Kinerja Perum Bulog dalam membantu memenuhi kebutuhan bahan pokok masyarakat Indonesia telah memberikan hasil yang menggembirakan. Hal ini tercermin dari stabilisasi harga beras dan gula di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui, saat ini pasokan beras di dalam negeri cukup besar sehingga harga bahan pangan tersebut tidak mengalami gejolak di pasar.
“Pasokan beras di dalam negeri berjalan baik. Kita bahkan punya stok beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga bulan Mei nanti,” ujar Enggartiasto, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Mendag Enggartiasto, stabilnya harga beras di pasar saat ini tak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam menyerap beras di lapangan sehingga stok bisa meningkat.
Dijelaskan, pemerintah melalui Perum Bulog akan terus melakukan penyerapan beras di dalam negeri negeri guna menjaga agar kebutuhan di dalam negeri teteap terpenuhi. “Kami juga memiliki harga referensi. Jika harga beras berada di atas ceiling price, maka kita akan guyur ke pasar melalui operasi pasar,” jelasnya.
Selain beras, kemampuan Perum Bulog dalam mengelola komoditas gula juga telah membuat harga gula di pasar dalam negeri tetap stabil. “Harga gula di dalam negeri saat ini mulai mengalami penurunan,” kata Enggartiasto.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan akhir Agustus lalu telah memberikan izin impor gula mentah (raw sugar) kepada Perum Bulog sebanyak 267.000 ton. Selain itu, Kemendag juga memberikan izin impor raw sugar sebanyak 114.000 ton kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII.
Pemberian izin khusus kepada Perum Bulog untk mengimpor raw sugar itu sempat mendapat protes sejumlah kalangan, terutama petani gula, mengingat aturan yang ada tidak memungkinkan Perum Bulog untuk mengimpor raw sugar.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula disebutkan, impor raw sugar hanya dapat dilakukan oleh pemilik API-P. Adapun Bulog hanya memiliki angka pengenal importir umum (API-U).
Perpres
Walaupun begitu, pemerintah tetap kukuh dengan beralasan kalau penunjukan Perum Bulog itu sah karena payung hukum yang digunakan adalah Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Regulasi itu menyebutkan pemerintah dapat menugaskan Bulog menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gula.
Perum Bulog sendiri mengaku telah meralisasikan imporasi raw sugar itu — yang akan habis masa berlakunya pada akhir tahun 2016. Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, impor raw sugar telah dilakukan Perum Bulog dengan membeli raw sugar dari negara-negara produsen gula.
Gula mentah ini kemudian diolah oleh industri gula rafinasi di dalam negeri. Menurut Djarot, ada lima industri gula rafinasi yang membantu Perum Bulog dalam mengolah raw sugar menjadi gula putih.
Sebenarnya, ada 11 industri gula rafinasi di dalam negeri yang punya potensi untuk membantu Perum Bulog dalam menggiling raw sugar tersebut. Namun, 6 perusahaan di antaranya belum dapat membantu Bulog. Menurut Djarot, hal ini lebih dikarenakan banyaknya jumlah gula yang akan digiling oleh 6 perusahaan lainnya.
“Jadi, rafinasi gula di Indonesia ada 11 pabrik. Kita tawarkan bahwa kami dapat gula. Ternyata dari 11 pabrik masih memproses raw sugar masing-masing. Makanya dari 11 pabrik, kami dapat 5 yang siap giling raw sugar,” papar Djarot belum lama ini.
Gula itu kemudian dijual Perum Bulog ke pasar dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12.500/kg. Harga itu sesuai dengan yang ditargetkan Presiden Jokowi.
Namun, dalam penyaluran komoditas gula ini, Perum Bulog agak tercoreng dengan ditemukannya dugaan aksi penyuapan dalam penunjukkan distributor gula di Padang, Sumatera Barat.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua DPD Irman Gusman dan menangkap pengusaha yang memberikan suap.
Oplosan beras
Sementara untuk komoditas beras, Perum Bulog juga ikut tersandung dengan adanya kasus oplosan beras yang membuat kepala Divisi Regional DKI Jakarta dan Banten harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menangkap seorang pelaku pengoplos beras. Pelaku yang diketahui berinisial A ini diciduk di sebuah gudang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. Dalam penggerebekan pada Rabu 5 Oktober 2016, polisi menyita ratusan ton beras yang telah dicampur. Menurut pihak kepolisian, terdapat beras kurang lebih 200 ton, di mana sekitar 68 ton di antaranya adalah beras subsidi (raskin).
