Pandemi COVID-19 membuat kita semua harus menjaga jarak untuk menekan penyebarannya. Meski demikian, penyakit yang disebabkan oleh virus korona itu bisa dilawan jika kita semua bersatu dan bersinergi.
Apa yang dilakukan Penyuluh Kehutanan, kelompok tani hutan (KTH), dan Bakti Rimbawan bisa menjadi contoh. Mereka bahu-membahu, bergotong-royong melakukan aksi pencegahan penyebaran virus korona. Menariknya, karena berlatar belakang kehutanan, maka aksi yang dilakukan berbasis sumber daya hutan.
Hal itu yang dilakukan KTH binaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tabalong, Kalimantan Selatan. Tiga KTH itu, yaitu KTH Penepeh Lestari, Desa Kaong, Kecamatan Upau; KTH Sempaga, Desa Burum, Kecamatan Bintang Ara; dan KTH Gunung Batuah, Desa Santuun, Kecamatan Muara Uya.
Dibimbing Penyuluh Kehutanan dan tenaga Bakti Rimbawan, tiga KTH itu memproduksi asap cair yang bisa digunakan sebagai bahan disinfektan pembunuh virus korona. Tenaga Bakti Rimbawan KPH Tabalong, Erwin Halilintar menyatakan, selama ini anggota KTH menggunakan kayu laban sebagai bahan baku pembuatan asap cair “Produksinya bisa mencapai 30-40 liter setiap hari,” katanya.
Untuk diketahui, asap cair adalah hasil proses dari iptek arang terpadu yang dibuat dengan memanfaatkan tungku modifikasi. Tungku tersebut menjadi tempat pembakaran limbah kayu, bambu, tempurung kelapa atau biomasa lainnya. Asap yang dihasilkan dari tungku pembakaran tidak dilepaskan ke udara, melainkan dialirkan ke pipa pendinginan. Asap yang didinginkan menghasikan asap cair atau yang juga dikenal sebagai cuka kayu.
Pemanfaatan asap cair sebagai bahan baku disinfektan memiliki bukti ilmiah kuat. Hasil uji yang dilakukan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), asap cair dengan konsentrasi 1% memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme dibandingkan etanol (alkohol) 70% — yang selama ini sering dijadikan bahan dasar disinfektan.
Untuk membuat cairan disinfektan dari asap cair pun terhitung mudah. Cukup campurkan asap cair dengan air dengan perbandingan 100 mili liter asap cair dan 10 liter air. Jika ingin ada keharuman berbeda, bisa dicampurkan essence atau pewangi dari bahan minyak atsiri, seperti sereh.
Penyuluh Kehutanan pendamping, Warlian, mengungkapkan bahwa tiga KTH tersebut tak berhenti pada pemanfaatan limbah kayu sebagai bahan baku pembuatan asap cair. Mereka juga memanfaatkan biomasa yang ada di sekitar, yakni limbah cangkang kelapa sawit.
“Ini merupakan hal baru,” katanya.
Menurut Warlian, pemanfaatan limbah cangkang kelapa sawit memudahkan anggota KTH untuk mendapatkan bahan baku. Apalagi, ada bantuan dari salah satu perusahaan untuk memasok cangkang kelapa sawit sebagai bahan baku. Meski bahan baku mudah, namun, kata Warlian, produktivitas asap cair yang dihasilkan memang lebih sedikit dibandingkan menggunakan bahan baku kayu, yaitu hanya 20-25 liter/hari.
Asap cair yang sudah diolah menjadi disinfektan itu selanjutnya disemprotkan ke desa-desa yang berada di Kabupaten Tabalong. KPH Tabalong mengerahkan unit pemadam kebakaran untuk melakukan penyemprotan.
“Meskipun lebih ekonomis dan ramah lingkungan, namun masih perlu diteliti lebih lanjut bagaimana efektivitas asap cair dari cangkang kelapa sawit sebagai bahan baku disinfektan” ujar Warlian menambahkan.
Ujicoba pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan asap cair tak lepas dari dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan memberikan bantuan tungku pengolah asap cair. Tujuannya memang untuk memacu produksi asap cair yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan disinfektan.
Cangkang kelapa sawit
Selain di KPH Tabalong, geliat Bakti Rimbawan dan Penyuluh Kehutanan untuk mengantisipasi penyebaran virus korona juga terjadi di beberapa KPH lain di Kalimantan Selatan.
Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah IX Banjarbaru, Safrudin Jen menyatakan, para personel Bakti Rimbawan yang bertugas di ujung selatan Provinsi Kalimantan Selatan ini memiliki semangat untuk membantu masyarakat. Para personel Bakti Rimbawan tersebut di antaranya bertugas di KPH Kusan, KPH Cantung dan KPH Pulau Laut Sebuku.
Menurut Safrudin, beberapa waktu yang lalu, para Bakti Rimbawan bersama staf KPH Kusan melakukan berbagai kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Kegiatannya antara lain seperti penyemprotan disinfektan, membagikan masker gratis kepada masyarakat, pemasangan tandon air serta wastafel pencucian tangan di beberapa tempat guna memutus rantai pandemi COVID-19.
Kemudian, personel Bakti Rimbawan di KPH Cantung juga turut membantu memproduksi asap cair untuk pembuatan cairan disinfektan bagi pencegahan terhadap COVID-19 dengan bahan baku cangkang sawit. Bahan baku tersebut didapat dari bantuan perusahaan sawit yang ada di wilayah kerja KPH Cantung.
Tidak ketinggalan, Bakti Rimbawan KPH Pulau Laut Sebuku juga melakukan penyemprotan disinfektan alami menggunakan asap cair di fasilitas umum yang ada di Kabupaten Kotabaru serta melakukan pemasangan tandon dan alat cuci tangan guna pencegahan penyebaran COVID-19.
New Normal
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Helmi Basalamah menuturkan, aktifnya Bakti Rimbawan dan Penyuluh Kehutanan untuk ikut berperan dalam pengendalian wabah virus korona dan dampaknya tak lepas dari arahan Menteri LHK Siti Nurbaya.
Menurut dia, selain mendorong produksi asap cair dan sosialiasi pencegahan penyebaran virus korona, pendampingan kepada petani hutan juga diintensifkan untuk menghasilkan komoditas yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh, seperti jahe merah, madu dan empon-empon.
Namun, kata Helmi, aktivitas yang dilakukan oleh Bakti Rimbawan maupun Penyuluh Kehutanan di lapangan tetap harus memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran virus korona, seperti menjaga jarak dan selalu mengenakan masker.
“Kegiatan dari Bakti Rimbawan dan Penyuluh Kehutanan diharapkan bisa mendukung masyarakat khususnya yang berada di dalam dan sekitar hutan agar tetap bisa produktif dengan menerapkan protokol kesehatan sehingga bisa menuju new normal (adaptasi kebiasaan baru),” kata Helmi, beberapa waktu lalu. AI