Duh, seluas 200.000 hektare mangrove rusak tiap tahun

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan seluas 200.000 hektare mangrove di Indonesia mengalami penurunan kualitas setiap tahunnya. Penyebabnya antara lain adalah deforestasi ekosistem pesisir, reklamasi, penurunan kualitas air, polusi, praktek budidaya yang tidak berkelanjutan serta eksploitasi kehidupan laut.

Demikian dinyatakan Menteri Nurbaya saat bersama dengan masyarakat melakukan penanaman mangrove dalam rangka peringatan Hari Bumi di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, Sabtu (22/4/2017).

Luas hutan mangrove di Indonesia saat ini tersisa 3,49 juta Ha yang tersebar di 257 kabupaten/kota. Namun, hanya 48% yang kondisinya masih dalam keadaan baik, sisanya dalam kondisi sedang atau rusak.

Menteri Nurbaya menjelaskan, pemerintah berupaya mengatasi kerusakan mangrove dengan merehabilitasi mangrove dan pantai. Pada tahun 2015, dilakukan rehabilitasi mangrove seluas 430 hektare. Untuk 2016 mengalami peningkatan seluas 497 hektare. Sedangkan tahun 2017 direncanakan rehabilitasi mangrove pada areal seluas 500 hektare. Jumlah ini akan bertambah signifikan dengan adanya keterlibatan berbagai pihak.

Menteri Nurbaya menyerukan semua pihak untuk bergerak merehabilitasi dan merestorasi mangrove secara bersama-sama. Pola kolaborasi ini melibatkan seluruh unsur warga negara Indonesia, mulai dari pemerintah, partai politik, pengusaha, komunitas, dan masyarakat.

“Upaya yg dilakukan pemerintah secara sendirian, tidak akan sebaik secepat dan sebanyak apabila itu dilakukan bersama-sama masyarakat,” jelas Menteri Nurbaya.

Lebih lanjut Menteri Nurbaya menjelaskan bahwa ekosistem mangrove sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Karena mangrove adalah ekosistem pesisir yang memiliki peran paling produktif di dunia. Mangrove dapat mendukung sektor perikanan, mengurangi erosi dan banjir, menjaga dan mengkonservasi keanekaragaman hayati. Mangrove juga menyimpan karbon sehingga tidak merusak struktur atmosfer, sehingga mencegah kenaikan suhu cuaca dan abrasi pantai.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Nurbaya juga mengungkapkan keprihatinannya terkait abrasi pantai yang terjadi di desa Bedono. Desa Bedono dahulu adalah daerah persawahan, tambak, dan kehidupan nelayan. Namun, sejak abrasi pantai, warga tidak dapat lagi hidup dari pertanian, tambak, dan nelayan. Sampai saat ini, empat dukuh telah menghilang di Desa Bedono akibat abrasi.

“Saya sangat prihatin dengan kondisi abrasi di pantai, dan itu terjadi hampir di seluruh Indonesia,” ungkap dia.

Menteri Siti menyarankan dua hal sebagai solusi untuk abrasi pantai, yaitu bersama-sama menjaga pemecah gelombang air laut, dalam hal ini adalah mangrove. Kemudian yang kedua adalah secara kolaborasi melakukan rehabilitasi dan restorasi mangrove.

Sugiharto