Kegemaran menyesap secangkir kopi rupanya mengubah jalan hidup Ridwan Sujatmiko. Pemuda kelahiran 29 tahun lalu, lulusan sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan analis kimia dan sedang bekerja di sebuah perusahaan farmasi itu kemudian memilih untuk menjalankan bisnis kedai kopi bersama dua rekannya Hikmat Pujianggara dan Heru Sudibyo.
‘Kopi Cenghar’ demikian brand yang diusung oleh tiga serangkai itu. Berawal dari sebuah gerobak bermodal Rp9 juta, usaha Ridwan dan kawannya berkembang sehingga memiliki outlet kekinian di Ciawitali, Kota Cimahi, Jawa Barat.
“Omset kami sudah mencapai Rp190 juta per bulan,” ungkap Ridwan ketika disambangi di kedainya yang asri, Rabu (11/10/2017).
Menariknya, Ridwan tak sekadar menjual kopi. Tapi mempromosikan kopi yang dihasilkan dari para petani perhutanan sosial. Hebatnya, Ridwan dan kawan-kawannya juga mengedukasi petani perhutanan sosial untuk menghasilkan kopi yang lebih baik. Ini berarti pendapatan yang lebih baik bagi petani.
Tak berhenti sampai di situ, Ridwan bergabung dengan jaringan Perhutanan Sosial Nusantara (Pesona) yang dibina Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Melalui jaringan tersebut Ridwan mendapat dukungan promosi untuk Kopi Cenghar. Selain itu, Ridwan dan kawasan juga mendapat akses untuk memperoleh kopi dan komoditas hasil perhutanan sosial lainnya dari seluruh nusantara. “Kami akan mempromosikan gula aren sebagai pendamping kopi,” kata dia.
Untuk tahu lebih banyak bagaimana jatuh bangun Kopi Cenghar, berikut petikan wawancara dengan ayah dari 2 putra itu:
Bisa diceritakan bagaimana awal mula mengembangkan Kopi Cenghar?
Awalnya tak ada niat untuk membuka kedai kopi. Saya dan kawan-kawan hanya senang untuk minum kopi. Setiap kedai dan coffe shop kami sambangi untuk sekadar minum kopi. Tapi ada yang mengganjal karena ternyata kedai kopi banyak menawarkan kopi dari negara lain.
Dari situ saya mencari-cari informasi sumber kopi Indonesia, khususnya di Bandung. Saya menemui beberapa Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bisa memproduksi kopi arabika dengan kualitas baik. Saat itu kami juga menemukan kondisi petani kopi yang menyedihkan karena harga yang rendah.
Akhirnya pada tahun 2015, saya dan teman-teman sepakat untuk membuka warung kopi, khususnya kopi dari Jawa Barat yang dihasilkan dari petani-petani di LMDH. Modal awalnya waktu itu cuma Rp9 juta. Kami jualan di gerobak.
Usaha yang kami jalankan pun waktu itu belum fokus untuk mendapat keuntungan. Sekadar untuk mencukupi biaya operasional saja. Kebetulan kami semua masih bekerja di sebuah perusahaan waktu itu. Setiap laba yang kami peroleh kami langsung investasikan kembali. Kalaupun ada keuntungan yang kami ambil hanya sekadarnya. Untuk penyemangat saja.
Lama-lama usaha kami berkembang. Kami membuka outlet di sebuah pusat jajan serba ada (Pujasera). Di sana, tanpa sengaja kami bertemu Pak Hadi Daryanto. Kami tidak tahu siapa beliau dan latar belakangnya apa waktu itu. Sebab orangnya sangat low profile banget. Yang pasti beliau menawari kami untuk membuka kedai kopi di tempat saat ini.
Belakangan, baru kami tahu bahwa beliau adalah pejabat eselon 1 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Itu pun baru kami ketahui menjelang peresmian kedia Kopi Cenghar. Waktu itu ada protokoler dari Kementerian LHK yang mengontak bawah Ibu Menteri LHK Siti Nurbaya berkenan untuk meresmikan kedai Kopi Cenghar. Saya bingung, kok bisa Menteri LHK akan datang. Baru kemudian saya diberitahu oleh protokoler bahwa Pak Hadi itu salah satu dirjen di sana. Kedai kami pun diresmikan Desember 2016.
Kenapa dinamai Kopi Cenghar?
Ya cenghar ini bahasa sundanya mah segar fresh. Jadi kami harap mereka yang datang minum koi di sini, pulanya sudah segar. Cenghar juga pelesetan dari “tina goceng jadi benghar” yang artinya kira-kira dari lima ribu bisa menjadi kaya.
Bagaimana omsetnya saat ini?
Alhamdulilah, kedai selalu ramai apalagi kalau akhir pekan. Kami memang tidak memasang harga tinggi untuk tiap cangkir kopi. Untuk secangkir latte atau cappucino dimana kopinya tidak berat, kami tawarkan hanya Rp12.000/cangkir. Sementara untuk espreso single origin hanya Rp15.000/cangkir. Harapannya dengan harga yang terjangkau, pelanggan lebih memilih kopi ketimbang minuman lain
Untuk omsetnya terus berkembang. Terakhir kami berhasil membukukan Rp190 juta per bulan lalu dengan sekitar 60% bersumber dari penjualan kopi.
Anda mengambil biji kopi langsung dari petani?
Ya, setelah berkeliling kami tahu bahwa kualitas kopi yang dihasilkan petani cukup baik. Hanya saja selama ini mereka menjual pada grade yang rendah yaitu chery (buah kopi yang masih kemerahan). Padahal harganya rendah hanya Rp6.000/kilogram. Padahal kalau mereka mau menjual dalam grade green bean, harganya bisa menjcapai Rp130.000/kg.
Kami pun mengedukasi petani kopi untuk mau meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkan. Memang tidak mudah, karena banyak petani yang masih berfikir pada kuantitas ketimbang kualitas. Padahal dengan sedikit usaha, maka petani bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik meski hasil panennya sedikit. Jika dijual dalam bentuk chery, lahan kopi seluas 1 hektare paling banyak menghasilkan Rp6 juta-Rp7 juta. Per musim panen. Padahal dengan sedikit usaha, pendapatannya bisa naik hingga Rp60 juta-Rp70 juta per musim panen.
Sejauh ini sudah ada empat kelompok tani binaan kami langsung. Tapi kami juga membuka peluang bagi petani lain untuk menawarkan biji kopinya kepada kami. Saat ini kami menyerap sekitar 2 kuintal biji kopi per bulannya.
Ini berarti kami telah melaksanakan prinsip seller meet buyer. Dimana petani kopi bisa menjual langsung kepada kami. Dampaknya, petani mendapat harga yang lebih baik ketimbang sekadar menjual buah kopi dalam grade chery kepada pengepul. Di sisi lain, pelanggan juga bisa menikmati kopi berkualitas dengan harga yang terjangkau.
Apa rencana ke depan?
Mudah-mudahan kami terus berkembang. Bisa ada cenghar-cenghar lain. Kami diajak untuk bergabung pada Pesona Mart, sebuah program yang diinisasi Kementerian LHK. Di sini berbagai komoditas hasil usaha perhutanan sosial banyak ditawarkan. Salah satu yang hendak kami promosikan adalah gula aren, yang juga dihasilkan melalui usaha perhutanan sosial. Gula aren akan kami manfaatkan sebagai pendamping minum kopi, meski minum kopi tuh seharusnya tanpa gula. Sugiharto