Dua kasus yang terkait dengan Perum Bulog ini, diyakini sebagian kalangan menjadi salah satu sebab digantinya Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu pada Selasa pekan lalu.
Agro Indonesia sendiri belum bisa mengkonfirmasi alasan penggantian Wahyu karena Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti tidak bisa dihubungi. Agro Indonesia berusaha menghubungi Djarot via handphone, namun tidak ditanggapi. Begitu juga pesan singkat yang dikirim lewat WA maupun SMS, hingga akhir pekan lalu belum dibalas oleh Dirut Perum Bulog maupun Sekretaris Perusahaan Perum Bulog.
Terkait dengan kegiatan oplosan beras, Ketua Koperasi Pedagang Beras Pasar Induk Cipinang Jaya (Koppic Jaya), Zulkiffli Rayid menyatakan, kegiatan mengoplos beras sebenarnya merupakan hal yang biasa bagi pedagang beras.
Misalnya, beras Thailand atau Vietnam yang rasanya hambar, jika tidak dioplos dengan beras lokal tentu tidak akan laku. “Begitu juga beras yang kadar airnya 14%, bisa dioplos dengan beras yang kadar airnya 16%,” paparnya.
Kegiatan mengoplos beras, ungkapnya, sejak dulu tidak bertentangan dengan hukum karena tidak ada aturan yang melarang kegiatan oplos beras. Beras yang dioplos adalah beras dari dua jenis yang memiliki selisih harga tipis.
“Lain halnya bila beras yang dioplos itu adalah dua jenis beras yang memiliki selisih harga cukup besar. Misalnya beras dengan harga Rp8.000/kg dicampur dengan harga beras Rp11.000/kg kemudian dijual dengan harga Rp11.000/kg. Ini salah” ujar Zulkifli.
Begitu juga jika beras yang dioplos adalah beras khusus untuk rakyat miskin atau raskin, yang dijual dengan harga khusus, jka dioplos dengan beras lain kemudian dijual dengan harga mahal, ungkap Zulkifli, adalah suatu kesalahan.
Sementara pedagang beras di Cipinang, ungkapnya, kebanyakan hanya mengoplos beras dengan harga yang tidak jauh berbeda. Misalnya, beras dengan harga Rp8.000/kg dioplos dengan beras yang harganya Rp9.000/kg. Kemudian si pedagang menjualnya dengan harga Rp8.600 hingga Rp8.700/kg.
Food Station
Zulkifli mengatakan, akibat kekurangpahaman terhadap apa yang terjadi di lapangan, banyak pedagang di Pasar Induk Cipinang yang diperiksa Bareskrim Polri. Tidak hanya pedagang, dalam kasus ditemukannya kegiatan oplosan beras subsidi, pihak aparat hukum juga telah memeriksa jajaran direksi PT Food Station Cipinang.
Food Station memang memiliki kaitan erat dengan peredaran beras di DKI Jakarta. Pasalnya, berdasarkan keputusan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Food Station ditunjuk sebagai pihak yang bertanggungjawab atas peredaran dan stabilisasi harga beras di Jakarta.
Menurut Zulkifli, akibat penunjukan Food Station sebagai pihak yang terjun langsung dalam peredaran dan pendistribusian beras itu, muncul ketidakpuasan di kalangan pedagang. Hal ini terjadi karena pihak Food Station lebih memperhatikan pihak tertentu dalam penyaluran beras.
“Dulu, pihak Food Station hanya sebagai pembina pedagang, tanggungjawab peredaran beras ada di tangan Perum Bulog,” paparnya.
Menurutnya, untuk menjaga stabilisasi harga beras di pasar, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (BUMD) tidak terpaku pada penyaluran beras ke pedagang-pedagang besar saja. Koperasi pedagang juga perlu dimanfaatkan.
“Selama ini, dalam melakukan kegiatan operasi pasar, koperasi pedagang pasar lah yang diberikan peranan penting. Pedagang-pedagang kecil yang menyalurkan beras OP itu,” jelasnya.
Dengan jaringan yang begitu luas, Zulkifli menyatakan kalau 99% koperasi pedagang sangat siap jika ditunjuk atau diberi peran lebih besar dalam penyaluran beras di dalam negeri. Untuk itu dia menginginkan agar Perum Bulog dan Food Station mau memberikan porsi lebih besar kepada koperasi dalam menjaga stabilisasi harga beras. B Wibowo