Realisasi penyaluran pupuk subsidi tahun anggaran 2022, hingga 12 Februari 2022, sudah mencapai lebih dari 1 juta ton. Permintaan akan terus meningkat, terutama pada saat musim tanam mendatang April-September (Asep).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihak terus melakukan perbaikan dalam tata kelola pupuk subsidi. “Seluruh rekomendasi dari lembaga pemerintah untuk pembenahan pupuk subsidi juga telah diikuti,” katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (14/2/2022).
Namun, lanjut Syahrul, persoalan dalam penyaluran pupuk bersubsidi terus terjadi setiap tahun. Isu yang berkembang adalah kelangkaan. Padahal, alokasi pupuk bersubsidi memang jauh di bawah volume total yang diajukan petani dalam e-RDKK.
“Pupuk bersubsidi yang diajukan petani itu mencapai 24 juta ton, sedangkan kita (pemerintah) hanya mampu menyediakan 9 juta ton atau setara anggaran Rp23 triliun hingga Rp24 triliun. Ini masalah persepsi publik yang harus dibuka bahwa pupuk subsidi kita memang tidak cukup,” tegasnya.
Mentan mengatakan, isu yang sering terjadi adalah soal kelangkaan. Padahal, pupuk subsidi tidak pernah mengalami kelangkaan. Namun, penyediaannya yang memang di bawah dari total kebutuhan.
Rata-rata setiap tahun pemerintah hanya mampu menyiapkan 9 juta ton pupuk dari total yang diajukan petani 24 juta ton. Selain isu kelangkaan, disparitas harga pupuk antara subsidi dan nonsubsidi yang semakin lebar juga menimbulkan masalah.
“Jarak harganya terlalu jauh. Puluhan ribu rupiah bedanya, sehingga ini membuat ruang-ruang bagi penyelewenangan dan spekulasi bagi orang-orang yang ingin memanfaatkan situasi yang ada,” ujarnya.
Dia menegaskan, hal itu tidak boleh dibiarkan sehingga pemerintah harus menutup celah berbagai kemungkinan penyelewengan pupuk bersubsidi.
Pasalnya, penyediaan pupuk subsidi setiap tahun juga sudah kurang. “Tidak boleh dipermainkan lagi dan ini sudah kita lakukan. Saya berkali-kali berkomunikasi dengan Kapolri, Kabareskrim, bahkan hingga Kapolres untuk menangani kasus pupuk ini,” katanya.
Syahrul mengatakan, saat ini Kementan telah melakukan penyesuaian regulasi mengenai pupuk bersubsidi. Antara lain dengan pengurangan jenis komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi dari 70 komoditas menjadi 9 komoditas.
Jenis pupuk yang diberikan juga dibatasi menjadi hanya Urea dan NPK. “Meski begitu, tetap saja tidak akan cukup karena kebutuhan pupuk yang cukup tinggi dan harus direspons negara,” ujarnya.
Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, pengawasan terhadap pupuk subsidi pada khususnya perlu terus ditingkatkan untuk menghindari penyimpangan dalam seluruh alurnya.
Ali menjelaskan, pengawasan pupuk bersubsidi harus dilakukan bersama dengan melibatkan seluruh intansi terkait. Pengawasan pupuk subsidi dilakukan oleh Tim Pengawas Pusat serta Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP-3) tingkat provinsi, Kabupaten/Kota dan juga dilakukan oleh PT PIHC dalam alur distribusinya.
“Pengawasan terhadap pupuk ini harus dilakukan semua pihak, menjadi tanggung jawab bersama sesuai dengan mekanisme yang berlaku, sehingga pendistribusian pupuk subsidi di setiap daerah ini benar-benar tepat waktu dan tepat sasaran,“ jelas Ali.
Ditegaskan Ali, Kementan akan terus meningkatkan peran KP3 di seluruh tingkatan daerah hingga pusat untuk melakukan pengawasan peredaran pupuk.
KP3 mengawasi mulai dari pengadaan, ketersediaan, peredaran hingga penyaluran dan penggunaan pupuk. Jika ada penyimpangan segera laporkan kepada aparat hukum untuk ditindak tegas.
Realisasi Penyaluran
Ali Jamil menyebutkan, meskipun penyaluran pupuk subsidi masih terjadi penyimpangan, namun realisasi penyaluran sampai bulan Februari 2022 masih lancar. Data yang diterima dari Ditjen PSP mencatat, penyaluran sudah teralisasi sebanyak 1 juta ton atau 11% dari alokasi satu tahun sebanyak 9,1 juta ton.
Rincian pupuk subsidi yang sudah disalurkan itu adalah Urea sebanyak 513.381 ton, SP-36 sebanyak 32.180 ton, pupuk ZA baru sekitar 45.456 ton, pupuk NPK sebanyak 360.106 ton dan pupuk organik 58.072 ton.
Sedangkan NPK formula khusus 770 ton dan organik cair 13.532 ton.
Daerah dengan serapan terbanyak adalah Provinsi Jawa Timur mencapai 115.855 ton, kemudian Jawa Barat sebanyak 77.000 ton dan Jawa Tengah sebesar 72.000 ton.
