Upaya pemerintah membatalkan perjanjian Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) yang diteken enam raksasa perkebunan sawit nasional mendapat peluru baru. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan menyelidiki dugaan pelanggaran kesepakatan IPOP. Kesimpulan awal: IPOP berpotensi kartel, praktik terlarang sesuai UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sanksi apa yang akan diambil pemerintah?
Kontroversi perjanjian enam raksasa perkebunan sawit terintegrasi lewat bendera Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) siap memasuki babak baru. Upaya persuasi pemerintah, bahkan pernyataan keras, sampai kini tak mampu membatalkan perjanjian yang telah diteken para raksasa itu di sela forum KTT Perubahan Iklim di New York, Desember 2014. Padahal, perjanjian tersebut dinilai telah menodai kedaulatan, ketika swasta bisa membuat kesepakatan yang melindas kewenangan pemerintah, dan merugikan pekebun rakyat.
Kini, ‘peluru’ baru datang ketika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya turun tangan untuk melakukan penyelidikan. Pasalnya, hasil analisis KPPU yang Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), ternyata tidak digubris. Padahal, dalam surat nomor 184/K/X/2015 tanggal 22 Oktober 2015 itu, KPPU menyatakan kesepakatan IPOP berpotensi menjadi kartel — yang melanggar UU No.5 Tahun 1999. “Oleh karena itu, maka kesepakatan IPOP sebaiknya tidak diimplementasikan,” tulis Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf, dalam surat Tanggapan KPPU terhadap IPOP yang dikirim ke konsultan hukum Kadin, Ibrahim Senen. Ibrahim juga merupakan tim legal IPOP.
Ketika dikonfirmasi, Ibrahim hanya menukas singkat: “Kami menghormati (keputusan KPPU).” Dia membantah tuduhan IPOP mengarah ke kartel dan menyulitkan pihak lain, terutama petani sawit. “Kalau kami kartel, tidak mungkin kami meminta pendapat KPPU,” ucapnya.
Yang jelas, masuknya KPPU ke ranah penyelidikan jadi kabar baik buat Kementerian Pertanian. Bahkan, Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir pun meyakinkan bahwa pemerintah pasti membubarkan IPOP. Pembubaran itu akan dikoordinasikan langsung oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. “Menteri Pertanian sudah diminta membuat surat rekomendasi pembubaran untuk disampaikan ke Kementerian Perekonomian. Nanti pembubarannya dilakukan di tingkat Menko,” kata dia.
Di mata kelompok lingkungan sendiri, para penandatangan IPOP juga tidak bersih dari praktik deforestasi. Produksi CPO dari Wilmar, Golden-Agri Resources (GAR), Royal Golden Eagle (RGE) dan Musim Mas masih tercemar TBS yang dipanen dari kebun yang ditanam ilegal di kawasan hutan lindung. “Kami kecewa,” ujar Nursamsu dari divisi pemantauan deforestasi WWF-Indonesia. AI