Harga Beras Masih Panas

Foto: Antara

Keputusan pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras selama 3 bulan mulai Maret 2023 dinilai aneh, dan berujung pahit: harga beras terus memanas. Apalagi, Cadang Beras Pemerintah (CBP) di Perum Bulog juga ‘tipis’, meski sudah ditambal impor 500.000 ton sampai Februari lalu. Sampai awal Mei, CBP hanya 350.000 ton. Tak heran, keran impor tahun ini dibuka lagi 2 juta ton. Ada apa dengan kebijakan beras?

Harga beras sejak awal tahun 2023 tidak kunjung turun. Lihat saja di pasar Jakarta. Data dari Pusat Informasi Harga Pangan Startegis (PIHPS) Nasional mencatat, harga beras medium II pada Januari nangkring di kisaran Rp13.450-13.650/kg. Harga itu tetap bertengger tinggi pada Februari, Maret dan April, masing-masing di angka Rp13.650-Rp13.900; Rp13.900-Rp13.850; dan Rp13.850/kg. Padahal, ini yang aneh, Februari sampai April adalah panen raya gadu (musim hujan), di mana 60% produksi beras nasional berasal dari masa panen ini.

Kisaran harga tersebut jauh di atas harga eceran tertinggi (HET), bahkan untuk HET baru yang diperbarui pertengahan Maret lalu. Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan HET untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB) Rp10.900/kg; zona 2 (Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, Kalimantan) Rp11.500/kg; dan zona 3 (Maluku dan Papua) Rp14.800/kg.

Di tengah harga beras yang tinggi, pemerintah membuat kebijakan penyaluran bantuan pangan beras kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di 38 provinsi sejak akhir Maret sampai 3 bulan ke depan. Setiap keluarga dapat bantuan beras 10 kg selama tiga tahap sampai Mei. Untuk penyaluran ini, berarti Bulog butuh sekitar 630.000 ton beras!

Nah, kebijakan bansos beras ini yang dinilai aneh, kalau bukan keliru, oleh pengamat pertanian Khudori. “Idealnya bansos, terutama bansos beras, disalurkan pada saat paceklik, karena saat paceklik harga beras biasanya tinggi. Tapi ini bansos disalurkan saat panen raya. Ini tidak biasa dan aneh,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/5/2023).

Penugasan bansos juga mengharuskan Bulog impor karena pengadaan dalam negeri seret akibat harga yang tinggi. Apalagi, Presiden Jokowi ingin memperpanjang bansos beras sampai Agustus. “Ini, lagi-lagi, membuat impor harus segera dieksekusi. Jika tidak, dari mana berasnya? Sampai saat ini penyerapan domestik masih rendah, dan itu pasti nggak mampu menutupi jumlah penugasan bansos,” tegasnya.

Menurut Khudori, Bulog seharusnya tidak perlu melakukan impor beras 500.000 ton dari alokasi 2 juta ton sampai akhir tahun ini. “Impor itu tidak mendesak untuk dilakukan jika tidak ada penugasan bansos ke Bulog,” tandasnya.

Bulog sendiri, seperti biasa, tetap pede dan nyaman. “Sampai dengan saat ini kami sudah menyerap sebanyak 325.000 ton beras hasil panen petani dalam negeri dan juga sudah masuk penugasan beras impor sebanyak 80.000 ton serta beras impor dalam perjalanan sebanyak 270.000 ton, sehingga stok CBP sangat cukup untuk kebutuhan penyaluran dalam rangka stabilisasi harga beras,” jelas Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal, Kamis (4/5/2023). AI