Embung, Program Strategis Atasi Masalah Air

Program pembuatan embung yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) terus digulirkan karena kegiatan ini dapat meningkatkan produktivitas petanian melalui peningkatan indeks pertanaman (IP).

Untuk kegiatan tahun 2022, program ini segera direalisasikan, terutama untuk petani di Kabupaten Tabanan, Bali. Kegiatan ini diyakini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman.

Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, embung merupakan program strategis dalam konteks pengairan lahan pertanian. Embung akan menjaga irigasi pengairan pertanian, karena pertanian tak boleh terganggu oleh faktor apapun.

“Ketika musim kemarau tiba, petani tak perlu khawatir karena ada embung ini yang akan memasok air sehingga produktivitas pertanian tetap terjaga,” ujarnya.

Dengan demikian, keberadaan embung bagi petani sangat bermanfaat. Untuk itu, program pembuatan embung atau damparit terus dilakukan Kementan.

Mentan menilai embung merupakan kebutuhan mendesak yang harus dihadirkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan petani.

Sebab, lanjut dia, di daerah tadah hujan, embung menjadi solusi strategis bagi petani dalam mengembangkan budidaya pertanian serta memenuhi kebutuhan air, baik untuk sawah maupun ternak

“Embung merupakan program strategis agar produktivitas dan tingkat kesejahteraan petani juga meningkat. Embung ini akan menjadi solusi bagi pertanian,” ujarnya.

Tingkatkan Produktivitas

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamin menyebutkan, keberadaan air menjadi faktor penting bagi keberlanjutan sektor pertanian. Air mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) petani.

Dikatakannya, keberadaan embung menjadi faktor penting bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Mengapa demikian? Karena embung memberikan pasokan air stabil kepada lahan sawah, sehingga perkembangan budidaya padi petani berjalan dengan baik.

“Ada tiga aspek dari keberadaan embung ini, yaitu produktivitas, peningkatan Indeks Pertanaman (IP) pertanian dan meningkatnya kesejahteraan petani,” ujarnya.

Ali menerangkan, embung adalah water management. Embung berfungsi mengatur air, baik air hujan maupun air tanah.

“Embung bukan hanya bisa dimanfaatkan untuk mengairi lahan di sawah, tetapi juga bisa untuk mendukung aktivitas perkebunan, hortikultura, juga ternak,” jelas Ali.

Dia juga menjelaskan, Kementan juga telah melakukan optimalisasi pemanfaatan sumber air untuk melakukan mitigasi kekeringan di sejumlah daerah.

Hal tersebut diwujudkan antara lain melalui pembangunan embung, bendungan, waduk, serta penggunaan pompa dan alat mesin pertanian (Alsintan).

“Untuk langkah mengatasi banjir, kami melakukan kegiatan normalisasi saluran penampungan air, termasuk perbaikan embung, optimalisasi bantuan pompa sumur suntik, serta kegiatan setara lain,” paparnya.

Dia menambahkan, pembangunan embung dilakukan untuk mendukung potensi pertanian dan peternakan di daerah. Ketersediaan air yang cukup diharapkan dapat membantu penghijauan lahan pakan ternak atau kebutuhan air ternak.

“Ketika musim kemarau tiba, petani dan peternak tidak perlu khawatir karena ada embung ini yang memasok air, sehingga produktivitas pertanian tetap terjaga,” imbuhnya.

Sementara Direktur Irigasi Pertanian Ditjen PSP Kementan, Rahmanto mengungkapkan harapannya embung bisa dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan pendapatan petani.

“Embung adalah faktor teknis bagi terungkitnya produktivitas pertanian. Pada akhirnya, kesejahteraan petani juga meningkat,” katanya.

Sementara itu Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin mendukung langkah pemerintah (Kementan) membangun  embung di sentara  pertanian. Namun, dia juga mengingatkan agar pembangungan embung harus merata di seluruh provinsi yang menjadi sentra produksi pertanian.

“Keberadaan embung akan mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Keberadaan embung ini memberikan sejumlah manfaat nyata bagi masyarakat sekitar, selain dari meningkatkan produktivitas pertanian, penyediaan air baku, hingga potensi pariwisata,” katanya. Beberapa waktu lalu.

Legislator dari dapil Sulawesi Selatan II ini menjelaskan, embung yang selama ini berjalan sebagai program kementerian pertanian merupakan penunjang irigasi tersier, pemenuhan dan jangkauannya lebih terbatas dan skala kecil.