Hingga 14 Februari 2022, stok nasional pupuk bersubsidi di pabrik dan distributor 1,01 juta ton. Rinciannya pupuk Urea tersedia 463.872 ton, pupuk NPK tercatat 243.484 ton, pupuk organik sebanyak 62.588 ton, pupuk SP-36 tercatat 79.277 ton, dan pupuk ZA sebanyak 160.999 ton.
Penyaluran pupuk bersubsidi, bisa didistribusikan ke semua lini sesuai dengan Surat Keputusan (SK) kepala daerah sebagai aturan turunan dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 41 Tahun 2021 yang mengatur alokasi pupuk bersubsidi tahun 2022. PSP
Benahi Tata Kelola Pupuk Subsidi dari Data Lapangan
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo meminta tata kelola pupuk subsidi harus dibenahi, mulai dari data di lapangan agar lebih valid dan akurat, hingga pengawasan yang ketat dari tingkat distributor ke masyarakat.
Firman menyebutkan, data pada sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) penerimaan pupuk subsidi sudah tidak akurat sejak pengumpulan data di lapangan.
Dia mensinyalir, tidak sedikit petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang mengumpulkan data tidak akurat lantaran setiap satu orang ditugaskan untuk mengakomodir tiga sampai empat desa, bahkan satu PPL untuk satu kecamatan.
PPL yang bertugas untuk mengumpulkan data e-RDKK, kata Firman, tidak mendapatkan insentif apa-apa sehingga banyak yang hanya menyalin data.
“Ini menimbulkan ketidakakuratan terhadap data yang ada, sehingga ada orang meninggal itu masih terdaftar sebagai petani yang mendapatkan pupuk subsidi, ada juga yang tidak berhak mendapatkan alokasi pupuk subsidi,” kata Firman di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Legislator dari Fraksi Partai Golkar ini juga melaporkan tidak sedikit masyarakat petani yang tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi juga terdaftar sebagai penerima bantuan. Padahal, tujuan program pupuk bersubsidi ditargetkan untuk petani yang tidak mampu yang memiliki luas lahan maksimal 2 hektare, yang dibuktikan dengan kepemilikan yang sah.
Namun, di lapangan juga terdapat petani yang memiliki lahan lebih dari dua hektare mendapatkan pupuk bersubsidi. Selain itu, ada pula petani yang komoditas tanamannya tidak termasuk yang mendapatkan bantuan pupuk subsidi, seperti singkong dan hortikultura, juga mendapatkan bantuan pupuk.
Hal lain yang turut jadi permasalahan dalam distribusi pupuk bersubsidi adalah penyelewengan stok pupuk. Firman mengungapkan, tidak sedikit oknum di tingkat distributor ke bawah yang menyelewengkan stok pupuk subsidi, yang kemudian dijual lagi sebagai pupuk komersil di pasaran.
Data yang tidak valid pada saat pengumpulan e-RDKK juga ditambah dengan anggaran pemerintah yang terus dipangkas dalam program pupuk bersubsidi kian memperparah tata kelola. Dari kebutuhan puluhan juta ton pupuk tidak terpenuhi karena keterbatasan anggaran.
“Jadi, antara kebutuhan dalam data e-RDKK — yang dengan catatan datanya tidak valid — kemudian di-matching-kan dengan alokasi anggaran pemerintah, itu tidak pernah ketemu. Artinya apa? Kesalahan terhadap masalah carut-marut pupuk ini bukan di industry, karena industri itu memproduksi pupuk sesuai dengan pesanan, kemudian didistribusikan kepada distributor sampai Lini III,” kata Firman.
Oleh karena itu, Firman berpendapat perlunya koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan untuk bisa menyelesaikan permasalahan pupuk secara bersama-sama, baik dari kementerian, produsen, distributor, DPR, hingga petugas pengawas di tingkat bawah.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Ali Jamil mengatakan, tata kelola pupuk subsidi terus dibenahi agar alokasi pupuk subsidi dapat dengan tepat sampai kepada penerima. Alokasi pupuk bersubsidi didasarkan pada usulan yang masuk ke dalam sistem e-RDKK.
Tata kelola pupuk subsidi dimulai dari perencanaan. Proses perumusannya dilakukan di unit terkecil, yakni kelompok tani. “Jadi, kelompok tani merumuskan berapa kebutuhan mereka selama setahun,” kata Ali.
Didampingi penyuluh, para petani kemudian menginput kebutuhan mereka ke dalam sistem e-RDKK. Nantinya, proses verifikasi akan dilakukan berlapis mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat pusat.
“Dari data usulan tersebut kemudian disesuaikan dengan pagu alokasi pupuk bersubsidi dan dibagi ke setiap provinsi. Sedangkan untuk sampai ke tingkat kecamatan diatur oleh SK kepala dinas kabupaten,” terang Ali.
Sejauh ini, data penerima pupuk subsidi tahun 2022 telah dilakukan pemutakhiran pada Juli-Oktober 2021. “Kami juga membuka waktu perpanjangan masa input e-RDKK pada 4-16 November 2021 yang lalu,” katanya. PSP