Siap-siap, Pupuk Subsidi Dihapus

Di tengah krisis harga pupuk dunia, Indonesia sedang menggodok rencana penghapusan beberapa jenis pupuk yang harus disubsidi. Jika Panitia Kerja (Panja) Pupuk DPR menyetujui, maka petani harus siap-siap membeli sejumlah pupuk — yang selama ini disubsidi pemerintah — dengan harga pasar. Pupuk yang disubsidi pemerintah tinggal urea dan NPK.

Alokasi pupuk bersubsidi nampaknya akan terus berkurang seiring masalah keterbatasan anggaran yang dihadapi pemerintah. Bahkan, pemerintah kini sedang menunggu keputusan Panitia Kerja (Panja) Pupuk Komisi IV DPR yang akan memutuskan pengurangan jenis pupuk yang harus disubsidi. Jika selama ini petani memperoleh subsidi pupuk untuk jenis urea, NPK, SP-36, ZA dan pupuk organik, rencananya pupuk yang disubsidi tinggal urea dan NPK.

“Jika Panja Pupuk Komisi IV DPR sudah ketuk palu, maka subsidi pupuk hanya untuk urea dan NPK saja. Tapi kita masih tunggu keputusan Panja Pupuk. Jika Panja Pupuk belum memutuskan, maka subsidi pupuk tahun depan seperti tahun 2021,” kata Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Muhammad Hatta, Jumat (29/10/2021).

Namun, anggota Panja Pupuk Komisi IV DPR, Firman Subagyo menilai lebih baik subsidi pupuk diberikan langsung kepada petani ketimbang dihapuskan. Apalagi sekarang sudah ada Kartu Tani. “Daripada dihapuskan, lebih baik subsidi dialihkan langsung kepada petani. Pengalihan diberikan kepada petani yang sudah punya Kartu Tani. Ketika sudah waktunya untuk menebus pupuk, uang di Kartu Tani dapat dicairkan. Dengan cara begitu, pupuk tersebut tepat sasaran,” tegasnya.

Firman meminta pemerintah mengevaluasi sistem distribusi pupuk bersubsidi. Pasalnya, di lapangan masih banyak ditemukan masalah di distributor dan pengecer. “Dari pabrikan sudah benar. Tapi pupuk subsidi ternyata tidak sampai kepada masyarakat yang berhak. Fakta di lapangan (penyimpangan) terjadi di distributor dan pengecer,” ujarnya, seraya menyebut beberapa pengecer dan toko-toko menganggap pupuk bersubsidi sebagai barang dagangan pada umumnya, sehingga dijual dengan harga pasar.

Namun, pemerintah dan DPR diminta hati-hati dengan rencana penghapusan sejumlah pupuk bersubsidi karena potensi ancamannya yang besar terhadap produktivitas tanaman. Selain itu, Wakil Sekjen Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Zulharman Djusman juga menilai kemungkinan terjadinya pergerakan besar petani karena mereka tidak lagi mendapat pupuk yang diinginkan. “Harga pupuk menjadi mahal karena permintaan meningkat. Jika ini terjadi, petani makin sulit. Hal ini harus diantisipasi oleh pemerintah,” tegasnya, Rabu (3/11/2021).

Selain itu, pemerintah harus melihat kondisi lapangan terkait penghapusan tiga jenis pupuk bersubsidi tersebut. Pasalnya, kata dia, “Kondisi lapangan berbeda, sehingga komposisi pupuk pun berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kebutuhan pupuk di Indonesia tidak semuanya sama dan komposisi pupuk tersebut harus menyesuaikan dengan masing-masing daerah,” tegasnya. Kalaupun tak ada pilihan lain, maka penghapusan harus dilakukan bertahap, tidak sekaligus, tandasnya. AI