Kementerian Pertanian (Kementan) menaikkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2022 ini menjadi Rp90 triliun. Peningkatan itu dilakukan menyusul sukses penyaluran KUR tahun 2021 di atas target Rp70 triliun, yakni terserap Rp85,6 triliun (122%).
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo selalu mendorong pelaku usaha dan petani untuk memanfaatkan fasilitas KUR. Hal itu kembali disuarakan Mentan saat berkunjung ke beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, seperti Wajo, Jeneponto dan Sidrap, pekan lalu.
Mentan, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, meminta petani untuk mengakses KUR. Termasuk jika ada pelaku usaha yang akan mengembangkan integrated farming.
“Jika menengok serapan KUR pertanian tahun 2021, maka track record-nya terbilang cukup baik,” tegasnya. Dari target sebanyak Rp70 triliun, ternyata yang terserap mencapai Rp85,6 triliun atau 122%.
Meski ada perbedaan masing-masing subsektor, seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan hortikultura, namun tahun ini pemerintah menaikkan target serapan KUR menjadi Rp90 triliun.
Direktur Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), Indah Megahwati mengatakan, melihat serapan KUR tahun lalu sangat signifikan, maka pemerintah berharap tahun 2022 ini bisa mencapai target sebanyak Rp90 triliun.
Data Ditjen PSP, alokasi KUR tahun ini dialokasikan untuk tanaman pangan sebanyak Rp34,47 triliun, yang terdiri dari budidaya Rp20,64 triliun serta alat dan mesin pertanian (Alsintan) Rp13,83 triliun.
Sedangkan untuk hortikultura mencapai Rp10,09 triliun (budidaya Rp7,51 triliun, Alsintan Rp2,58 triliun); Perkebunan Rp26,08 triliun (budidaya Rp21,23 triliun, Alsintan Rp4,85 triliun); Peternakan Rp19,36 triliun (budidaya Rp11,16 triliun dan Alsintan Rp8,20 triliun).
Indah menyebutkan, setiap subsektor ada KUR untuk Alsintan. Ini dilakukan karena mulai tahun 2022 Kementan mempunyai program Taksi Alsintan.
Direncanakan, akhir Februari 2022 ini program Taksi Alsintan diluncurkan perdana di Sumatera Selatan (Sumsel) dengan basis klaster padi. “Dengan berbagai model yang kita lakukan, diharapkan serapan KUR tidak menurun, tapi akan terus meningkat,” katanya.
Dengan klaster KUR ini, Indah berharap akan makin menumbuhkan industri pertanian di daerah. Kementan menargetkan setiap provinsi tumbuh 10 industri pertanian, minimal 25 provinsi hingga 2024. Anggarannya berasal dari KUR.
Apalagi, lanjut Indah, Presiden Joko Widodo juga telah mengingatkan agar penyaluran KUR jangan sampai salah sasaran ke sektor yang tidak produktif.
Bahkan, Presiden juga mendapat laporan saat ini KUR lebih banyak terserap untuk sektor perdagangan. Untuk itu, Presiden meminta agar KUR bisa terserap lebih banyak ke sektor mikro, khususnya pertanian.
“Sesuai arahan Presiden, KUR memang harus mengena sasaran, terutama sektor yang produktif, terutama pertanian,” ujar Indah.
Karena itu, Kementan sejak 2020 terus mengawal penyaluran KUR. Misalnya, pada tahun 2015 serapan KUR sangat rendah hanya 24,78% dari target. Namun, dengan pengawalan, tahun 2021 serapan mencapai 122,3%.
Pembentukan 186 Klaster
Indah Megahwati mengatakan, pihaknya kini juga tengah mengidentifikasi pembentukan 186 klaster di beberapa daerah dengan potensi debitur kecil sebanyak 35.062 orang. Mereka terdiri dari petani dan pelaku UMKM yang terkait dengan sektor pertanian, pariwisata dan lainnya.
Beberapa klaster tersebut antara lain klaster jeruk di Selorejo, Malang; klaster hutan pinus di Ponorogo; dan klaster kakao dan mete di Nusa Tenggara Timur.
“Contoh lain klaster padi di Tangerang, yang mengarah pada eduagrowisata. Di Grobogan dan Klaten ada kedelai,” ujarnya.
Indah berharap, dengan KUR ini petani akan lebih mudah mendapatkan permodalan. Bahkan, pihaknya terus bersinergi dengan perbankan untuk membuat model permodalan KUR, salah satunya klasterisasi.
“Kita tahu, sesuai arahan Menteri Pertanian, dengan adanya refocussing anggaran, maka kita harus mencari kiat untuk mendapatkan pembiayaan pembangunan pertanian. Salah satunya, ya KUR ini,” tuturnya.
Ada beberapa tujuan pengembangan KUR klaster pertanian. Pertama, pembentukan klaster pertanian mendorong penyaluran KUR pertanian, karena mengurangi hambatan yang selama ini terjadi. Selain itu juga menciptakan ekosistem dari hulu ke hilir yang terintegrasi secara digital.
