Food Estate Sukses Sediakan Pangan di Masa Pandemi

Salah satu program utama pemerintah yang dirancang untuk mempersiapkan ketahanan pangan nasional adalah food estate. Program ini dijalankan di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Program tersebut juga merupakan respons Indonesia atas laporan Food and Agriculture Organization (FAO).  Organisasi pangan dunia ini telah memberikan peringatan dini kepada seluruh pemimpin negara mengenai kemungkinan buruk dampak pandemi COVID-19 terhadap ketahanan pangan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak menampik jika ketahanan pangan nasional merupakan tujuan utama dari program food estate atau lumbung pangan. Ketersediaan pangan yang memadai untuk seluruh rakyat menjadi fokus utama kementeriannya.

“Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional, yaitu menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor,” katanya.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Ali Jamil mengatakan, program food estate yang dirancang sejak tahun lalu memiliki target pencapaian hingga tahun 2024.

“Ada beberapa target capaian yang ingin kita raih hingga tahun 2024 mendatang,” katanya. Pertama, lanjut Ali, terlaksananya penataan ruang dan pengembangan infrastruktur wilayah untuk kawasan sentra produksi pangan yang berkelanjutan.

Kedua, meningkatnya produksi, indeks pertanaman dan produktivitas pangan melalui pertanian presisi,” paparnya. Capaian ketiga adalah terbangunnya sistem logistik, pengolahan dan nilai tambah, distribusi dan pemasaran berbasis digital.

Keempat, terbangunnya korporasi petani yang mampu dan berdaya guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani. “Terakhir, meningkatnya daya dukung ekosistem hutan dan gambut untuk mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan,” paparnya.

Ali menambahkan, pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah sebagai wilayah pengembangan food estate memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan agroekosistem lainnya, seperti lahan kering atau tadah hujan.

Ali Jamil menyebutkan, setidaknya ada delapan keunggulan, di antaranya ketersediaan lahan cukup luas, sumber daya air melimpah, topografi relatif datar, akses ke lahan dapat melalui sungai dan sudah banyak jalan darat serta lokasi ini lebih tahan deraan iklim.

Selain itu, rentang panen juga panjang, khususnya padi — bahkan dapat mengisi masa paceklik di daerah bukan rawa — keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah cukup kaya, dan mempunyai potensi warisan budaya dan kearifan lokal yang mendukung.

“Sejak tahun 2020, progres kegiatan pengembangan Food Estate Kalteng dari aspek infrastruktur irigasi, Kementerian PUPR sudah mulai melakukan rehabilitasi infrastruktur irigasi pada luasan 2.000 hektare (ha) di wilayah Kecamatan Dadahup,” katanya.

Tahun 2021 ini, Ali melanjutkan, Kementerian PUPR fokus pada kegiatan rehabilitasi infrastruktur irigasi di wilayah Blok A seluas 43.503 ha. “Saat ini sedang berjalan kegiatan konstruksi perbaikan jaringan irigasi,” jelasnya.

Untuk kegiatan intensifikasi lahan, Ali menyebutkan bahwa saat ini kondisi pertanaman tahun 2020, dari target 30.000 ha (di Kabupaten Kapuas 20.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha), progres panen saat ini seluas 25.878 ha (86,26%) dan menghasilkan produksi sebanyak 101.463 ton.

“Sedangkan untuk kondisi pertanaman tahun 2021, dari target 14.135 ha, pertengahan Agustus ini akan memasuki masa panen,” papar Ali. Untuk kegiatan ekstensifikasi lahan, dari target 22.500 ha (Kabupaten Kapuas 18.500 ha dan Pulang Pisau 4.000 ha), saat ini sedang dilaksanakan kegiatan konstruksi yang meliputi kegiatan land clearing, land leveling, pembuatan saluran irigasi tingkat usaha tani, dan pembuatan pematang.

IPB Nilai Berhasil

Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi menilai program food estate menjadi salah satu program utama pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional menuai hasil yang positif.

Menurut dia, tolak ukur yang utama keberhasilan food estate yakni realisasi luas tanam dan panen yang tinggi, meningkatnya produksi, indeks pertanaman dan produktivitas.

“Dari target ditanam 30.000 ha, itu sudah ditanam dan dipanen. Hasilnya kisaran 4 ton/ha,” katanya, di Bogor. Oleh karena itu, dia menampik adanya pandangan dari pihak tertentu yang menyebutkan gagalnya food estate, khususnya di Kalteng, yakni Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas.

