Pemerintah diminta melindungi peternak sapi rakyat seiiring dengan berlakunya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan Australia (IA-CEPA) mulai Juli ini. Pada saat yang sama, industri penggemukan sapi (feedlot) menyambut baik karena pembebasan bea masuk (BM) sangat berarti di saat biaya produksi meningkat karena pandemi korona.
Indonesia memasuki babak baru perdagangan bebas dengan Australia. Terhitung 5 Juli 2020, perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) resmi berlaku. “IA-CEPA secara resmi akan berlaku (entry into force) pada tanggal 5 Juli 2020,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kantor Menko Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, Jumat (26/6/2020).
Beberapa hal teknis, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Pengenaan Tarif Bea Masuk dan Tata Laksana Pengenaan Tarif Bea Masuk, tengah diselesaikan. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) mengenai Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Asal dan Ketentuan dan Tata Cara Pembuatan Deklarasi Asal untuk Barang Asal Indonesia juga dikebut penyelesaiannya. “Rancangan peraturan menteri-nya sudah ada dan pembahasannya memasuki tahap akhir untuk dijadikan peraturan. Diharapkan, aturan itu segera rampung dan dapat diundangkan sebelum tanggal 5 Juli 2020,” papar Rizal.
Dengan berlakunya IA-CEPA ini, maka sektor pertanian Indonesia harus berjuang keras. Pasalnya, Indonesia masih mengimpor sejumlah komoditi dalam jumlah besar, terutama sapi bakalan dan daging, selain gula dan gandum. Berlakunya IA-CEPA menjadikan impor 575.000 ekor sapi bakalan, yang akan dinaikkan jadi 700.000 ekor dalam lima tahun, dibebaskan BM-nya dari semula 5%. Untuk daging sapi dan domba, BM dipangkas jadi 2,5%. Sementara BM gula diturunkan jadi 5% dan penghapusan atau pengurangan tarif BM untuk produk-produk olahan susu. Belum lagi impor jeruk, kentang bahkan wortel.
Buat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), IA-CEPA hanya positif untuk pengusaha feedlot atau penggemukan sapi, sementara peternak rakyat makin terpinggirkan akibat tidak efisien. Ini dibenarkan pengusaha feedlot. “Kami menyambut baik perjanjian ini. Di tengah pandemi korona sekarang ini, usaha feedlot tidak terlalu menguntungkan karena semua biaya mengalami kenaikan,” kata Direktur Eksekutif Gapuspindo, Joni Liano di Jakarta, Jumat (27/6/2020).
Namun, kekhawatiran PPSKI dibantah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita. IA-CEPA tidak akan mematikan usaha peternakan rakyat karena ruang geraknya berbeda. “Peternakan rakyat tidak terganggu karena beda ruang lingkupnya. Misalnya, untuk daging eks sapi bakalan pasarnya kan tersendiri. Sementara daging sapi lokal juga sama,” katanya, di Jakarta, Jumat (26/6/2020). Benarkah? Waktu yang akan menjawab, memang. Yang jelas, neraca perdagangan Indonesia selalu defisit dengan Australia. Tahun lalu, dari neraca perdagangan kedua negara 7,8 miliar dolar AS, Indonesia defisit 3,1 miliar dolar AS. Bahkan, dalam empat bulan pertama 2020 (Januari-April) defisit Indonesia sudah 1,1 miliar dolar AS dari neraca perdagangan 2,4 miliar dolar AS. AI
Selengkapnya baca: Tabloid Agro Indonesia Edisi No. 770 (30 Juni-6 Juli 2020)