Ditjen PSP dan Ditjen Tanaman Pangan dalam hal ini akan melaksanakan fasilitasi berupa penyiapan infrastruktur dan penyediaan sarana produksi, sehingga mampu meningkatkan IP dan produktivitas di lahan rawa.
Produktivitas pada tahun petama memang tidak terlalu tinggi. Namun, pada tahun kedua setelah pembukaan, produktivitas menjadi tinggi. Di samping itu, indeks pertanaman (IP) bisa ditingkatkan dari sekali tanam menjadi dua kali.
Untuk keberhasilan pengembangan lahan rawa dan pasang surut ini, harus dilakukan pengawalan dan pendampingan, mulai dari olah tanah sampai pada pasca panen. Bahkan, jika perlu, sampai pada pemasaran.
Menurut dia, pengendalian secara komprehensif sangat penting untuk mengawal pencapaian target kinerja Program #SERASI. Sinergi yang baik dan optimal dalam pelaksanaan program #SERASI diharapkan dapat mencapai kinerja yang baik dengan tingkat akuntabilitas yang optimal.
Bersungguh-sungguh
Sarwo Edhy menjabarkan, alokasi anggaran pembangunan prasarana dan sarana pertanian pada tahun 2019 — yang sebagian besar digunakan untuk mendukung pelaksanaan Program #SERASI — mencapai kurang lebih 47% dari total pagu anggaran Direktorat Jenderal PSP, yakni sebesar Rp4,9 triliun — yang terutama dialokasikan di Direktorat Perluasan & Pengelolaan Lahan (Dit PPL).
“Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan pengendalian dari seluruh unsur maupun sub unsur pengendalian secara menyeluruh. Baik dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian intern,” tuturnya.
Sarwo Edhy meminta pelaksana, koordinator pelaksana maupun penanggung jawab pengawalan pelaksanaan kegiatan #SERASI, dapat bekerja lebih serius dan bersungguh-sungguh. Agar anggaran yang telah dialokasikan untuk program #SERASI ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi upaya peningkatan kesejahteraaan petani rawa.
“Seluruh Kadistan Kabupaten dan Provinsi agar melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pusat dan Provinsi untuk kelancaran kegiatan #SERASI. Sehingga tidak ada masalah yang tertunda dan tidak ada masalah yang tidak selesai,” katanya.
Sarwo Edhy juga meminta tim SPIP Inspektorat Jenderal Kementan dapat merumuskan penyelenggaraan SPI yang intensif, efektif, efisien dan komprehensif pada Program #SERASI.
Menganalisis dan memetakan risiko, inventarisasi/daftar risiko, dan aktivitas pengendalian sehingga titik kritis kegiatan yang dapat menghambat pencapaian kegiatan #SERASI dapat dimitigasi dengan baik.
“Kita harus bekerja keras dan secara terus-menerus meningkatkan kinerja, sehingga harapan dan target yang sudah ditetapkan dapat dicapai dengan tepat waktu,” ucapnya.
Inspektur Jederal Kementerian Pertanian, Justan Siahaan menambahkan, SPIP itu artinya bagaimana mengenali risiko dan mitigasi risiko, dengan pengendalian bersistem identifikasi risiko, pemetaan risiko dan pembuatan rancangan pengendalian.
“Contohnya, SPIP itu mengantisipasi dan mengenali hambatan agar output pertanaman, misalnya di Kalimantan Selatan (Kalsel), seluas 250.000 ha melalui kegiatan optimasi lahan rawa ini tidak gagal,” ujarnya.
Dari 250.000 ha dibagi ke 6 Kabupaten di Kalsel, yang meliputi Kabupaten Tapin, Barito Kuala, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara dan Banjar. Output dan sub-output apa saja yang disiapkan untuk menuju pencapaian 250.000 ha tersebut dicapai.
“Apa output utama, dari sudut perencanaannya ada tidak? Kendalanya apa? Ketahui apa risikonya, maka pastikan SOP pengendaliannya yang dimasukan ke SOP pekerjaan kegiatan ini. Sehingga SPIP ini berjalan integral dengan kegiatan,” tegasnya. PSP