Indonesia mendesak Negara konsumen produk kayu untuk menutup pintu dari produk kayu ilegal. Ini penting untuk memberantas praktik pembalakan liar dan perbaikan tata kelola hutan.
Demikian dinyatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat ‘Refleksi 1 Tahun Lisensi FLEGT’, di Jakarta, Kamis (30/11/2017). “Kami mendorong semua negara konsumen untuk menutup pasar kayu illegal. Dengan demikian praktek illegal logging dapat diberantas, dan pengelolaan hutan produksi secara lestari dapat diwujudkan,” katanya.
Menteri Nurbaya menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk memberantas pembalakan liar dengan memperbaiki penegakan hukum dan tata kelola kehutanan, melalui perdagangan kayu legal dan bersertifikat yang bertanggung jawab. Hal ini berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia, dan memberikan manfaat sosial-lingkungan yang lebih luas, termasuk tindakan terhadap masalah iklim. Untuk itu, Menteri LHK berharap kepada Negara konsumen agar mendukung kebijakan tersebut dengan tidak menerima kayu dari sumber ilegal.
Indonesia telah mengembangkan sistem jaminan kelestarian dan legalitas kayu atau yang dikenal dengan SVLK (system Verifikasi Legalitas Kayu), dan reformasi lainnya untuk memperkuat tata kelola hutan dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, kepastian hukum dan partisipasi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan di sektor kehutanan.
SVLK telah diakui dan disetarakan sebagai skema lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) yang merupakan hasil dari Perjanjian Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement, dimana Indonesia dan Uni Eropa telah melakukan negosiasi untuk mengatasi pembalakan liar, memperbaiki tata kelola hutan dan mempromosikan perdagangan produk kayu legal. Penyetaraan itu diputuskan pada November 2016.
Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara pertama dan satu-satunya di dunia yang menerbitkan lisensi FLEGT terhadap produk kayu yang diekspor ke UE. Selama setahun ini, Indonesia telah mengirimkan kayu dan produk kayu legal senilai lebih dari 1 miliar dolar AS ke 28 Negara Anggota UE. Sugiharto