Neraca gula Indonesia hingga kini masih mengalami defisit. Produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Hal itu terjadi pada komoditas gula kristal putih (GKP) dan raw sugar.
Kondisi ini membuat Indonesia menjadi negara tujuan investasi di sektor industri gula yang menarik bagi kalangan investor internasional. Salah satu investor asing yang sangat ini berminat berinvestasi di industri gula Indonesia adalah Shivshati Sugar Ltd.
Investor asal India ini, dengan didampingi Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Luqman, beberapa hari lalu melakukan kunjungan ke berbagai instansi pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan investasi.
Menurut Adhi, dirinya telah mendampingi pejabat Shivshati mengunjungi Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, BKPM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengetahui potensi dan persyaratan berinvestasi di industri gula di Indonesia.
Adhi menjelaskan, Shivshati Sugar Ltd. berminat menanamkan modalnya dalam bentuk pembangunan pabrik gula baru berkapasitas 10.000 ton cane per day (TCD) di Indonesia. Untuk membangun pabrik dengan kapasitas sebesar itu, Shivshati telah menyiapkan dana sekitar 100 juta dolar AS (Rp1,3 triliun).
“Itu dana investasi di luar penyediaan kebun,” ujar Adhi kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.
Agar bisa berproduksi dengan volume hingga 10.000 TCD, pabrik tersebut membutuhkan dukungan berupa ketersediaan lahan perkebunan tebu seluas 35.000 hektare (ha). “Saat ini mereka sedang melakukan pencarian lahan. Ada beberapa calon lahan di luar Pulau Jawa,” papar Adhi.
Dia menuturkan sudah ada arahan dari kementerian terkait soal pencarian lahan untuk perkebunan tebu. Misalnya, Kementerian Pertanian menawarkan tiga tempat, yakni Sumatera, Kalimantan dan Maluku. “Nanti mereka akan memilih salah satu dari tiga lokasi yang ditawarkan itu,” kata Adhi.
Shivshati sendiri bukanlah pemin baru di industri gula. Hal ini tercermin dari sepak terjang perusahaan itu di industri gula di India, di mana Shivshati Sugar Ltd. telah memiliki dua pabrik gula yang masing-masing memiliki kapasitas 10.000 TCD, atau total mencapai 20.000 TCD.
Selain itu, mereka juga berpengalaman membangun pabrik yang mampu menghasilkan gula dengan rendemen yang tinggi, sehingga lebih efisien. Jadi investor ini memang cukup berpengalaman.
Bioetanol
Terkait dengan jenis gula yang akan dipilih, Adhi menjelaskan investor India itu sebenarnya bisa saja memproduksi gula kristal putih, gula rafinasi atau raw sugar. “Mereka juga akan memproduksi bioetanol,” ujarnya.
Namun, minat Shivshati terjun ke industri gula rafinasi nampaknya sulit terjadi. Selain industri gula rafinasi saat ini masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI), pemerintah juga lebih menginginkan masuknya investor ke industri berbasis tebu.
“Memang, Kementerian Perindustrian telah menegaskan kalau Kemenperin lebih mendukung keberadaan investor di industri berbasis tebu,” ungkap Adhi.
Dengan adanya dorongan pemerintah untuk berdirinya pabrik gula berbasis tebu, maka kemungkinan besar Shivshati Sugar akan bergerak di industri gula kristal putih dan bioetanol. Pasalnya, kecil kemungkinan investor ini terjun ke industri raw sugar karena kurang menguntungkan.
Apalagi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga mendukung berdirinya industri gula kristal putih di dalam negeri. “Kami mendukung masuknya investor yang ingin membantu menambah pasokan di dalam negeri,” ujar Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih.
Menurut Karyanto, dengan adanya penambahan pabrik baru, maka kebutuhan akan komoditas gula di dalam negeri bisa dipenuhi dari produksi nasional. Selama ini, Indonesia masih mengimpor gula kristal putih karena produksi di dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional.
Pemerintah sendiri pada awal tahun ini telah berencana mengimpor 200.000 ton gula kristal putih guna mendukung upaya pemenuhan kebutuhan gula jenis itu sepanjang tahun 2016.
Selain mengimpor gula kristal putih, pemerintah juga mengimpor sekitar 3,2 juta ton raw sugar (gula mentah) untuk bahan baku industri gula rafinasi di Indonesia yang saat ini berjumlah 11 produsen.
Di Indonesia terdapat tiga jenis gula, yakni gula kristal putih (GKP), raw sugar dan gula rafinasi. Gula kristal putih adalah gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian untuk menghilangkan molase sehingga gula berwarna lebih putih dibandingkan gula mentah yang lebih berwarna kecokelatan.
Sementara gula mentah atau gula kristal mentah adalah sukrosa yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi sebelum melalui proses pemurnian untuk menghasilkan gula rafinasi atau gula kristal putih.
