Harga minyak goreng di pasar tradisional masih belum juga sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah per 1 Februari 2022, sementara di mini market pun konsumen juga mendapati rak-rak penjualan lebih banyak kosong. Benarkah minyak goreng mahal akibat program mandatori biodiesel B30 yang ditetapkan pemerintah?
Sudah lima bulan minyak goreng (migor) mengalami gejolak harga, dan pemerintah pun sudah membuat aturan baru per 1 Februari 2022, yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET). Namun, masyarakat masih tetap sulit memperoleh minyak dengan patokan harga itu, yakni Rp11.500/liter untuk minyak goreng curah, Rp1.500/liter untuk minyak goreng kemasan sederhana dan Rp14.000/liter untuk kemasan premium.
Jangankan di pasar tradisional, di mana pedagang masih punya stok minyak dengan harga mahal, di jaringan mini market pun rak-rak penjualan migor selalu kosong. Bahkan, di pasar-pasar swalayan besar, pembelian konsumen dibatasi maksimal 2 liter. Tidak heran, pembatasan ini kerap memicu panic buying. Harap maklum, per akhir pekan (Jumat, 11/2/2022) di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga minyak curah di pasar tradisional masih Rp16.800/liter dan kemasan sederhana Rp16.600/liter. Jadi, tidak aneh jika migor kemasan premium — yang harganya pasti Rp14.000/liter — kontan diserbu pembeli.
Buat banyak orang, mahalnya migor tidak masuk akal. Negeri berstatus produsen CPO terbesar di dunia, tapi migor mahal dan harus antre membeli. Tapi di mata pengamat, semua ini akibat beleid pemerintah juga, terutama kebijakan mandatori pencampuran solar (biodiesel) 30% atau B30. Apalagi, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Komisi VII DPR membenarkan lonjakan harga CPO tak lepas dari program penggunaan biodiesel pemerintah, yang akan makin tinggi jika B40 dilaksanakan.
Namun, tudingan program biodiesel membuat harga migor mahal dibantah Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). “Program biodiesel tidak ikut menaikkan harga sawit, karena di tahun 2020 juga kita sudah jalankan B30 dan biasa-biasa saja,” ujar Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, Jumat (11/2/2022). Apalagi, pemakaian migor itu hanya 8,9% dari produksi CPO secara nasional.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung juga mengakui tak ada hubungan biodiesel dan mahalnya minyak goreng. “B30 sudah berlangsung sejak akhir tahun 2019 dan faktanya sampai Oktober 2021 tak ada masalah dengan harga migor,” ujar Gulat. Justru sejak adanya program B30, kata Gulat, harga tandan buah segar (TBS) petani telah ‘dimanusiakan’. “Sebelumnya, petani hanya merugi terus dan kalaupun untung, sangat terbatas,” ucap Gulat.
Lalu, apa masalahnya? Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan mengakui hal ini disebabkan belum lancarnya distribusi migor dengan harga sesuai regulasi. “Saat ini sudah mulai berlangsung distribusinya, dan saya pastikan minggu ini dari Aceh hingga Papua sudah mulai mendapat pasokan minyak goreng,” ujar Oke, pekan lalu. Mari kita tunggu dan lihat. AI