Menurut dia, keberhasilan produksi dengan hasil tersebut menunjukkan kondisi lahan rawa mineral memenuhi syarat untuk tumbuh, syarat kondisi kualitas air irigasi yang ada juga memenuhi syarat, infrastruktur dan kesiapan petani juga tersedia di lokasi food estate di dua kabupaten tersebut.

“Jadi, menilai keberhasilan itu langsung cek outcome saja, berhasil dan berproduksi tidak? Ini kan sudah kasat mata, terlihat hasil panennya. Kalau berhasil panen, berarti aspek kondisi lahan, air, agroklimat dan kesiapan petani sudah terpenuhi,” tegasnya. PSP

Akademisi Nilai Food Estate Berjalan Baik dan Tepat

Akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menilai, program lumbung pangan atau food estate yang dikembangkan pemerintah di Kalimantan Tengan (Kalteng), Sumatera Utara (Sumut) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), suatu langkah yang tepat untuk penyediaan pangan masyarakat di masa mendatang.

Nasir Darmae, akademisi Universitas Palangka Raya menilai, program food estate sudah berjalan dengan baik. Program ini dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan.

Nasir menilai, beberapa pandangan yang menyatakan program ini gagal merupakan pandangan keliru. Sebab, katanya, ada perbedaan mendasar dari implementasi pertanian di lahan gambut dibanding lahan lainnya.

“Saya kira bagi yang tak paham mengenai pertanian di lahan gambut — yang mungkin beranggapan sama seperti lahan mineral, irigasi pasang surut dan persoalan lain yang menyangkut kualitas dan kuantitas petani — pendapat itu akan sangat tidak sesuai konteks,” tegasnya.

Dia mengajak semua pihak ikut terlibat dan mendukung program food estate yang dimulai dengan perencanaan yang baik. “Mari kita maju selangkah demi selangkah, melakukan perluasan dengan penuh kehati-hatian,” ujar Nasir.

Menurut dia, petani merupakan orang yang tahu persis kondisi dan situasi lahan pertanian mereka. Petani tahu betul kapan harus menanam, pupuk apa yang digunakan, bagaimana strategi menghadapi kekurangan atau kelebihan air dan juga obat-obatan yang diperlukan. Bahkan, untuk varietas padi yang ditanam petani juga harus diajak berunding.

“Pertanian padi di tanah yang asalnya adalah lahan rawa gambut perlu waktu 5 hingga 15 tahun untuk membuatnya suitable (cocok),” kata Nasir.

Untuk yang gambut, persoalannya begitu ruwet. Perlu waktu untuk membuat tanahnya menjadi suitable untuk padi, yang mana sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas air, kematangan tanah gambut yang ditandai dengan pH yang masih di bawah 4, bahkan hanya 3.

Dia menilai, apa yang dilakukan Kementan dengan melakukan intensifikasi lahan atau mengoptimalkan lahan rawa pada kawasan food estate ini merupakan langkah tepat.

Food Estate Dibutuhkan

Sementara akademisi Universitas Tanjungpura (Untan), Kalimantan Barat, Sulakhudin menilai food estate memang dibutuhkan dan diperlukan sebagai penyedia lumbung pangan nasional.

Food estate bagi negara agraris adalah keniscayaan,” katanya, Kamis (26/8/2021). Selama ini, penyediaan pangan sebagian besar dipenuhi dari Pulau Jawa. Namun, karena pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan industri, maka daerah Jawa menjadi kewalahan menyediakan cadangan pangan untuk masyarakat.

Program food estate pun dialihkan ke luar Pulau Jawa, khususnya di Kalimantan dan wilayah Indonesia bagian timur.

Sulakhudin menyebutkan, tingkat kesuburan tanah di Pulau Jawa (termasuk Bali dan Lombok) diibaratkan pada level bintang lima. Sedangkan Pulau Sumatera pada level bintang empat.

Pulau Sulawesi dan Papua pada level bintang tiga, Pulau Kalimantan dan seputar NTT pada level bintang dua. Jadi, membangun lumbung pangan di Pulau Kalimantan dan seputar NTT setara perbandingan bintang lima dan bintang dua.

“Artinya, banyak masalah yang harus diselesaikan dan butuh waktu serta ketekunan para pihak dalam menanggulanginya,” tegasnya. Menurut dia, Pulau Kalimantan mempunyai level kesuburan tanah terendah se-Indonesia, karena hampir tidak ada sumber gunung api aktif yang memproduksi mineral hara tanah. PSP