Sedikit Dari Kita Meringankan Beban Mereka

Penggagas Berbagi Pangan Ardiati Bima

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini memberi dampak pada masyarakat.  Masyarakat mengalami masa-masa sulit seperti pengurangan gaji, pelanggan yang berkurang, penjualan berkurang, bahkan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang berakibat semakin beratnya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Selain itu, sebagai bagian dari pembatasan pergerakan, banyak warga yang kesulitan untuk mendapatkan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari akibat akses yang sulit ke pasar atau supermarket.

Melihat kondisi seperti itu, Ardiati Bima ibu rumah tangga, lulusan Pertanian UGM Yogyakarta melakukan satu tindakan. Tindakan yang dianggapnya kecil dan sewajarnya. Membagikan kebutuhan sehari hari berupa sayur dan sembako lainnya pada masyarakat. Hal yang menarik adalah, Ardiati Bima melakukan itu dengan menyantelkan sembako tersebut di kampungnya di daerah Rajek Lor Tirtoadi, Mlati Sleman, Yogyakarta. Aneka kebutuhan dapur seperti sayur-sayuran, gula jawa, minyak, telur, mie instan, buah dan sebagainya sengaja dicantelkan  di bambu yang melintang di jalan kampung untuk diambil oleh orang yang membutuhkan, terutama yang terdampak COVID-19. Di situ ada tulisan juga “GRATIS Sumonggo bagi yang membutuhkan”.  Juga ada tulisan yang berisi ajakan, “Dengan senang hati dipersilakan juga yang mau ikut menambah/memberi di sini”. Disediakan juga sebuah gunting kecil untuk mengambil bungkusannya.

Ardiati Bima secara pribadi sebenarnya juga merasakan dampak yang sama dari pandemi COVID-19. Aktivitasnya sebagai pengurus PAUD, Sanggar Anak Bumi Tani dan sebagai narasumber terhenti. Tetapi kesulitan itu tidak mengurangi langkahnya untuk membantu sesama. Aksi yang dilakukannya mungkin masih kecil tetapi harapannya bisa menggerakan pihak-pihak lain untuk bisa bergotong-royong melakukan tindakan saling membantu ini. Bagaimana Ardiati melakukan ini, Agro Indonesia berkesempatan mewancarainya.

Apa yang melatarbelakangi kegiatan ini?

Di masa wabah corona seperti ini banyak warga yang kesulitan untuk mendapatkan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari, bahan-bahan pokok yang sudah habis, atau kekurangan biaya. Dan saya dengar ada  tetangga yang juga sudah dirumahkan. Saya berfikir apa yang bisa saya lakukan untuk sedkit membantu. Jadi waktu saya melihat foto warga Surabaya yang mencantelkan mie instan, saya terinspirasi. Jadi ingin ikut ikutan melakukan hal yang sama. Saya diskusi dengan anak saya Yuda, dan setuju.

Apa yang dibagikan?

Dalam kondisi seperti ini makan harus terjaga untuk meningkatkan imun, menjaga tubuh tetap sehat, yang terpikir saat itu yang utama adalah sayur. Hari pertama dengan uang Rp200.000 belanja mie, telur dan gula jawa. Saya jadikan 4 kresek (tas plastik). Rencana bertahap, 5 hari atau 1 minggu.  Tapi ternyata dihari ke 2 ada ibu ibu yang tahu, dan kemudian ikut nitip seikat besar kangkung dan selada untuk dicantelin. Jadi ada menu dengan sayur sayuran.

Setiap hari berapa yang dicantelkan? 

Tergantung dengan bahan yang tersedia, rata rata 4-7, tapi pernah sehari 14. Mulai nyantelkan tanggal 7 April 2020. Nyantelkan 4, 5 ,7 kantong kresek habis. Nyantelke 14 juga habis. Tapi rata-rata 7 kantong perhari. Sebagian besar bahan makanan adalah sayur sayuran hasil panenan kebun. Apa yang saya lakukan adalah yang saya mampu. Dan aku juga menjaga diriku sendiri supaya nggak terjebak kudu-kudu gitu, diandalkan pas tidak ada bahan. Yang penting yang ada saat itu. 

Saat ini bagaimana masih tetep nyantelin?

Tadinya aku mikir besok mau nyantelin apa, ya sudahlah yang penting nyanteli dulu, kerjakan. Dan ternyata Alhamdulillah, ada yang ikut nitip, Rencana bertahap akhirnya setiap hari nyantelin. Sekarang ada beras 100 kg, bisa dibagi 1 bulan, minim minimnya beras saja bisa. Sampai  kapan nyantelin? sampai bahan yang dicantelin habis, kalau ada bahannya, atau ada yang nitip lagi ya tetep nyantelin. Kalau ada yang dicantelin, kalau nggak ada yo piye neh (ya bagaimana lagi).

Jadi sekarang banyak yang terlibat?

