Penggilingan padi skala kecil kurang diperhatikan pemerintah. Padahal, terdapat banyak penggilingan padi kecil yang tersebar di desa-desa dan bisa dioptimalkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso menjelaskan sebagian penggilingan padi terbesar yang tersebar di desa-desa adalah penggilingan kecil.
“Penggilingan padi itu begitu banyak 94% penggilingan yang kecil. Ini adalah pendekatan pemerintah dari jaman dulu di bangun kecil-kecil tersebar di desa-desa tapi sayang banyak pikiran yang kecil itu supaya tetap kecil,” kata Tarto saat acara Telaah Kritis Industri Perberasan Nasional, Jakarta (05/10/2017).
Jumlah penggilingan padi berdasarkan kapasitas terpasang tiga jenis yaitu pertama, penggilingan padi kecil (PPK) dengan total 94.13% menghasilkan produksi 1,5 ton/jam. Kedua, penggilingan padi menengah (PPM) sebanyak 4,74%. Ketiga, penggilingan padi besar (PPB) 1,14%.
Tarto menambahkan, ada kesan kebijakan selama ini seolah-olah menginginkan penggilingan padi kecil tetap kecil. Penggilingan padi kecil terkesan dijaga hanya untuk memproduksi gabah pecah kulit saja dengan kualitasnya kurang baik.
“Contohnya penggilingan padi yang kecil itu silahkan memproduksi pecah kulit saja. Alasannya tidak efisien, kualitas kurang baik dan seterusnya,”jelasnya.
Padahal, lanjut Tarto, kekuatan penggilingan padi kecil di Indonesia sekarang 3 kali lipat dari kemampuan produksi gabah. Ini bisa berdampak pada harga yang tidak terlalu mahal.
Sutarto juga mengungkapkan, ada kebijakan yang tidak konsisten dari semula mendorong penggilingan kecil sekarang lebih fokus kepada yang besar. Hal tersebut dikarenakan dengan alasan yang penggilingan padi kecil tidak efisien, tidak berkualitas dan seterusnya.
“Seharusnya pemerintah memperhatikan melirik yang kecil seperti waktu saya di Bulog. Sebelum saya itu cenderung kerjasama dengan yang besar-besar. Kenapa, karena gampang tinggal angkat telpon,”jelasnya.
Tarto menjelaskan, pemerintah itu dibodohi dikarenakan PPB menyebar karung ke PPK. Hal tersebut perlu adanya perubahan kebijakan yaitu dengan jaringan semut dimana pemerintah harus bekerja dengan seluruh penggilingan terutama yang kecil diberikan fasilitas.
“Saya diajak ke salah satu wilayah dimana yang besar-besar ini nyebar karung ke yang kecil-kecil. Kalian itu dibodohi makanya saya ubah kebijakannya dengan jaringan semut,” jelasnya.
Tarto menambahkan, jika menggunakan strategi yang baik dan benar maka akan berdampak pada penyediaan stok beras yang memadai.
“Pada tahun 2012 itu adalah pengadaan tertinggi Bulog dan belum terpecahkan. Salah satunya itu yang dikerjakan, apalagi untuk 17 juta merem saja dapat. Kalau pemerintah menggunakan stategi yang benar,” ungkapnya.
Tarto menjelaskan, konsep implementasi dimana peran Pemerintah Daerah, petani, penggilingan padi, bank dan asurasi dapat merealisasikan sinergi dalam pengelolaan industri perberasan menjadi klaster atau kawasan.
Hal tersebut akan berdampak pada suppliernya bulog dan petani dapat pinjaman ke bank. Jika ini tidak terealisasi dengan baik maka tidak akan pernah bisa diberikan pinjaman bank.
“Sehingga revitalisasi penggilingan menjadi satu keharusan dalam rangka yang disebut dengan corporate di tingkat petani ya, di sini,”katanya.
Terkait aturan HET, Tarto menjelaskan, hal tersebut memberikan kegembiraan kepada petani. Selain itu, sebenarnya istilah premium dan medium adalah salah. Pasalnya, medium dengan derajat sosoh 95%, broken 25%. Sedangkan, premium diharapkan derajat sosoh 100% padahal hanya kelihatannya yang bagus tapi vitaminnya sudah berubah.
“Padahal premium cuma kelihatanya yang bagus mengkilat padahal vitaminnya sudah di ubah ini namanya salah kaprah. Mestinya itu yang lebih berkualitas itu yang masih derajat sosohnya kira-kira 85%. Memang di simpan lebih awet kalau 100% jangan disimpan beras semestinya yang disimpan gabah,”tegasnya.
Terakhir lanjut Tarto, untuk meningkatkan kesejahteraan petani diperlukan trobosan. Pasalnya petani kecil dapat memilah produksi dan ekonomi pedesaan dengan penggilingan padi sebagai pengelola corporate. Hal tersebut dibuat kawasan klaster padi dari coporate padi yang ada sekarang ini.
“Menjadikan pemasok stok beras nasional makin banyaknya. Stok bulog makin gampang untuk mendapatkan jumlah yang diharapkan,”pungkasnya. Sabrina