Keputusan pemerintah memangkas izin impor gula ke Kementerian Perindustrian dan dilakukan langsung oleh industri pengguna justru akan menguras devisa negara. Selain itu, kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan perusahaan besar dan menyulitkan industri kecil menengah (IKM) dan UKM.
Di tengah maraknya pemberitaan persetujuan omnibus law UU Cipta Kerja, pemerintah juga membuat terobosan mengejutkan, memangkas tataniaga impor garam dan gula. Peran importir garam industri dan gula dihapus dan membolehkan industri penggunanya melakukan impor langsung tanpa perantara untuk menutup celah merembesnya gula dan garam ke pasar, yang tak bisa diatasi sampai kini. Mereka cukup meminta rekomendasi ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Keputusan itu diumumkan Menko bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowidodo beserta jajaran menteri lainnya, Senin (5/10/2020). Menurutnya, Presiden sudah setuju industri pengguna garam dan gula mengimpor langsung dengan rekomendasi Kemenperin. “Bukan hanya garam. Gula pun nanti industri itu yang impor. Jadi tidak ada lagi importir gula, melainkan industri makanan itu yang impor. Jadi lebih sederhana. Tidak akan ada (lagi) harga gula yang bikin gila-gilaan,” ujar Luhut.
Namun, keputusan ini, terutama untuk industri gula, dinilai malah kontraproduktif. Pasalnya, selama ini untuk gula industri yang diimpor dalam bentuk raw sugar (gula mentah) — yang akan diolah lagi menjadi gula kristal rafinasi (GRK). Jika industri boleh mengimpor langsung, berarti gulanya dalam bentuk GKR. Padahal, impor GKR dibatasi.
Apakah seperti itu? “Dari beberapa konfirmasi yang kami dapatkan, untuk (impor) gula tidak demikian. Karena impor gula jadi (GKR) sangat dibatasi. Itu sebabnya impor yang dilakukan masih berupa raw sugar,” ujar Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), Bernardi Dharmawan kepada Agro Indonesia, Sabtu (10/10/2020).
Meski mengaku sudah mengkomunikasikan masalah ini dengan Dirjen Industri Agro (Abdul Rochim, Red.), namun Dharmawan mengaku AGRI masih menunggu klarisifikasi dari Kemenperin. Menurutnya, masalah gula berbeda dengan garam industri. Impor garam industri bisa langsung dipakai industri pengguna, tak perlu diolah lagi.
Itu sebabnya, pemerintah harus hati-hati. Dharmawan mengaku, keputusan itu selain berdampak kepada AGRI, juga akan merugikan negara. “Karena dengan melakukan impor barang jadi (GKR), maka akan menambah beban bagi devisa negara. Selain itu, pemberian izin serta pemantauan importasi kepada ratusan industri pengguna akan menyulitkan,’ tegasnya. AI