Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri agar bisa menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar domestik maupun ekspor melalui peningkatan hilirisasi industri.
“Selama ini, hilirisasi sektor industri membawa dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional, mulai dari peningkatan devisa ekspor, nilai investasi, hingga penyerapan tenaga kerja,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Putu menjelaskan, upaya mendorong hilirisasi di sektor agro berangkat dari masih banyaknya komoditas yang potensial ditingkatkan nilai ekonominya. “Salah satu komoditas agro potensial adalah kelapa bulat, atau lazimnya disebut kelapa. Apalagi, Indonesia adalah penghasil kelapa terbesar di dunia,” ungkapnya.
Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia menghasilkan lebih dari 18 juta ton kelapa setiap tahun. Sejumlah wilayah penghasil utama kelapa, antara lain di Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Jambi dan Maluku Utara.
“Kegunaan kelapa sangat beragam, untuk makanan, minuman, obat, kosmetik, bahan bangunan, dan aneka ragam produk hilir lainnya. Seluruh bagian tanaman kelapa dapat diolah, mempunyai potensi ditingkatkan nilai tambahnya, dan produknya digunakan masyarakat secar luas, sehingga potensi keuntungan dari dari kelapa sangat besar,” papar Putu.
Atas keberhasilan inovasinya dalam meningkatkan nilai tambah dari serat kelapa, Plt. Dirjen Industri Agro memberikan apresiasi kepada PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA) yang berlokasi di Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Perusahaan ini, melalui peran ARDC (Aditya Research Development Center) sebagai pusat inovasi teknologinya, telah menghasilkan beragam jenis produk bernilai tambah tinggi berbahan baku serat kelapa.
Contohnya adalah produk komponen otomotif door trim untuk diaplikasikan pada bagian interior kendaraan roda empat. Produk inovasi PT RMA telah digunakan oleh hampir seluruh pabrikan industri otomotif nasional, dengan pemenuhan pangsa pasar nasional lebih dari 60 persen, termasuk untuk pasar ekspor.
“Capaian inovasi teknologi ini adalah wujud kolaborasi dari berbagai pihak, dengan mengutamakan kualitas produk yang tinggi, yang berarti PT RMA ini mampu memenuhi persyaratan standarisasi produk industri otomotif, yang memang dikenal menghendaki kualitas komponen yang sangat tinggi,” ungkap Putu.
Kemenperin juga mengapresiasi komitmen PT. RMA yang berupaya menciptakan inovasi yang mengutamakan penciptaan nilai tambah bahan baku lokal berupa serat sabut kelapa dan juga mengembangkan teknologi ramah lingkungan berupa pengolahan kain perca limbah industri tekstil (apparel).
Substitusi impor
Menurut Putu, hal yang dilakukan PT RMA berkontribusi pada langkah Kemenperin mendorong substitusi impor khususnya pada komoditas komponen otomotif. “Mereka telah memanfaatkan serat kelapa untuk menghasilkan komponen automotive felt yang berfungsi sebagai pelindung bagian bawah mobil dan peredam getaran antar panel bagian interior kendaraan. Penggunaan Serat Kelapa sebagai komponen otomotif dapat menambah kenyamanan penumpang kendaraan tetapi tidak menambah bobot kendaraan secara signifikan,” sebutnya.
Putu menegaskan, pihaknya terus mendukung upaya peningkatan daya saing produk industri dalam negeri yang berkualitas dan berkesinambungan. Jaminan kepastian mutu produk industri menjadi hal yang sangat penting untuk dipertahankan dan senantiasa ditingkatkan. “Salah satu instrumen jaminan kepastian mutu produk industri adalah melalui Standar Nasional Indonesia (SNI),” ujarnya.
Kemenperin memfasilitasi perumusan SNI produk industri olahan serat sabut kelapa sebagai baseline kualitas produk yang beredar di Indonesia, sehingga memberikan manfaat berganda bagi produsen, konsumen dan juga Lembaga terkait lainnya. “Contohnya, kami sedang memfasilitasi SNI papan biokomposit berbahan baku serat sabut kelapa untuk komponen bagian interior otomotif,” terangnya.
Business Development ARDC Farri Aditya menyampaikan, pihaknya berkomitmen kuat untuk semakin mengoptimalkan kekayaan sumber daya alam di Indonesia, seperti komoditas kelapa. “Prinsip inovasi kami adalah inisiasi langkah kecil dengan fasilitas yang tersedia dan melibatkan multipihak sehingga tercipta langkah kolaboratif dan sharing sumber daya,” tutur Farri. Buyung N