Pemerintah tidak hanya memperhatikan daerah aliran sungai (DAS) untuk direhabilitasi. Danau pun termasuk yang jadi fokus. Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan fokus merehabilitasi 15 Danau prioritas. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis bagian tak terpisahkan dari upaya penyelamatan.
Sejumlah danau di Indonesia saat ini kondisinya memang menghkhawatirkan. “Sudah lampu kuning”, jika meminjam istilah yang digunakan Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hilman Nugroho.
“Kami akan mengupayakan agar danau prioritas bisa berfungsi sebagai mestinya,” kata Hilman.
Dia menuturkan, tahun 1970-an, danau di Indonesia umumnya masih berfungsi baik. Namun, seiring waktu banyak persoalan yang dihadapi. Mulai dari kerusakan daerah tangkapan air, sedimentasi, tekanan penduduk, dan eksploitasi yang berlebihan, fungsi sejumlah danau menurun.
Penurunan fungsi danau itu pada akhirnya berdampak negatif pada kehidupan manusia. Misalnya, berkurangnya tekanan air untuk pemanfaatan pembangkit listrik, kematian ikan yang dibudidayakan, maupun buruknya kualitas air baku.
“Pemulihan danau prioritas prioritas memang tak bisa dikerjakan kami sendiri, harus dikeroyok semua sektor,” katanya.
Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian LHK, Hermono Sigit menjelaskan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, tercatat 15 danau menjadi prioritas penanganan, yakni Dabau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Rawa Danau, Rawa Pening, Batur, Sentarum, Kaskade Mahakam, Tempe, Tondano, Matako, Poso, Sentani dan Limboto.
“Kita punya Germadan, Gerakan Penyelamatan Danau untuk mendorong pengelolaan danau berkelanjutan,” kata Hermono Sigit.
Penyelamatan danau memang sebuah keharusan. Apalagi, danau-danau di Indonesia sejatinya adalah komponen alam yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat. Danau juga multifungsi dan menjadi bagian dari keseharian kehidupan, mulai dari kebutuhan dasar, mata pencaharian, sampai pusat tumbuh budaya dan kearifan.
Sebelum Germadan muncul, telah ada kesepakatan 9 Menteri untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan dan Penentuan Danau Prioritas Nasional Tahap I pada saat Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar, Bali. Kesepakatan ini menjadi momentum untuk merevitalisasi pengelolaan danau di Indonesia, dengan prinsip pengelolaan, yaitu keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup, serta salah satu kunci keberhasilan, yaitu sinkronisasi dan sinergi gerakan para pemangku kepentingan.
Selanjutnya, pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2011 di Semarang, Jawa Tengah, Germadan diluncurkan. Di dalamnya ada rencana aksi penyelamatan yang harus dilaksanakan. Di sini, Danau Rawa Pening ditetapkan sebagai model penyelamatan danau untuk direplikasi ke danau-danau prioritas lainnya.
Pada tahun 2011, telah ada Grand Design Penyelamatan Danau Indonesia. Dokumen berisikan program dan kegiatan penyelamatan ekosistem danau yang telah terintegrasi dengan peran dan fungsi seluruh sektor terkait. Terdapat delapan Program Inti Penyelamatan Danau, yaitu Penataan Ruang Kawasan Danau; Penyelamatan DAS dan DTA Danau; Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau; Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau; Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau; Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi, dan Informasi Ekosistem Danau; Pengembangan Kapasitas, kelembagaan dan Koordinasi; dan Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat.
Grand Design Penyelamatan Danau Indonesia menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan penyelamatan ekosistem danau serta menjadi arahan bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau. Hingga saat ini sudah tersusun Rencana Aksi Penyelamatan 15 danau prioritas nasional.
Memasuki periode pembangunan lima-tahun 2015-2019, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-209 yang dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu dari sembilan Agenda Pembangunan Nasional adalah Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; dan dua dari tujuh Sub Agenda Prioritas tersebut adalah Ketahanan Air dan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem melalui Pengelolaan Terpadu di 15 Danau Prioritas Nasional, dengan mengimplementasikan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau. Untuk itu, perlu dilakukan kembali penguatan komitmen pihak-pihak terkait baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga diharapkan rencana aksi penyelamatan danau dapat diimplementasikan dengan baik pada periode 21015-2019, dan memberikan outcome, baik berupa pemulihan kondisi ekosistem danau maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Sekarang waktunya untuk melakukan aksi penyelamatan danau,” kata Hermono.
Tantangan
Kepala Subdirektorat Pengendalian Kerusakan Danau Syamsuhari menyatakan tugas untuk penyelamatan danau prioritas menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah organisasi kerja yang relatif baru terbentuk. “Namun ini tak menghalangi kami untuk mendorong penyelamatan danau,” katanya.
Pada Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan HL, Kementerian LHK, Direktorat Pengendalian Kerusakan Perairan Darat memang relatif baru. Wajar jika perlu sedikit adaptasi dan penyesuaian mekanisme kerja.
Tantangan lain yang mesti dihadapi dalam Germadan adalah masih adanya egosektoral. Maklum, setiap pihak punya kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan sektor pertanian tentu berbeda dengan kepentingan sektor energi, atau sektor industri, misalnya.
Namun demikian, kata Syamsuhari, jika semua pihak memahami peran dan tugasnya seperti dalam dokumen rencana aksi yang sudah ditetapkan, maka egosektoral tidak akan terjadi. AI