Gambut Boleh Dikelola Lagi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya membolehkan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG), yang masuk dalam kawasan lindung, untuk dikelola kembali. Perubahan ini akan menyelamatkan jutaan hektare hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan yang sudah berjalan selama ini.

Inilah perubahan terbaru terkait pro-kontra pengaturan kawasan gambut, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP gambut). Melalui  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No P.10 tahun 2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut — yang diteken Menteri LHK Siti Nurbaya pada 20 Maret 2019 — lahan gambut yang masuk dalam fungsi lindung masih bisa dimanfaatkan dengan sejumlah persyaratan.

Padahal, berdasarkan PermenLHK P.17/2017 tentang Perubahan Atas PermenLHK P.12/2015 tentang Pembangunan HTI, jika dalam areal konsesi HTI terdapat fungsi lindung ekosistem gambut, maka areal tersebut wajib dipertahankan dan terlarang dimanfaatkan. Akibatnya, berdasarkan data Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dengan fungsi lindung yang sudah ditetapkan pemerintah, ada sekitar 1 juta ha yang telah dibebani izin HTI dan 1 juta ha izin perkebunan. Pengusaha yang terlanjur menanam di lahan ini hanya diberi toleransi satu kali daur saja. Setelah itu, lahan terlarang total dibudidayakan.

Keputusan mematikan ini yang kemudian digugat Dewan Pimpinan Daerah Provinsi Riau-Konfederasi Pekerja Seluruh Indonesia (DPD Riau-K SPSI) ke Mahkamah Agung (MA). MA pun mengabulkan gugatan judicial reveiw ini, terutama Pasal 1 angka 15 d, Pasal 7 huruf d, Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C ayat (1), Pasal 8D huruf a, Pasal 8E ayat (1), pasal 8G dan Pasal 23A ayat (1) PermenLHK P.17/2017. Pasal-pasal itu dinyatakan bertentangan dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dari sinilah akhirnya KLHK menerbitkan PermenLHK P.10/2019. “MA sudah mengabulkan judicial review terhadap PermenLHK P.17/2017. Kami menghormati hal itu. Makanya, kami kini mengeluarkan PermenLHK P.10/2019,” kata Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, Jumat (26/4/2019).

Yang menonjol dari aturan ini ada di pasal 8, yakni areal di luar puncak kubah gambut dapat berada pada fungsi lindung maupun fungsi budidaya ekosistem gambut. Selanjutnya dinyatakan bahwa areal di luar puncak kubah gambut, dapat dimanfaatkan. “Bisa dimanfaatkan, tapi wajib menjaga fungsi hidrologis gambut,” tegas Bambang.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto kontan menyambut baik terbitnya beleid baru yang memberi kepastian usaha ini. “APHI mengapresiasi terbitnya PermenLHK P.10/2019,” katanya. Dia juga sedang menghitung lagi areal HTI yang sempat terlarang dan kini bisa dimanfaatkan lagi. “Saat ini sedang dalam proses,” katanya.

Ketua Umum Himpunan Gambut Indonesia, Profesor Supiandi Sabiham juga mendukung keputusan KLHK. Menurut dia, dipandang dari sisi keilmuan, PermenLHK P.10/2019 sudah sangat sesuai. “(Permen LHK P.10/2019) ini sudah sangat baik dan komprehensif untuk bisa dijadikan pengelolaan gambut ke depan,” katanya. AI

Baca juga:

Sejumlah Syarat Wajib Dipenuhi

Pro-Kontra Kembali Mencuat