Para petani di Kabupaten Semarang bersiap menghadapi El Nino, yang diperkirakan bakal melanda wilayah Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, fenomena iklim El Nino dan Indian Ocean Dipole atau IOD akan muncul secara bersamaan dan semakin menguat pada semester II-2023.
Akibatnya, Indonesia berpotensi mengalami curah hujan di bawah batas normal, juga kekeringan di beberapa wilayah. Musibah kekeringan akibat dua fenomena tersebut terakhir kali terjadi pada Juli-Oktober 2019.
Wilayah yang berpotensi kekeringan adalah Jawa, Nusa Tenggara, sebagian besar Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Berdasarkan data pengamatan suhu muka laut di Samudra Pasifik, La Nina telah berakhir pada Februari 2023.
Kemudian, sepanjang periode Maret-April 2023, indeks El Niño-Southern Oscillation (ENSO) berada pada fase netral, yang mengindikasikan tidak adanya gangguan iklim dari Samudera Pasifik.
Namun, memasuki Mei 2023 hingga saat ini, fenomena terkait dengan suhu muka air laut di Samudera Pasifik mengalami perubahan yang mengarah pada El Nino pada Juni 2023.
BMKG mencatat, ketika fenomena El Nino dan IOD terjadi pada 2019 silam, sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Papua mengalami curah hujan di bawah normal. Oleh sebab itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memprediksi dampak yang sama bakal terjadi mulai paruh kedua tahun ini.
”BMKG mendeteksi adanya IOD yang semakin menguat ke arah positif saat ini. Pada tahun 2019, kekeringan terjadi akibat El Nino lemah yang diikuti dengan IOD positif,” kata Dwikorita saat konferensi pers secara daring, Selasa (6/6/2023).
El Nino dan IOD merupakan fenomena global yang memberikan pengaruh terhadap curah hujan yang terjadi di wilayah Indonesia. El Nino dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudera Pasifik.
Sedangkan IOD positif dikontrol oleh suhu muka air laut di wilayah Samudra Hindia. Keduanya saat ini mengarah pada kondisi yang mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering.
Petani Siap
Beberapa kelompok petani mengaku sudah lebih siap menghadapi ancaman kekeringan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang dijelaskan Musthofa, Ketua Kelompok Tani Albarokah di Semarang.
“Kita sebenarnya sudah siap. Para petani sudah siapkan untuk keadaan itu. Para petani sudah kami informasikan untuk menyiapkan benih-penih yang bisa ditanam lebih cepat,” jelasnya.
Kelompok Tani Albarokah merupakan kelompok tani yang sudah puluhan tahun konsisten memproduksi pangan organik. Beragam bantuan serta penyuluhan dari pemerintah memang sering dilakukan sehingga kesiapan mereka menghadapi bencana menjadi lebih baik.
Menurut Musthofa, pada musim kemarau tahun ini, para petani di Semarang diminta untuk menanam benih padi yang berbeda serta jenis tanaman lain seperti kacang-kacangan.
“Kita terapkan tanam padi untuk umur pendek. Alternatif tanaman kacang-kacangan. Kacang merah, kajang hijau, kedelai, dan sebagainya untuk masa tanam pertengahan tahun hingga akhir tahun,” terang Musthofa.
Di samping itu, tambah Musthofa, kelompok tani yang dia pimpin juga sudah membuat sumur resapan di dekat lahan pertanian mereka, sebagai langkah antisipasi jika terjadi kekeringan di masa depan.
“Memang di kami sudah menyiapkan jauh-jauh hari sebelumnya tentang sumur resapan. Sehingga lahan-lahan di sekitar sumber air bisa tercukupi untuk kebutuhan tanam padi,” ujarnya.
Musthofa mengakui, musim kemarau yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan volume produksi di sektor pertanian menurun. Namun, untuk mengantisipasi sampai gagal panen, Kelompok Tani Albarokah mengandalkan keampuhan sumur resapan yang sudah disiagakan mereka.
“Agar tidak terlalu berkurang, kami sudah siapkan beberapa sumur resapan untuk menghasilkan air. Kearifan lokal selalu kita jaga, karena air itu yang dinantikan-nantikan para petani,” katanya.
Dia menambahkan, pada tahun ini para petani juga diuntungkan dengan adanya bantuan pemerintah berupa jaringan irigasi tersier di Semarang yang mampu menjangkau lebih banyak lahan-lahan pertanian.
Menurut Musthofa, jaringan irigasi ini setidaknya mampu membantu pasokan air bagi para petani. “Irigasi baik. Tapi kalau kekeringan panjang, dia tidak menjangkau semua,” jelas Musthofa.
Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya menyiapkan langkah mitigasi agar bencana kekeringan dapat meminimalisir jumlah gagal panen di tingkat petani.
