Rehabilitasi Lahan dengan Intervensi Regulasi

Presiden Joko Widodo memberi tugas yang tak ringan untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) soal rehabilitasi lahan kritis. Kementerian yang dipimpin Menteri Siti Nurbaya ini punya tugas merehabilitasi lahan kritis seluas 5,5 juta hektare (ha) pada periode 2015-2019. Angka itu naik dua kali lipat dibandingkan periode 2009-2014.

Tantangannya makin besar di tengah keterbatasan anggaran yang tersedia. Namun, bukan tak ada solusinya. Untuk mencapai target rehabilitasi yang dicanangkan, Kementerian LHK melakukan berbagai intervensi regulasi.

Direktur Konservasi Tanah dan Air Kementerian LHK, M. Firman menjelaskan, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, Kementerian LHK punya tugas untuk merehabilitasi lahan kritis seluas 5,5 juta ha. Itu berarti luas rata-rata lahan yang harus direhabilitasi adalah 1,12 juta ha setiap tahunnya.  Luas ini meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang hanya 2,5 juta ha. “Target luas lahan yang direhabilitasi memang meningkat dibanding periode lalu. Tapi kami optimis bisa merealisasikannya,” kata Firman.

Sesungguhnya, jika hanya mengandalkan APBN target yang dicanangkan dalam RPJM 2015-2019 memang bakal sulit dicapai. Pasalnya, kemampuan APBN untuk menyediakan pendanaan kegiatan rehabilitasi hanya sekitar 500.000 ha/tahun.

Makanya, kata Firman, diperlukan intervensi regulasi sehingga banyak pihak lain bisa dilibatkan dalam kegiatan rehabilitasi. “Kita masih punya lahan kritis sekitar 24 juta ha. Kalau hanya mengandalkan APBN yang hanya mampu membiayai sekitar 500.000 ha/tahun, itu berarti butuh 48 tahun lebih untuk merehabilitasi seluruh lahan kritis,” kata Firman.

Intervensi regulasi tersebut misalnya dengan mendorong pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk merehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Ketentuan itu sudah tertuang sebelumnya dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.87 tahun 2014. Dalam ketentuan tersebut, setiap pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib menanam untuk rehabilitasi DAS seluas areal izin pinjam pakai. Jika pinjam pakai tersebut untuk tujuan komersial, maka luas areal rehabilitasi ditambah lagi dengan luas areal terdampak dari kegiatan yang dilakukan.

Menurut Firman, sampai September 2014 sebanyak 133 unit izin pinjam pakai kawasan hutan yang telah ditetapkan wilayahnya untuk pelaksanaan rehabilitasi DAS. Luasnya mencapai 143.372,4 ha.

Selain lewat kebijakan tersebut, Kementerian LHK juga menggandeng sejumlah institusi, baik pemerintahan maupun swasta. Termasuk yang paling baru digandeng adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Agama. Nota kesepahaman diteken Juni lalu. Mengacu kesepakatan tersebut, maka siswa sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi akan diajak menanam minimal lima batang pohon. Sementara calon pengantin yang akan menikah juga akan diwajibkan untuk menanam oleh Kantor Urusan Agama (KUA).

Nota kesepahaman tersebut juga ditindaklanjuti dengan penandatangan Surat Perjanjian Kerja Sama antara Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan dan Hutan Lindung Hilman Nugroho dengan sejumlah rektor dari beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia.

Sekolah dan Mempelai

Kesepakatan yang dijalin akan berjalan mulai tahun ini dan dipastikan akan berdampak dahsyat. Hitungannya, saat ini ada 179 perguruan tinggi negeri dengan jumlah mahasiswa sekitar 20.000 orang. Jika setiap mahasiswa menanam pohon satu batang setiap tahunnya, maka ada 17,9 juta batang pohon yang ditanam. Jumlah tersebut setara dengan luas 35.800 ha/tahun.

Sementara untuk penanaman peserta didik SD, SMP, dan SMA luasnya bisa mencapai 750.000 ha/tahun. Rinciannya, saat ini ada sekitar 75 juta siswa SD, SMP, SMA. Jika masing-masing peserta didik menanam lima batang,  maka ada 375 juta batang pohon yang tertanam.

“Jumlah itu belum menghitung sekolah swasta dan madrasah,” kata Firman.

Sementara di Kementerian Agama, nantinya juga akan diatur agar tiap pasangan mempelai baru harus menanam lima batang pohon. Tiap tahun, data Kemenag mencatat ada sekitar 4 juta pasang yang menikah. Itu berarti sudah sekitar 20 jutaan pohon atau sekitar 42.000 ha. “Kami juga mendorong penanaman dalam kerangka CSR dari para pelaku bisnis,” katanya.

Dengan langkah tersebut, maka rencana penanaman bisa mengimbangi target yang dibebani RPJM. Jika langkah ini konsisten, maka rehabilitasi lahan kritis bisa diperpendek menjadi 20-tahunan saja.

Menurut Firman, penyediaan bibit dalam rangka penanaman akan dipasok dari persemaian permanen dan kebun bibit rakyat yang sudah berjalan sejak lima tahun lalu.

Dukungan Anies

Langkah Kementerian LHK menggandeng pelajar dan mahasiswa mendapat dukungan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Dia mengungkapkan, saat ini ada sekitar 52 juta siswa di Indonesia. “Bicara masa depan, inilah sasaran yang harus kita jangkau. Lingkungan hidup itu tanggung jawab kita semua, bukan sekelompok orang,” katanya.

Dia sepakat persoalan lingkungan hidup tidak bisa diselesaikan lewat sebuah program biasa, melainkan harus melalui sebuah gerakan. Untuk itu, kepada generasi muda gerakan kesadaran lingkungan mesti ditumbuhkan, salah satunya lewat menanam pohon. “Dengan gerakan, mengajak semua hadir selesaikan masalah,” katanya beberapa waktu lalu.

Kampus Ramah Lingkungan

Sementara Rektor Universitas Indonesia, Profesor Muhammad Anis menjelaskan, seluruh perguruan tinggi memiliki visi Green Campus 2025, dengan visi tersebut seluruh perguruan tinggi memiliki komitmen untuk mewujudkan kampus ramah lingkungan.

Visi dan komitmen tersebut tersebut penting di tengah situasi di mana lingkungan kampus mengalami tekanan. Anis menceritakan, saat ini lebih dari 70% lingkungan kampus berada di perkotaan, dengan jumlah mahasiswa yang cenderung meningkat setiap tahun. Dengan ruang kuliah yang terbatas, bising, gaduh dan panas menjadikan proses belajar dan mengajar kerap terganggu. “Padahal, kampus merupakan wahana pembentuk watak dan kepribadian anak bangsa yang berperan di masa depan,” katanya.

Dengan visi Green Campus, maka penyelenggara perguruan tinggi akan mengakselerasi agar lingkungan kampus tercipta peranan fungsi jasa bio eko hidrologis dan membangun komitmen semua pihak.

Caranya, dengan meningkatkan pemahaman bagi seluruh civitas akademika pentingnya kawasan hijau; membangun kawasan hijau kampus sebagai wahana pelestarian alam dan penunjang civitas akademika; mengoptimalisasi peranan fungsi jasa bio eko hidrologis kawasan hijau kampus secara berkelanjutan; dan mengimplementasikan pembangunan kawasan hijau kampus berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial bagi seluruh civitas akademika. AI