Di hari ke 2 dititipi kangkung dan selada untuk dicantelkan. Karena dititipi untuk menjaga amanah, kangkung yang dicantelkan saya foto dan upload sebagai status di WA, FB. Ternyata banyak yang respons, akhirnya banyak yang nitip. Tidak langsung sekantong, ada yang telur ½ kg, mie beberapa bungkus, pepaya, minyak, sayuran, bumbu, kelapa, kecap, kacang hijau, gula, uang, dan lain lain. Itu kita bagi dalam beberapa kresek. Ada tambahan 12 orang yang ikut. Ada dari guru yang ngajar depan sekolah, temen kuliah, datang bawa uang, kita belanjakan. Setelah hari ke 15, sebagai bentuk pertanggungjawabanku kepada yang memberi, ini saya arsipkan untuk berbagi pengalaman.

Apa sudah sesuai sasaran, bagaimana jika yang mengambil orang yang mampu?

Awalnya ketika mau nyantelkan ada dialog dengan Yuda (putranya) bagaimana kalau nyantelkan kemudian yang ngambil yang tidak berhak, orang mampu. Tapi sudahlah kita tetep jalankan,  dengan pemikiran yang ngambil ya memang yang tidak punya, dan yang kedua secara psikologis memang butuh. Kalau kita berfikir seperti itu, ragu ragu, nanti tidak akan jalan. Pokoknya berdoa, untuk hal yang tidak dapat kita atur, biarlah Allah yang menggerakkan, orang yang butuh atau orang yang merasa butuh. Artinya yang mengambil memang orang yang butuh.

Ada tidak, orang yang datang itu orang yang sama, yang tahu, dan menjagakan?

Sempat terpikir gimana caranya, nyantelkan, Jadi kita cantelkan pagi, siang, sore. Kan ada yang lewat pagi, siang dan sore. Tak bikin seperti itu. Tapi ada juga yang kemudian memang butuh, rasan-rasan, bilang aku sampai 4 hari ke sana kok bu Ardi nggak nyantelke. Itu mungkin pas tidak waktunya nyantel, atau pas habis. Karena tidak lama terus habis. Tapi kalau ada yang seperti itu, malah saya senang, jadi saya tahu betul, memang mereka memerlukan. Jadi bisa langsung dikasih sekalian.

Kondisi desa dan masyarakat saat Covid 19?

Ada pembatasan jalan menuju kampung, ketakutan ketakutan jelas ada. Ada persyaratan masuk, kita di rumah saja, ikuti anjuran pemerintah. Jika ada yang datang, ada satgas ada laporan, dan isolasi mandiri, Kita punya grup Wa, jadi bisa saling monitor, memantau. Untuk masyarakat, secara ekonomi terganggu juga.

Bukankah masyarakatnya desa lebih survive?

Dalam kondisi seperti ini menurut saya semua terdampak. Banyak yang kena dampaknya,  tetangga saya juga ada yang dirumahkan. Yang kerja di sawah memang tidak seperti itu tetapi petani kan untuk panen perlu waktu. Misal tandur kangkung juga baru 3 minggu panen. Panen gagal, sebelum ini juga sudah beberapa kali panen gagal terus, karena musim dan juga tikus. yang tidak punya sawah, dan tidak bekerja, ya terlihat berat juga. Sekarang banyak yang tidak punya kerja ngrewangi (membantu) bapaknya yang punya sawah.  Biaya sehari-hari bertambah juga. Untuk yang tidak mampu, memang dapat bantuan. Tapi untuk  golongan menengah bawah yang masih punya kewajiban BPJS mandiri yang harus tetep bayar penuh, listrik bayar penuh. Kalau tidak kerja, penghasilan tidak ada, kewajiban bayar terus jalan, ini beban.

Harapan ke depan?

Kalau menurut saya saat ini (ibaratnya) cuma sekedar pada haus, akan ketemu lahan yang subur. Untuk ke depannya semakin banyak yang berbagi lagi, dan tidak tergantung bantuan,  karena sudah  punya effort sendiri untuk masing masing orang untuk survive. Ini menurut aku, cantelan hanya kondisi darurat, untuk selanjutnya mudah-mudahan sudah bisa mensiasati. Bagaimana masing masing keluarga sudah ketemu iramanya sehingga yang tadinya ngambil cantelan, harapannya njok ganti nyanteli (lalu ganti berbagi). Semua orang bisa berkontribusi, dengan apa yang dipunya, nggak harus ikut nyanteli, nggak harus ikut memberi, tapi juga bisa  yang lain, sesuai kondisi masing masing. Yang penting tetap semangat untuk berbagi dan mengambil hikmahnya. Kenapa ada kejadian seperti ini, ada hikmah yang bisa diambil.

Visi misi?

Kita punya apa yang bisa kita bagikan, duwe (punya) brambang yo brambang, duwe lombok yo lombok, nik ora duwe kabeh (kalau tidak punya semua), ya apa yang bisa dilakukan, dengan tenaga atau pikiran.

Anna Zulfiyah