Ditunggu, Solusi Pemerintah soal Kedelai

Perajin tempe. Foto: Antara

Ketergantungan terhadap kedelai impor membuat Indonesia tidak berkutik. Bahkan, menghadapi aksi mogok produksi yang dilakukan perajin tahu-tempe yang dimulai pekan ini, pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. Ketiadaan instrumen untuk mengendalikan harga jadi alasan. Produksi kedelai lokal pun tak bisa diandalkan dan malah cenderung terus menurun.

Kisruh kedelai kembali terjadi dan pekan ini selama tiga hari (21-23 Februari), perajin tahu-tempe mulai melakukan aksi mogok produksi. “Aksi mogok produksi ini rencananya diikuti oleh perajin di Jabodetabek, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan wilayah-wilayah lainnya yang menjadi sentra produksi tahu-tempe,” ujar Ketua Gabungan Koperasi Perajin Tahu dan Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, Jumat (18/02/2022).

Aksi ini dilakukan untuk melampiaskan kekesalan para perajin dengan kondisi saat ini, di mana harga kedelai yang menjadi bahan utama produksi tahu-tempe, terus merangkak naik. Sementara produksi di dalam negeri, bukannya meningkat, malah cenderung menyusut. Dari target produksi komoditas utama Kementerian Pertanian Tahun 2022, produksi kedelai tahun ini hanya 0,20 juta ton, sementara kebutuhan tiap tahun jutaan ton.

Hanya saja, Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Yuris Tiyanto mengaku target produksi kedelai lokal tahun ini mencapai 1 juta ton. Produksi itu diperoleh dari 52.000 hektare (ha) luas lahan kedelai yang difasilitasi Kementan dan 600.000 ha melalui pendampingan dengan dana KUR perbankan. “Dengan anggaran yang terbatas, diharapkan selebihnya bisa dengan peran berbagai pihak, termasuk off-taker,” katanya, seraya mengakui produksi 1 juta ton pun masih kurang untuk memenuhi kebutuhan perajin tahu tempe.

Besarnya defisit kebutuhan kedelai tersebut yang jadi masalah ketika harga internasional melonjak seperti saat ini. Apalagi, pemerintah tidak punya instrumen untuk mengatasi gejolak harga, kecuali sekadar meminta dukungan importir kedelai agar bisa menjaga harga kedelai impor yang terjangkau. “Kemendag bersama seluruh pelaku usaha kedelai nasional akan terus berupaya menyediakan stok kedelai cukup untuk memenuhi kebutuhan industri perajin tahu dan tempe menjelang puasa dan Lebaran 2022. Pemerintah juga meminta dukungan importir kedelai untuk konsisten menjaga harga keekonomian kedelai impor tetap terjangkau di tingkat perajin tahu dan tempe,” tegas Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, pekan lalu.

Menyerahkan harga ke pasar ini nampaknya yang membuat dongkol perajin tahu-tempe. Pasalnya, menaikkan harga jual bukanlah solusi karena sifatnya sementara. Gakoptindo justru sudah lama mengusulkan penetapan harga jual kedelai dalam kurun waktu tertentu. “Kami ingin adanya penetapan harga kedelai dalam kurun waktu satu atau tiga bulan, sehingga perajin bisa berhitung lebih tepat lagi soal biaya produksi dan harga jual,” ujar Aip.

Sayangnya, usulan Gakoptindo ke Kemendag itu sampai kini belum ada tanggapan. Padahal, sekitar 170.000 perajin tahu-tempe di seluruh Indonesia berharap ada kebijakan yang bisa membantu mereka dalam menghadapi kenaikan harga kedelai. Apalagi, tanpa mogok produksi pun, banyak perajin kecil yang sudah stop produksi akibat keterbatasan modal. Duh. AI