Apa yang dilakukan oleh warga RT 05 Kwasen, Kelurahan Srimartani, Kapanewon Piyungan, Bantul, DIY layak diacungi jempol. Dimotori oleh Bapak Mudhofar, warga mengubah tempat penuh sampah liar jadi taman wisata edukatif yang indah, Taman Ingas.
Munculnya taman yang indah ini memang tidak lepas dari campur tangan dan dorongan Mudhofar, Ketua Pengelola Taman Ingas. Meski banyak aktivitas yang kerjakan, Mdhofar ternyata masih punya waktu untuk peduli pada lingkungannya. Bahkan beliau rela mendukung dana dan tenaga untuk membuat lingkungan yang penuh sampah menjadi tempat wisata yang indah dan nyaman.
Bukan hanya itu saja, Taman Ingas yang ada diperuntukkan untuk anak-anak sekolah supaya bisa belajar dan untuk warga supaya bisa terangkat ekonominya, terutama di saat pandemi Covid-19. Jiwa sosialnya sudah tumbuh dari kecil. Bagaimana mengetahui konsep kerja Mudhofar, Agro Indonesia berkesempatan mewancarainya:
Latar Belakang muncul taman wisata ini?
Saya melihat tempat ini, tidak terurus, sangat kotor, banyak sampah, orang buang sampah di sembarang tempat, juga di sepanjang kali Kaligawe ini. Padahal kalau ini dikelola dengan baik, itu bisa bermanfaat buat kita, pertama tempat ini jadi bersih. Lalu dengan Karang Taruna RT 05 Kwasen kita adakan pemancingan di sungai ini. Dengan begitu otomatis sungai dibersihkan.
Itu pemancingan setelah gempa tahun 2007. Ternyata event itu sukses sampai bisa memiliki inventaris untuk Karang Taruna kurang lebih Rp90 jt. Setelah itu agak lama vakum. Kemudian di tahun 2020, kondisi Covid kita coba kembali untuk mengadakan pemancingan. Tempat ini masih kotor, saya coba bersihkan bisa untuk parkir. Sungai kita gunakan untuk pemancingan massal dengan membayar. Alhamdulillah 1 event bisa mendapat Rp9 juta – Rp 10 juta. Kegiatan mancing kita laksanakan sampai 4 kali.
Kenapa dinamakan Taman Ingas?
Sepanjang sungai Kaligawe ini dari Piyungan sampai dengan perbatasan Sleman, dulu ada pohon besar yang dibilang langka. Pohon itu dikeramatkan jaman simbah-simbah dulu, kalau punya hajat dikasih sesaji. Di RT kita ini ada pohon tersebut, meski sekarang sudah tidak ada. Jadi kita sepakati dengan nama Taman Ingas.
Bagaimana mendesign tempat ini jadi wisata?
Awalnya kita ingin tempat ini bersih dan ingin membantu memberikan tempat belajar untuk anak-anak sekolah yang kena dampak covid dengan belajar secara daring. Jadi setelah pemancingan, ada rapat RT, rapat Pemuda. Banyak keluhan dari warga bahwa saat pandemi itu anak-anak tidak belajar hanya main, orangtua banyak yang mengeluh. Saya mencoba merasakan ketika tempat ini bersih, rasanya nyaman, bisa untuk belajar, saya buat saung (panggung-panggung) ini, jumlah 9 buah. Rencana awal panggung-panggung itu untuk tempat belajar anak-anak dari kelas 1 sampai kelas 9 bisa gunakan tempat ini untuk belajar.
Saya juga minta teman-teman yang berprestasi itu untuk membimbing mereka. Teman-teman, Karang Taruna sepakat, oke. Teman saya Eko Saputra pernah juga membuat di salah satu Universitas di Jabar, sukses membuat tempat wisata seperti ini tapi dalam waktu 4 tahun. Oke kita buat seperti itu. Kita kasih wifi. Tempatnya kemudian digunakan untuk anak-anak sekolah dari SD kelas 1 sampai SMA, menggunakan fasilitas wifi dimana sekolah berjalan dengan daring. Dalam perjalanan selanjutnya kita dapat suport dari Pak Lurah, Pak Dukuh dan tokoh masyarakat lain, yang menyarankan tempat ini bisa dijadikan wisata kuliner, silahkan dikembangkan dan akan disuport. Pokdarwisnya akan dibuatkan SK. Pokdarwis kita ikut lomba pokdarwis sekabupaten dapat juara 2. Memang disini untuk kepemudaannya saya akui khususnya di pedukuhan atau kelurahan, saya merasakan Karang Taruna disini memang solid. Sehingga saya pun memberanikan secara pribadi, saya bisa menjalankan ini bersama teman-teman. Lalu kita buat lapak-lapak untuk pedagang dan kita buat jembatan yang nantinya untuk pengembangan selanjutnya.
Dan sukses?
