Oleh: Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri
Kayu olahan dan produk kayu merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia memiliki tren kenaikan per tahun yang cukup tinggi sebesar 6,06% selama 2011-2016. Uni Eropa (UE) merupakan salah satu pasar utama ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia. Lisensi FLEGT atau Forest Law Enforcement, Governance, and Trade akan memberikan potensi bagi ekspor produk kayu Indonesia ke pasar UE. Inggris merupakan pasar strategis di pasar UE. Proses keluarnya Inggris ke UE akan memberikan dampak pada kerja sama perdagangan yang telah dibangun UE dan negara pemasok, termasuk negosisasi FLEGT Volutary Partnership Agreement (FLEGT VPA).
Untuk itu, Indonesia perlu mengetahui keberlangsungan lisensi FLEGT setelah keluarnya Inggris dari UE atau Brexit. Potensi Ekspor Produk Kayu Indonesia ke EU melalui Lisensi FLEGT Ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia ke pasar dunia tercatat 3,87 miliar dolar AS dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 6,06% selama 2011-2015. Sebagian besar ekspor ditujukan ke pasar RRT (pangsa 22,13%) dan Jepang (pangsa 20,60%). Adapun ekspor ke pasar UE tercatat 448 juta dolar AS pada 2015. Kinerja ekspor ke pasar UE mengalami tren penurunan sebesar 2,40% per tahun selama 2011-2015.
Potensi Ekspor ke Pasar Inggris
Inggris merupakan pasar strategis ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia di UE. Pangsa pasar Inggris tercatat 27,11%; dengan kenaikan rata-rata per tahun yang tinggi sebesar 10,14% per tahun selama 2011-2015. Selain itu, Jerman dan Belanda juga merupakan pasar utama ekspor dengan pangsa masing-masing sebesar 25,20% dan 23,49%. Kendati demikian, tren ekspor ke Jerman dan Belanda mengalami penurunan setiap tahunnya masing-masing sebesar 4,94% dan 3,83% selama 2011-2015.
Kondisi pasar Inggris masih sangat potensial dibandingkan dengan kondisi secara umum di UE. Tren impor kayu olahan dan produk kayu Inggris masih mencatat tren yang positif dan cukup signifikan sebesar 10,80%. Sebaliknya, impor di pasar UE justru mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,73%. Sebagian besar pesaing utama Indonesia dalam memasok kayu olahan dan produk kayu di pasar UE adalah negara UE sendiri, seperti Jerman, Austria, dan Polandia.
Adapun kompetitor Indonesia di luar negara UE antara lain RRT dengan pangsa 8,77% dan Amerika Serikat dengan pangsa 5,77%. Sementara itu, pasar Indonesia masih cenderung rendah sebesar 1,91%.
Posisi Indonesia di pasar Inggris tercatat lebih baik dengan pangsa 2,46%. Pesaing utama Indonesia di pasar Inggris antara lain Amerika Serikat (pangsa 17,55%), RRT (pangsa 14,97%), dan negara Uni Eropa lainnya, seperti Swedia dan Latvia
Keberlangsungan Lisensi FLEGT dalam Ekspor Produk Kayu Indonesia ke Pasar Inggris Pada Juni 2016, penduduk Inggris telah menetapkan keinginannya untuk keluar dari UE melalui proses voting. Adapun proses untuk itu membutuhkan waktu selama 2 tahun.
Pada periode waktu tersebut, maka kebijakan Inggris masih bertopang pada UE. Walaupun sudah tidak tergabung dalam UE, Inggris masih akan tergabung dalam European Economic Area (EEA). EU Timber Regulation (EUTR) berdasarkan pada perjanjian EEA, maka selepasnya dari UE, Inggris masih memiliki kewenangan anggota dari EUTR.