Sedangkan gula rafinasi banyak digunakan untuk kebutuhan industri karena mutu gula rafinasi lebih tinggi (dengan ICUMSA di bawah 300) dibanding gula mentah (dengan ICUMSA di atas 1.500). Tingkat kemurnian gula yang berkaitan dengan warna gula, dinyatakan dengan standar bilangan ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), bilangan ICUMSA yang semakin kecil menunjukan tingkat kemurnian gula yang semakin tinggi. B. Wibowo
Hambatan Swasembada Gula
Walaupun pemerintah telah mencanangkan program swasembada gula, namun hingga saat ini produksi gula nasional masih belum mencapai swasembada. Gula Kristal putih (GKP) yang diproduksi sejumlah pabrik gula (PG) berbahan dasar tebu petani di berbagai daerah selama ini hanya mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi masyarakat di wilayah sekitarnya. Selain produksi yang belum optimal, tahun ini produksi gula diprediksikan bakal mengalami banyak hambatan.
Hambatan yang dihadapi dalam peningkatan produksi gula di dalam negeri itu antara lain berupa penurunan luas areal lahan tebu serta dampak gelombang El Nino tahun lalu.
“Produksi gula pada tahun ini diprediksi juga cenderung menghadapi banyak hambatan, terutama setelah perkebunan tebu di tanah air diterpa El Nino sejak tahun lalu. Mudah-mudahan iklimnya bersahabat. Selain itu, ada pula risiko penurunan luas areal karena petani tidak memiliki biaya sehingga mereka tidak bisa merawat tanamannya,” kata Ketua Umum DPP APTRI, Arum Sabil, akhir pekan lalu.
Dia memprediksi produksi gula kristal putih pada tahun ini akan berada di kisaran 2,5 juta ton yang diproduksi dari lahan seluas 475.000 ha. Jumlah itu termasuk gula yang dihasilkan oleh PG BUMN dan swasta.
Pada tahun 2014, Indonesia memproduksi 2,48 juta ton gula kristal putih, sedangkan pada tahun 2015 diperkirakan produksi GKP hanya mencapai sekitar 2,49 juta ton.
Target produksi
Sementara Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memprediksi produksi gula tahun ini bisa mencapai 3 juta ton. Prediksi itu didasarkan pada produksi gula dari PG yang dikelola BUMN, yang tahun ini ditargetkan mampu memproduksi GKP atau gula konsumsi sebanyak 2 juta ton, atau mencapai 65% dari total kebutuhan gula nasional tahun ini yang dipatok 3 juta ton.
“Jadi, target dari kementerian, PG milik BUMN harus memproduksi GKP sebanyak 1,6 juta ton, 1 juta ton akan diproduksi oleh pabrik gula milik swasta. Kekurangan 400.000 ton akan kami penuhi melalui upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi,” kata Ketua Badan Pengarah Asosiasi Gula Indonesia, Dolly Pulungan.
Sementara itu Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X, Subiyono mengatakan, saat ini PTPN X ditunjuk Kementerian BUMN sebagai Koordinator BUMN Gula. Untuk itu, pihaknya terus memperkuat dan memperbaiki kinerja produksi gula di 11 PG yang dikelolanya. Subiyono mengungkapkan, untuk sisi off–farm, semua pabrik sudah bagus. “Khusus untuk PG Toelangan, pelan-pelan akan saya benahi,” imbuhnya.
Subiyono melanjutkan, yang jadi persoalan besar adalah di sisi on–farm. Pasalnya, varietas yang ada saat ini sudah menurun dan semakin menurun kualitasnya. Bila hal ini diteruskan, maka perbaikan di sisi off–farm yang sudah dilakukan tidak akan bisa maksimal.
Penurunan kualitas itu antara lain disebabkan banyak petani tebu yang masih mengunakan bibit yang sudah lama. Sedikit sekali petani yang secara rutin melakukan pergantian bibit baru dengan program bongkar ratoon.
Sementara Arum Sabil mendesak dilakukan revitalisasi pabrik–pabrik gula milik PTPN di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Revitalisasi difokuskan pada peningkatan kapasitas dan juga memperbesar rendeman tebu yang baru 10%.
Dia menegaskan, dengan sudah dibukanya keran pasar bebas ASEAN (MEA), menjadi potensi bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produktivitas dan daya saing.
“Makanya kami bersama-sama mendorong produktivitas melalui berbagai peran. Perusahaan gula melakukan revitalisasi pabriknya, kemudian peran petani menanam tebu dengan varietas yang unggul. Kemudian peran dari perusahaan pupuk bagaimana menyediakan pupuk. Selain itu, juga dibutuhkan peran perbankan bagaimana mampu menyalurkan pinjaman yang tidak menyulitkan,” ucapnya. Elsa Fifajanti/B. Wibowo