Apabila embung ini sudah dapat dibantu oleh kementerian PUPR, maka skalanya dapat ditingkatkan hingga pemenuhan irigasi sekunder. Akmal menambahkan pemenuhan irigasi sekunder inilah relatif sedikit. Pemerintah mengklaim selama tahun 2021 sudah membangun 66 embung.

Menurut Andi Akmal, biaya pembangunan embung memang cukup besar, khususnya pada skala pemenuhan irigasi sekunder, yang bisa mencapai  sekitar Rp9,2 miliar hingga Rp11,6 miliar.

“Akan tetapi manfaatnya akan sangat besar bagi masyarakat, terutama pada daerah yang tepat karena akan menjadi sarana penampungan air raksasa yang akan sekaligus menjaga kestabilan lingkungan yang baik,” kata Akmal.

Politikus PKS ini mengharapkan embung dalam skala besar dapat dibangun merata hingga tiap kabupaten atau kota, terutama kabupten atau kota yang merupakan sentra produksi pertanian.

Menurut Akmal, Komisi IV tidak bermitra dengan kementerian PUPR. Oleh karena itu, dia meminta kepada Kementerian Pertanian mengupayakan program embung yang akan memenuhi standar irigasi sekunder.

Akmal meminta kementerian pertanian untuk menjawab tantangan mewujudkan produksi pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Bulukumba IP 400

Sementara itu di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), Syahrul melakukan penanaman padi empat kali atau indeks pertanaman (IP) 400 di Desa Bialo, Kecamatan Gantarang, Bulukumba, Sulsel

“Pertanian Bulukumba tidak boleh kalah dengan daerah lain. Program padi IP 400 ini adalah upaya mendorong produktivitas, produksi, dan kesejahteraan petani dengan bertani yang maju, mandiri dan modern yang mengoptimalkan potensi sumber daya alam (SDA),” katanya, Senin (7/2/2022).

Dia mengungkapkan, pihaknya akan mengoptimalkan sarana yang tersedia seperti air dan sinar matahari untuk kemajuan pertanian agar tetap tangguh di tengah dampak perubahan iklim dan pandemi COVID-19.

Seperti diketahui, budidaya padi IP 400 di Bulukumba saat ini seluas 250 hektare (ha). Untuk itu, dia kembali menuturkan, budidaya padi IP 400 harus diperluas sehingga pada 2022 bisa ditingkatkan menjadi 2.000 ha.

Lebih lanjut Syahrul menjelaskan, kunci program IP 400 adalah menggunakan benih genjah, kualitas unggul, pupuk berimbang, pupuk organik, dan manajemen air irigasi.

“Dengan produktivitas 5 ton/ha, penghasilan diperoleh petani Rp30 juta/ha. Jika ada 1.000 ha, penghasilan diperoleh Rp30 miliar per musim tanam dan jika musim tanam empat kali setahun, diperoleh Rp120 miliar,” jelasnya.

Artinya, lanjut dia, penghasilan petani mencapai Rp10 juta/bulan. Hasil ini bisa dihitung jika luasnya meningkat menjadi 2.000 ha. Maka stok beras dalam negeri pun semakin tangguh.

Mentan menginginkan pengembangan budidaya padi di Bulukumba harus naik kelas. “Pertanian kita jangan lagi seperti dulu, tapi harus naik kelas. Bila perlu kita ekspor beras dari Bulukumba,” ucapnya.

Oleh karena itu, sebut Mentan, kualitas rice milling unit (RMU) atau penggilingan padi harus naik kelas dengan kapasitas penggilingan naik dan menghasilkan beras berkualitas tinggi.

Dengan begitu, produksi beras ke depan tak hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri, tetapi juga ekspor.

“Saya pun dukung memakai dana kredit usaha rakyat (KUR). Kita tidak boleh manja-manja dengan bantuan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak cukup. Petani harus berpikir dan bertindak maju,” ujarnya.

Tak hanya padi, dia juga mendorong kemajuan pertanian Bulukumba, yakni budi daya komoditas strategis dan unggulan lainnya, seperti kelapa, sapi, kopi, dan jagung. Selain itu, kata Mentan, mekanisasi pertanian pun harus didorong termasuk fasilitas dana KUR yang lebih besar. PSP