Apabila Inggris tidak memenuhi segala proses legislasi yang sama dengan UE, termasuk EUTR, maka Inggris tidak akan diberikan akses single market UE. Kendati demikian, lisensi FLEGT secara teknis mungkin dapat berubah mengingat FLEGT tidak berdasarkan pada EUTR dan perjanjian EEA. FLEGT dapat memberikan manfaat yang besar bagi negara importir, terutama Inggris yang merupakan pasar utama kayu olahan dan produk kayu di UE. Oleh karena itu, diperkirakan Inggris masih akan menerapkan FLEGT walaupun telah hengkang dari UE.
Terkait perjanjian VPA dengan negara pemasok, Inggris juga diperkirakan masih memiliki peranan yang penting karena Inggris merupakan salah satu pihak aktif yang menginisiasi negosisasi FLEGT VPA. Bahkan, Inggris banyak menyumbang segi finansial dan sumber intelektual pada proses negosisasi ini. Sebagai salah satu kontributor utama, Inggris diperkirakan akan mengambil andil di sisi pengawasan.
Inggris diproyeksikan masih akan mempertahankan lisensi FLEGT dan negosiasi VPA, namun terdapat kemungkinan akan terjadi perubahan dalam regulasi FLEGT yang akan disesuaikan dengan kepentingan nasional Inggris. Inggris diperkirakan akan mengimplementasikan lisensi FLEGT yang lebih luas. Seperti contoh, Inggris akan menerapkan lisensi FLEGT hingga ke kebijakan pengadaan nasional yang mengharuskan kantor pemerintahan pusat, lembaga eksekutif, dan lembaga publik non-pemerintah memperoleh lisensi produk kayu. Kondisi ini bahkan akan mendorong potensi ekspor kayu olahan dan produk kayu yang lebih besar. Di sisi lain, pelemahan mata uang British Poundsterling dan resesi ekonomi inggris akan menjadi tantangan kinerja impor Inggris, termasuk impor produk kayu karena akan mengurangi daya beli.
Kesimpulan
UE merupakan salah satu pasar tujuan ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia, setelah RRT dan Jepang. Inggris adalah pasar strategis di kawasan EU. Impor kayu olahan dan produk kayu.
Inggris bahkan masih mencatatkan tren kenaikan per tahun yang cukup signifikan. Sebaliknya, tren impor UE justru bernilai negatif. Lisensi FLEGT akan memberikan potensi bagi ekspor kayu olahan dan produk kayu Indonesia di pasar UE. FLEGT pun akan membantu Indonesia dalam mengatasi permasalahan illegal logging serta mendorong sektor kehutanan yang inklusif.
Dalam dua tahun ke depan, Inggris akan keluar dari UE. Kendati demikian, dalam proses transisi ini, Inggris masih akan tergabung dalam kebijakan dan kerja sama perdagangan yang dilakukan oleh UE, termasuk FLEGT VPA. Oleh karena itu, Inggris diperkirakan masih akan mempertahankan lisensi FLEGT dan negosiasi VPA mengingat FLEGT dapat memberikan manfaat yang besar bagi negara importir, terutama Inggris sebagai salah satu negara importir utama di pasar UE. Terkait perjanjian VPA dengan negara pemasok, Inggris juga diperkirakan masih memiliki peranan yang penting karena Inggris merupakan salah satu pihak aktif yang menginisiasi negosisasi FLEGT VPA.
Kendati demikian, forest-trend memperkirakan Inggris akan mengubah perjanjian sesuai dengan kepentingan domestiknya. Inggris diproyeksikan akan mengimplementasikan lisensi FLEGT yang lebih luas menyentuh kebijakan pengadaan nasional. Hal ini justru akan lebih meningkatkan potensi pasar Inggris. Sedangkan tantangan pasar Inggris setelah Brexit, diperkirakan akan berasal dari pelemahan mata uang Poundsterling dan resesi ekonomi yang akan menurunkan daya beli.
FLEGT merupakan instrumen yang potensial yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang telah berada pada tahap implementasi.
Oleh karena itu, lisensi FLEGT masih perlu dipertahankan oleh Indonesia. Selain untuk menembus pasar UE, FLEGT juga dapat membantu Indonesia mendorong pemanfaatan sektor kehutanan yang berkelanjutan.