Beragam pelatihan dari penyuluh, serta program asuransi pertanian hingga pembanguan waduk atau embung dan juga perbaikan irigasi hingga kini terus dilakukan.
“Fenomena El Nino merupakan ancaman serius terhadap produksi pangan, baik di subsektor tanaman pangan, peternakan dan perkebunan. Oleh karena itu, sekali lagi diperlukan langkah antisipasi dan adaptasi dengan pelatihan petani dan penyuluh,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Mentan meminta para penyuluh untuk menjadi pejuang dan garda terdepan dalam meningkatkan produktivitas pertanian saat musim kemarau panjang atau El Nino 2023.
Menurut dia, penyuluh pertanian lapangan adalah ‘Kopassus’ petani yang harus menyebar ke semua desa dan mulai menghidupi petani secara mandiri melalui kelembagaan ekonomi.
“Jadi, sintesis dalam menghadapi El Nino itu adalah membuat kelembagaan yang kuat dan bernilai ekonomi. Ini termasuk menyiapkan teknologi dan mekanisasi,” ujarnya.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab menyampaikan, banyak sektor yang akan terdampak akibat musim kemarau yang akan datang, seperti sektor pertanian dan perairan.
Selain itu, dampak lain ialah menurunnya ketersediaan air tanah, juga meningkatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Oleh karena itu, banyak aktivitas masyarakat yang harus disesuaikan karena dapat memengaruhi kesehatan. SW
Antisipasi El Nino, Kementan Salurkan Bantuan Perpompaan
Kementerian Pertanian (Kementan) menyalurkan bantuan pompa air kepada petani Indramayu, Jawa Barat. Langkah ini diberikan sebagai antisipasi terhadap ancaman El Nino.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengerahkan gerakan mitigasi El Nino melalui penggunaan pompa air di wilayah-wilayah rentan kekeringan serta mendorong percepatan tanam dengan menggunakan varietas tahan kering.
“Menghadapi musim kering ekstrem atau El Nino, saya minta jajaran Kementan berada di lapangan membantu para petani yang kesulitan. Kemudian saya juga meminta persiapan dari semua daerah di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menambahkan, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mengalami awal musim kemarau pada April hingga Juni 2023. Adapun puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juli dan Agustus 2023.
Dikatakan Ali, menjelang puncak musim kemarau, pemerintah pun perlu mengantisipasi sejumlah hal, khususnya pada sektor pertanian yang berkaitan dengan menjaga ketahanan pangan.
“Curah hujan yang menurun dapat berpotensi pada peningkatan kekeringan dan penurunan ketersediaan air,” kata Ali usai menyerahkan bantuan irigasi perpompaan kepada Dinas Pertanian setempat untuk penanganan kekeringan di Desa Kedongan Gabus, Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu, pekan lalu.
Dikatakan Ali, Ditjen PSP menindaklanjuti arahan Menteri Pertanian dalam mengantisipasi El Nino ini salah satu rencana aksi dan strateginya adalah Pembangunan infrastuktur irigasi, baik itu embung, dam parit, irigasi perpompaan maupun irigasi air tanah dan melalui bantuan Alsintan (pompa air). “Perlu juga diingatkan agar petani untuk mengasuransikan lahannya melalui AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi),” jelas Ali.
Dia menjelasakan, bantuan irigasi perpompaan untuk petani di Desa Kedongan Gabus diberikan lantaran mulai mengalami kekeringan. Sebagaimana diketahui, lahan seluas 4.700 hektare (ha) milik petani mulai tak teraliri air. Penyebabnya adalah terjadinya kendala pada proyek RIM (Rentang Irrigation Modernisation) dalam bentuk perbaikan pintu dan saluran air yang masih dalam proses pelaksanaan, sehingga harus dikeringkan.
Kondisi tersebut otomatis mempengaruhi lahan persawahan petani yang mengalami penundaan masa tanam selama satu bulan lebih. “Kendala air dapat diatasi. Namun, ketika air dialiri, ternyata tidak sampai ke areal persawahan milik petani. Sementara bibit sudah masa persemaian, sehingga musim tanam harus dilakukan,” jelas Ali.
Kendala proyek pembangunan pintu dan saluran air tersebut diperparah dengan curah hujan yang mulai menurun. Akibatnya, petani semakin kesulitan mendapatkan pasokan air.
“Saluran irigasi kering karena ada perbaikan pintu. Walaupun ada air yang mengalir, ternyata tidak sampai ke lahan petani karena debitnya kecil. Untuk mengatasinya, irigasi perpompaan ini diberikan dengan harapan dapat menyediakan air ke lahan pertanian, sehingga petani dapat menanam kembali,” harap Ali.
Ali menuturkan bahwa Kementan terus melakukan berbagai upaya agar ketahanan pangan nasional tak mengalami kendala. Hal itu dilakukan dengan menyediakan berbagai kebutuhan petani mulai dari prasarana dan sarana pertaniannya. YR