“Kita memang telah menyiapkan aplikasi, namanya Simpultan, di mana mana petani, offtaker dan penyalur dijadikan satu dalam ekosistem secara luas. Bisa 10 hektare (ha), 50 ha atau 100 ha, bahkan bisa 1.000 ha,” kata Indah, seraya menambahkan pihaknya telah membuat pilot project di NTT seluas 1.000 ha untuk tanaman pangan.
Kedua, petani dimudahkan mendapatkan akses pembiayaan KUR dari bank. Sebab, klaster pertanian dikelola berkelompok dan dimonitor oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) atau Poktan/Gapoktan yang berfungsi sebagai distributor sarana produksi pertanian.
Ketiga, BUMDES, Poktan/Gapoktan membantu memasarkan kepada pembeli potensial yang bertindak sebagai offtaker. BUMDES juga mengelola hasil pertanian dan pembayaran pinjaman petani penerima KUR.
Keempat, penyaluran KUR pertanian berbasis klaster juga akan meningkatkan kepercayaan bank untuk menyalurkan kredit kepada petani. “Ini kita sudah lakukan pada tahun 2021. Ada yang model cloose loop atau program Makmur Pupuk Indonesia,” ujarnya.
Indah mengatakan, ada beberapa upaya mendukung KUR klaster pertanian. Misalnya, mendorong pembentukan klaster pertanian dengan menciptakan ekosistem di kalangan petani yang mempermudah proses pengajuan, pencairan dan penjaminan kredit sampai proses pemasaran produk pertanian.
Upaya lainnya adalah mendorong kecukupan aspek teknis mulai ketersediaan bibit, pupuk, teknologi pengolahan hingga pemasaran guna membangun ekosistem terintegrasi. Selain itu, membentuk percontohan klaster pertanian. “Beberapa lokasi telah berjalan baik, salah satunya Kartu Petani Berjaya di Lampung dengan nilai KUR mencapai Rp81,38 miliar dengan 4.603 debitur,” tutur Indah. PSP
Terancam Kekeringan, Petani Gianyar Disarankan Ikut AUTP
Seluas 100 hektare (ha) sawah milik petani di Guwang dan Ketewel, Kabupaten Gianyar, Bali terancam kekeringan. Agar tidak menimbulkan kerugian, Kementerian Pertanian (Kementan) menyarankan kembali petani untuk ikut program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) atau asuransi pertanian.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, asuransi merupakan program proteksi bagi petani ketika mengalami gagal panen akibat perubahan iklim maupun serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).
“Pertanian itu merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim dan serangan OPT. Agar petani tidak mengalami kerugian saat gagal panen, maka AUTP akan memberikan pertanggungan kepada petani,” katanya.
Menurutnya, program asuransi pertanian merupakan upaya perlindungan bagi petani ketika menghadapi gagal panen. Asuransi pertanian memberikan perlindungan berupa pertanggungan, agar petani tetap memiliki modal untuk memulai kembali usaha pertaniannya.
“Asuransi pertanian merupakan program perlindungan bagi petani agar tenang dalam mengembangkan usaha pertanian mereka. Dengan mengikuti asuransi, petani tak perlu khawatir ketika mengalami gagal panen, karena mendapat pertanggungan,” tuturnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menambahkan, pertanggungan yang diberikan AUTP akan melindungi petani dari kerugian ketika gagal panen.
Petani akan mendapat pertanggungan sebesar Rp6 juta/ha/musim tanam. “Jadi, petani tak merugi. Mereka juga memiliki modal untuk memulai kembali budidaya pertanian mereka,” papar Ali.
Ali melanjutkan, program yang juga dirancang untuk menjaga tingkat produktivitas pertanian. Program AUTP ini menjaga petani agar tetap produktif meski mengalami gagal panen.
“Ketika terjadi gagal panen, petani tak kehilangan daya produktivitasnya. Mereka tetap dapat berproduksi sehingga kesejahteraan mereka juga terjaga,” papar Ali.
Dengan kata lain, Ali menyebut program AUTP ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, yakni menyediakan pangan bagi seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor.
Direktur Pembiayaan Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati menjelaskan masalah teknis jika petani mengikuti program AUTP ini. Pertama, petani harus terlebih dahulu tergabung dalam kelompok tani. “Lalu, mendaftarkan lahan yang akan mereka asuransikan,” papar Indah.
Mengenai pembiayaan, Indah menyebut petani cukup membayar premi sebesar Rp36.000/ha/musim tanam dari premi AUTP sebesar Rp180.000/ha/musim tanam.
“Sisanya sebesar Rp144.000 disubsidi pemerintah melalui APBN. Ada banyak manfaat dari program AUTP ini, yang tentunya dengan biaya ringan,” katanya. PSP