Singapura boleh jadi pihak luar yang paling rewel soal upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Maklum, negeri yang hanya sedikit lebih luas dari Jakarta itu selalu kebagian asap tiap kali bencana karhutla skala besar terjadi.
Yang menjadi tidak pantas adalah Singapura kerap melakukan manuver yang dinilai banyak pihak meginjak-injak kehormatan Indonesia sebagai negara berdaulat. Manuver Singapura ini juga yang membuat hubungan diplomatik antara Indonesia-Singapura mengalami pasang surut tajam.
Terbaru adalah langkah Singapura mencoba menahan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) karena dituding bertanggung jawab atas karhutla berdasarkan Undang-undang Lintas Batas Singapura, pada pertengahan 2016 lalu.
Tindakan melanggar kedaulatan itu dinilai pemerintah Indonesia juga tidak sesuai dengan perjanjian ASEAN untuk penanganan polusi asap lintas batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/AATHP). Pemerintah Indonesia makin kesal karena Singapura juga kerap menjelek-jelekan Indonesia di fora internasional soal upaya pengendalian karhutla yang sudah dilakukan. Sebagai respons, pemerintah Indonesia melakukan evaluasi semua kerja sama dengan Singapura di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tapi, sudah dua belakangan Singapura yang comel kini lebih kalem. Penyebabnya apalagi kalau bukan keberhasilan pemerintah Indonesia mengendalikan karhutla.
Menurut Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B Panjaitan di Jakarta, Selasa (10/10/2017), pemerintah Singapura sangat mengapresiasi capaian pengendalian karhutla Indonesia. “Singapura, dan negara-negara ASEAN lain sangat mengapresiasi Indonesia,” kata Raffles mengungkap hasil pertemuan negara-negara anggota (COP) AATHP ke 13 di Brunei Darusalam 12 September 2017 lalu.
Meski demikian, Singapura tak mau begitu saja melepas dominasi. Dalam pembahasan soal Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASEAN Specialised Meteorological Centre/ASMC), Singapura masih bertahan untuk memanfaatkan satelit miliknya sebagai rujukan.
Sementara Indonesia berharap lembaga meteorologi yang menjadi rujukan adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian LHK. Keinginan ini cukup logis. Apalagi, sekretariat AATHP akan berada di Indonesia. “Kita juga memiliki teknologi mumpuni untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam mengantisipasi asap lintas batas,” katanya.
Keinginan Indonesia untuk memanfaatkan data dalam negeri juga dalam rangka mengamankan berbagai informasi merugikan yang mungkin bocor ke negara lain.
Raffles menambahkan, apresiasi dunia internasional tak hanya datang saat COP AATHP. Pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan karhutla juga datang dari negara-negara lain di fora yang berbeda.
Berkurang drastis
Apresiasi terhadap kinerja Kementerian LHK dalam pengendalian karhutla juga datang dari kalangan akademisi. Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo menyatakan, selain adanya faktor alam di mana kemarau tidak berkepanjangan, keberhasilan pengendalian karhutla tak lepas dari kerja pemerintah.
“Kita harus apresiasi apa yang sudah dilakukan Kementerian LHK. Titik api berkurang drastis, kebakaran turun jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Dalam analisis Bambang, keberhasilan ini diwarnai oleh instruksi Presiden Joko Widodo soal pengendalian karhutla. Presiden Jokowi mengancam penanggung jawab wilayah TNI, Polri dan aparat lainnya bakal dicopot jika membiarkan karhutla terjadi. “Presiden selalu mengeluarkan instruksi. Mereka yang tidak berhasil mengendalikan karhutla dicopot,” kata Bambang.
Faktor lain yang menentukan adalah manajemen pengendalian karhutla yang dilakukan Kementerian LHK. Bambang menyatakan, manajemen pengendalian karhutla ternyata sangat efektif. Tim patroli di lapangan yang terdiri dari pasukan manggala agni, TNI, Polri, BPBD, perangkat pemerintahan setempat, dan masyarakat berhasil meningkatkan kesadaran untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
Tim tersebut juga bereaksi cepat untuk melakukan pengecekan lapangan saat hotspot terpantau satelit. Mereka juga dilengkapi dengan peralatan untuk pemadaman dini kebakaran sebelum api membesar.
Bambang juga menyatakan, informasi hotspot yang didapat satelit juga diinformasikan dengan detil kepada masyarakat, sehingga bisa memacu masyarakat untuk terlibat dalam pengedalia karhutla. “Manajemen karhutla seperti ini belum pernah ada sebelumnya. Ini harus terus diperbaiki agar karhutla selalu bisa dikendalikan di masa yang akan datang,” kata Bambang.
Satu lagi yang ikut menentukan keberhasilan pengendalian karhutla adalah perbaikan pengelolaan lahan gambut. Menurut Bambang, dengan lahan gambut terkelola lebih baik, maka mencegah munculnya karhutla dalam skala luas. Dia menyatakan, “Lahan gambut yang lembab dan basah mencegah munculnya api.”
Apresiasi juga datang dari para wakil rakyat di DPR. Menurut Ketua Komisi IV DPR, Edhy Prabowo, keberhasilan pengendalian karhutla harus dipertahankan. Untuk itu, dia menyatakan sudah sepantasnya jika Kementerian LHK memberikan alokasi anggaran tambahan untuk pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan.
Apalagi, tahun depan Indonesia akan menyelenggarakan perhelatan besar Asian Games. Jangan sampai acara tersebut terganggu gara-gara kabut asap.
“Bulan Agustus 2018, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games. Jangan sampai pelaksanaannya terganggu oleh bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, perlu kiranya ditingkatkan upaya dan anggaran pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kementerian LHK,” ungkap Edhy.
Untuk diketahui, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp8,03 triliun. Anggaran tersebut bersumber dari Rupiah Murni Rp6,5 triliun; Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp1,12 triliun; Hibah Luar Negeri Rp226,6 miliar dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp51,4 miliar. AI
Pengusaha Wajib Punya Regu Pengendali Karhutla
Kunci lain dari keberhasilan pengendalian karhutla adalah peran pelaku usaha yang mengelola hutan dan lahan. Mereka diwajibkan berperan aktif dan memiliki berbagai sarana dan prasarana memadai untuk pengendalian karhutla seperti tertuang pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No P.32 tahun 2016.
Menurut Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B Panjaitan, pemegang unit manajemen pengelolaan hutan, perkebunan dan pertambangan wajib memiliki minimal satu regu inti yang dilengkapi dengan berbagai peralatan pengendalian karhutla. Jika luas areal yang dikelola mencapai 100.000 hektare (ha), maka jumlah regu inti minimal ada dua. Jika luas areal kelola di atas 100.000 ha, maka jumlah regu inti minimal tiga.
Jika unit manajemen tersebut mengelola izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan tanaman industri, maka jumlah regu inti pengendalian karhutla harus dua kali lipatnya. “Ini adalah regu yang memang tugasnya untuk pengendalian karhutla. Tidak boleh dirangkap dengan tugas lainnya,” kata Raffles.
Berdasarkan inventarisasi awal, sebagian besar pemegang izin patuh dengan ketentuan tersebut. Raffles menyatakan, Kementerian LHK akan melakukan audit untuk memastikan ketentuan itu dipenuhi. “Jika tidak dipenuhi, unit manajemen terancam sanksi sesuai ketentuan,” kata Raffles. AI