Ya kita tidak menyangka, meski pada awalnya tidak ada warga yang mau menempati lapak tersebut. Setiap ada rapat RT, Pemuda, PKK, Dasawisma, sampai 3 bulan, saya ajak jualan tidak ada yang mau. Lalu saya dengan istri dan dengan wakil ketua pengelola disini memberanikan diri untuk jualan. Saya jualan nasi, sego wader, welut, yang lain bakso dan soto. Baru setelah itu datang pengunjung, seterusnya semakin meningkat, terutama penggowes. Penggowes itu kalau hari Sabtu Minggu, bisa 200-400 orang. Sampai sekarang masih bertahan sampai 100-200 orang. Musik karoke kita sediakan. Taman Ingas ini sudah sering untuk pelatihan, untuk wedding sudah 2x dan akan ke 3 kali dipakai untuk wedding bulan Juli besok. Kita tidak patok harga, harga seikhlasnya. Itu juga masuk ke kotak donasi. Tadinya ingin melihat dulu tolok ukur di bulan puasa, ternyata waktu Ramadhan kemarin pengunjung banyak, banyak yang buka puasa disini, sampai kewalahan.
Warga tidak mau jualan di lapak karena sewa?
Tidak ada yang sewa, karena kita memang mengajak masyarakat untuk berkreasi disini dengan berkreasi kita harapkan semoga bisa menghasilkan sesuatu. Konsepnya di sini memang untuk kemasyarakatan, untuk warga RT 05 Kwasen ini, bahkan temen-temen yang bekerja di sini tidak ada yang digaji ataupun dikasih upah. Untuk yang isi lapak mereka hanya membayar untuk kebersihan Rp2000 per hari. Itupun kalau jualan, kalau tidak jualan ya tidak bayar. Alhamdulillah kuliner di sini dari para pengunjung dinilai sangat spesial, pengunjung menghargai dan merasa nyaman sehingga banyak pelanggan yang datang kesini lagi.
Kita buat lagi lapak di Selatan sungai, itu sudah ada yg mendaftar, ada 10 KK. Memang ini untuk RT sini dulu. Berapapun banyaknya warga RT sini yang akan jualan, akan kita sediakan lapak gratis. Banyak teman destinasi lain yang ngajak ini dikelola untuk benar-benar bisa mendapat profit, tapi kami benar-benar mengkonsep ini untuk masyarakat.
Dana pengembangan darimana?
Untuk suport dana dari generasi muda, Karang Taruna sudah mengeluarkan kurang-lebih Rp60 juta dan dari saya kurang lebih Rp70 juta, jadi sekitar Rp130 jutaan. Dana dari Bapak Bupati, dari person dinas yang lain. dana kas berupa donasi seikhlasnya dari pengunjung, banyak donasi yang masuk. Alhamdulillah bisa jalan dan kita bisa menjalankan konsep kemasyarakatan.
Konsep dana kemasyarakatannya seperti apa?
Kami mengkonsep ini untuk masyarakat. Kemarin sudah kita wujudkan. Dari 3 bulan donasi Taman Ingas mencapai Rp13 juta. Kita alokasikan untuk fakir miskin baru bisa di RT ini dan untuk anak yatim sekelurahan, ada 17 dusun, kita panggil ke sini. Dihadiri dari DPR Propinsi, DPR Kabupaten, Kadinas Pariwisata, Bapak Bupati diwaliki Dinas Lingkungan hidup (mau rawuh ada halangan). Kita dapat apresiasi dari Bapak Bupati. Untuk ke depannya kita konsepkan lagi yang lebih luas. In Syaa Allah akan kita adakan 2 kali dalam setahun untuk donasi. Untuk anak yatim dan fakir miskin, terutama untuk anak yatim dulu.
Rencana kedepan?
Tanah untuk Taman Ingas seluas 4000 m2 ini memang suratnya milik beberapa orang, kita sewa 5 tahun ke depan. Semoga keluarga bisa melanjutkan ke depannya lagi. Kalau toh nanti 5 tahun ke depan, yang punya tanah tidak boleh lagi sewa, maka kita akan bergeser ke Selatan karena itu tanah kas desa. Jadi ke depannya In Syaa Allah kita kembangkan ke Selatan di kebun tebu itu, disiapkan oleh Bapak Lurah lahan 2 ha. Kita konsep di sana, tempat parkir, untuk oleh-oleh, kolam renang kecil, homestay, pertanian, ada porang, pisang, tanaman jamu dan yang lainnya dan juga untuk edukasi.
Harapan kita ke depan?
Kita dari kemasyarakatan, Karang Taruna, saya khususnya yang dituakan tetap akan mengkonsep untuk kemasyarakatan. Entah itu nantinya ada kolam renang, ada homestay, ada oleh-oleh, parkir luas, itu tetap pada prinsip utama untuk kemasyarakatan. Kalau itu nantinya berjalan dengan kondusif, nantinya bisa kita jadikan lapangan kerja juga. Tapi untuk yang pertama, hasil dari ini untuk masyarakat, khusus RT 05 Kwasen ini dulu.
Visi misi?
Pertama, lingkungan di RT 05 Kwasen ini beda dengan yang lain. Untuk mendongkrak ekonomi RT 05 Kwasen supaya lebih terbantu UMKMnya, berharap masyarakat disini bisa berhasil. Sebenarnya mereka punya potensi, bisa berkreasi, tapi mungkin belum menemukan alurnya, tidak bisa menyalurkan. Kita akan bantu disini, apa yang bisa masuk dari kreasi mereka, olahan makanan, olahan produk dan sebagainya. Yang kedua, masyarakat ikut merasakan adanya Taman Ingas ini. Dan yang tidak kalah penting menjadikan lingkungan bersih, sehat dan nyaman.
Anna Zulfiyah