Perlu Strategi Menghindari Kelangkaan Pupuk

Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan strategi terkait pupuk bersubsidi tahun 2020. Hal ini penting dilakukan meningat alokasi pupuk subsidi tahun depan diperkirakan hanya 7,9 juta ton.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, tahun 2020 alokasi pupuk subsidi turun dari 8,6 juta ton (2019) menjadi 7,9 juta ton. “Untuk itu, kita butuh strategi agar tidak terjadi kekurangan pupuk dan produksi tidak terpengaruh,” katanya dalam Pertemuan Perencanaan Kebutuhan Pupuk Tahun 2020 di Banjarmasin, Selasa (17/9/2019).

Sarwo Edhy mengatakan, mengingat pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah jumlahnya terbatas, petani harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan pupuk organik untuk memulihkan kondisi lahan.

“Walau ketersediaan pupuk bersubsidi masih kurang, tapi kalau tidak disediakan, petani bisa mengeluh. Kita akan atur kadar penggunaannya. Porsinya dikurangi, namun masih dalam kadar standar sehingga tidak mempengaruhi tanaman,” tegasnya

Dia menjelaskan, penurunan alokasi pupuk subsidi itu tidak lepas dari penurunan luas baku lahan pertanian Badan Pertanahan Nasional (BPN).  Pada 2018, alokasi pupuk subsidi mencapai 9,55 juta ton karena menggunakan luas baku lahan pertanian BPN tahun 2013 yang mencapai 8 juta hektare (ha) lebih.

Sementara alokasi pupuk subsidi 2019 berdasarkan pada luas baku lahan pertanian BPN tahun 2018 yang mencapai 7,1 juta ha.  “Tahun 2020 kami akan prioritaskan untuk lahan-lahan strategis dulu,” katanya.

Strategi lainnya, Sarwo Edhy menyebut pihaknya sedang mengkaji pengurangan atau penambahan kandungan unsur pupuk. Misalnya pada pupuk NPK. “Bisa saja kita kurangi unsur P (Pospat) dan K (Kalium),” katanya.

Dia mencontohkan, jika komposisi NPK 15-15-15, maka bisa saja dikurangi menjadi NPK 15-10-10. Pengurangan komposisi ini bisa dialihkan untuk menambah volume pupuk subsidi.

Volume pupuk NPK adalah nomor dua terbesar setelah urea. Tahun ini, dari alokasi pupuk 8,6 juta ton, urea mencapai 3,825 juta ton dan NPK mencapai 2,326 juta ton.

Sarwo Edhy meminta alokasi pupuk bersubsidi hendaknya dapat dikawal serta dioptimalkan pemanfaatannya oleh Pemerintah Daerah (Pemda), termasuk dalam efisiensi penggunaannya.

Realisasi Penyaluran

Upaya pengawalan penyaluran pupuk bersubsidi salah satunya melalui pelaksanaan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan secara proaktif dengan sebaik-baiknya.

“Ini sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan pemantauan oleh Pemda terhadap penyaluran pupuk bersubsidi di masing-masing wilayahnya,” tuturnya.

Menurut dia, Pemda memegang peran yang sangat penting. Baik dari segi perencanaan, regulasi dan tata laksana mulai dari perencanaan kebutuhan pupuk melalui RDKK.

RDKK menjadi alat kontrol dalam pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Bagi petani yang belum berkelompok agar bergabung dalam kelompok tani sehingga petani punya hak menebus pupuk subsidi.

Sarwo Edhy mengungkapkan, ada temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan harus menjadi perhatian, antara lain RDKK tidak valid dan tidak tepat waktu penerbitan SK (Surat Keptusan).

Selain itu, catatan BPK menyebut alokasi pupuk tidak tepat waktu, ketidakpatuhan distributor dan kios dalam menyalurkan pupuk bersubsidi baik dari segi administrasi ataupun ketentuan yang berlaku.

Untuk itu, kebijakan penyaluran pupuk bersubsidi ke depan diarahkan pada penebusan berbasis e-RDKK dengan menggunakan Kartu Tani. “Dengan cara ini kita harapkan penyaluran pupuk bersubsdi dapat menjadi lebih baik dan tepat sasaran,” tegasnya.

Realisasi penyaluran pupuk subsidi per 25 Agustus 2019 sudah mencapai 64,8% dari alokasi setahun sebanyak 8,8 juta ton. Rinciannya, urea sudah terealisasi 2,46 juta ton (64,4%) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 566,6 ribu ton (72,7%).

Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 610,6 ribu ton (61,3%); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,63 juta ton (70,1%); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 477,7 ribu ton (50,4%).

Realokasi Pupuk Subsidi

Sementara realokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian tahun 2019 dilakukan berdasarkan  SK Dirjen No. 21.2/KPTS/SR.310/B/05/2019 tanggal  13 Mei 2019. Relokasi ini dilakukan karena terjadi peningkatan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi terutama di Sumatera Utara. Alokasi pupuk urea di Sumut semula hanya 96.893 ton, kemudian diubah menjadi 101.750 ton, SP-36 dari 32.155 ton naik menjadi 33.773 ton,

Sedangkan pupuk ZA yang semula hanya 29.107 ton naik diubah menjadi 34.107 ton, NPK dari 78.129 ton naik menjadi 83.221 ton. Dengan realokasi ini, seharusnya sudah tidak ada lagi kekurangan pupuk bersubsdi di Sumut. Namun, jika masih terdapat kelangkaan pupuk atau kekurangan pupuk, Kementan akan segera menindak lanjuti dengan menerbitkan SK Dirjen lagi.

Sarwo Edhy meminta Pemerintah Daerah (Pemda) memvalidasi data luas baku lahan pertanian yang dimiliki. Hal ini untuk kepentingan alokasi pupuk bersubsidi yang akan diberikan pemerintah.

Dia mengatakan, kesalahan data luas baku lahan pertanian ini memang terjadi di sejumlah daerah di hampir semua provinsi. Sehingga hal tersebut mempengaruhi jatah pupuk yang diterima daerah.

“Untuk sementara, daerah yang kekurangan pupuk bersubsidi memakai pupuk nonsubsidi sebagai pengganti pupuk subsidi pada musim tanam gadu ini. Sampai proses validasi diselesaikan masing-masing daerah,” katanya. PSP