Ekspor Terlarang, Penyelundupan Rotan Marak

Larangan eskpor rontan mentah ternyata tidak bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh industri rotan dalam negeri. Yang terjadi malah memukul petani hutan dan menyuburkan praktik penyelundupan. Kini, opsi pembukaan keran ekspor rotan setengah jadi sedang dibahas.

Ketika Permendag No. 35.M-DAG/PER/11/2011 diberlakukan tahun 2011, yang melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi, Indonesia berharap bisa menguasai pasar dunia untuk produk mebel dan kerajinan berbasis rotan. Maklum, dengan penutupan ekspor itu, berarti Indonesia secara total menguasai seluruh 85% bahan baku rotan yang memang berasal dari negeri ini.

Tapi siapa sangka, larangan itu hanya menguntungkan industri mebel dan kerajinan, sementara petani menderita. Jika sebelum larangan ekspor harga rotan bisa Rp250.000/kg, kini harga rotan di tingkat petani tinggal Rp1.500/kg. Sementara industri mebel dan kerajinan rotan menikmati manisnya ekspor. Nilai ekspor mebel dan kerajinan berbasis rotan terus menanjak. Setahun sejak pelarangan, nilai ekspor melonjak tajam dari 117,22 juta dolar AS (2011) menjadi 202,68 juta dolar AS (2012). Angka itu terus naik menjadi 262,48 juta dolar AS (2013) dan 264,90 juta dolar AS (2014).

Namun, ini yang menarik, larangan ekspor rotan ditengarai malah menyuburkan aksi penyelundupan. Bayangkan, Singapura yang tak punya rotan ternyata mampu mengekspor bahan baku rotan. Dari data UN Comtrade, ekspor bahan baku rotan Singapura berturut-turut 13,942 juta dolar AS (2012), 13,123 juta dolar AS (2013) dan 10,017 juta dolar AS (2014). Bahkan di saat ekspor mebel dan kerajinan berbasis rotan Indonesia anjlok tinggal 159,3 juta dolar AS (2015) dan 157,9 juta dolar AS (2016), Singapura masih bisa mengekspor bahan baku rotan senilai 9,917 juta dolar AS (2015) dan 7,268 juta dolar AS (2016).

Itu sebabnya, ketika Kementerian Perdagangan sedang membahas opsi pembukaan ekspor rotan setengah jadi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberi dukungan. “Itu usulan lami kami,” ujar Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian LHK, IB Putera Parthama di Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Namun, rencana pembukaan ekspor rotan setengah jadi itu ditolak Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI). Menurut Wakil Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, “Penolakan itu semata demi melindungi keberlangsungan industri rotan dalam negeri yang sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku rotan,” ujarnya.

Sikap itu dibantah Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI). Pembukaan ekspor rotan setengah jadi diyakini malah bakal menggairahkan usaha pemanfaatan dan pengolahan rotan di tingkat hulu. Apalagi, larangan ekspor malah menyuburkan penyelundupan dan menyengsarakan petani. Jadi, dibutuhkan solusi yang win-win, bukan menang-kalah. AI