Perang dagang yang terjadi antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China, mulai merembet dan menyerempet Indonesia, meski tidak secara langsung. Amerika tengah mengkaji pencabutan skema Generalized System Preferences (GSP) terhadap 124 produk asal Indonesia, termasuk kayu lapis. Yang patut dikhawatirkan, neraca perdagangan Indonesia dengan AS selalu surplus.
Neraca perdagangan surplus jelas berkah. Namun, jika surplus itu terjadi dengan Amerika, apalagi di bawah Presiden Donald Trump saat ini, Anda patut khawatir. Perang dagang antara AS dengan China salah satu pemicunya adalah surplus dagang China yang sangat besar. Dan, perang dagang itu kini mulai menyerempet Indonesia. Apalagi, neraca perdagangan 2017 Indonesia surplus 9,67 miliar dolar AS. Bahkan, neraca dagang Januari-April 2018, Indonesia juga sudah surplus 2,8 miliar dolar AS.
Ini yang membuat kebat-kebit pemerintah, termasuk pengusaha. Kekhawatiran pun makin tinggi ketika kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) tengah memproses pemberian fasilitas Generalized System Preferences (GSP), di mana 124 komoditi terancam dicoret dari daftar penerima. “Jika Indonesia tidak mendapatkan perpanjangan insentif tersebut dari AS, kinerja ekspor ke AS akan terpengaruh,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, pekan lalu.
Buat Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), surplus perdagangan dengan AS nampaknya lebih menyeramkan ketimbang pencoretan fasilitas GSP. Sejauh ini, produk kayu lapis Indonesia terus menguat setelah China terkena gebuk bea masuk hingga ratusan persen akibat kampanye perang dagang Trump, sementara plywood Indonesia masih terkena bea masuk rata-rata 8%. “Untuk kayu lapis Indonesia saat ini belum ada (tambahan bea masuk). Tapi muncul kekhawatiran (akan dikenakan tambahan bea masuk) seperti yang sudah terjadi pada produk besi dan alumunium,” kata Pengurus Apkindo bidang Pemasaran dan Hubungan Internasional, Gunawan Salim, Sabtu (14/7/2018).
Buat Indonesia, bahkan dunia, Amerika di bawah rezim proteksionisme Trump memang sulit ditebak. “Terus terang, AS dengan Presiden Trump saat ini sulit ditebak langkahnya. Kalau (neraca perdagangan) mengalami defisit banyak, langsung tambah bea masuk,” ujar Gunawan.
Itu sebabnya, Apkindo juga tidak yakin produk plywood dengan ketebalan 6 mm — yang dipertimbangkan bisa memperoleh GSP — bisa dikabulkan AS. Pasalnya, komoditi dengan nomor HS 4412.31.41 yang memberi devisa 176,3 juta dolar AS pada 2017 ini sudah menguasai 80,1% pasar. Oleh karena itu, dia menilai pentingnya lobi pemerintah dan pengusaha, yang dipimpin Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, ke Amerika pada 21-28 Juli.
“Kami akan menjelaskan bahwa plywood Indonesia bukan ancaman bagi AS,” kata Gunawan. Pasalnya, produk kayu lapis yang diproduksi Indonesia bukanlah produk sejenis yang juga bisa diproduksi oleh AS. Jadi, dipastikan tidak ada persaingan. AI