Bambu yang Menyejahterakan Masyarakat

Direktur Yayasan Bambu Lestari Arief Rabik

Muda, hebat, dan “berbahaya”. Istilah yang dipopulerkan grup musik beraliran punk asal Bali, Superman is Dead, sepertinya cocok disematkan kepada Arief Rabik. Di usia yang masih muda, Arief boleh dikategorikan hebat karena kini menjadi Direktur di Yayasan Bambu Lestari, sebuah organisasi non profit yang dibangun tahun 1990 oleh Ibunya dan bertujuan untuk melindungi dan mengkonservasi hutan dengan memanfaatkan berbagai keunggulan bambu

Bambu memang memiliki banyak keunggulan, tanaman itu efektif untuk merehabilitasi hutan dan lahan karena cepat tumbuh dan mampu menyimpan air dalam jumlah besar. Pada saat yang sama, bambu menyerap karbon yang berarti ikut berperan dalam mitigasi bencana perubahan iklim. “Bambu adalah tanaman juara untuk memperbaiki kondisi lahan,” kata Arief.

Bambu juga unggul, karena bisa dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa perlu kemampuan khusus, baik di hulu maupun di hilir. Bambu pun sejatinya sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Indonesia.

Dengan keunggulan bambu itulah, Arief pun menyebarkan ide “berbahaya” untuk menyebarluaskan pemanfaatan bambu lestari. Berbahaya di sini tentu saja dalam konotasi positif. Arief menginisiasi Seribu Desa Bambu, sebuah program pemanfaatan bambu berbasis masyarakat yang tersebar di 1000 desa di seluruh Indonesia.

Penyebarluasan pemanfataan bambu lestari juga dilakukan Arief dengan menggandeng International Bamboo Foundation, organisasi non profit Internasional yang berbasis di Amerika Serikat dan Belanda.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah rendahnya nilai keekonomian bambu. Solusinya, Arief kemudian membangun PT Indobambu Lestari, perusahaan yang memanfaatkan bambu untuk diolah menjadi berbagai hasil hutan bernilai tinggi seperti bambu lamina yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan konstruksi bangunan.

Untuk tahu lebih jauh bagaimana keunggulan bambu dan perjalanannya mengembangkan bambu, berikut petikan wawancara Agro Indonesia degan Arief saat ditemui pada penyelenggraan Konferensi Perubahan Iklim ke 23 Fiji, di Bonn, Jerman awal November lalu.

Apa alasan anda begitu getol mengembangkan bambu?

Indonesia menghadapi persoalan lahan terdegradasi saat ini. Untuk mengatasinya kita perlu solusi yang inklusif. Bambu adalah jawabannya. Bambu adalah solusi yang terbaik untuk mengatasi degradasi hutan dan lahan. Bambu juga mudah dimanfaatkan oleh masyarakat.

Apa keunggulan bambu dibandingkan dengan tanaman lain?

Sangat banyak keunggulan bambu dibandingkan jenis tanaman lain. Satu rumpun tanaman bambu bisa menyimpan hingga 5.000 liter air. Ini tentu saja menjadikannya sangat baik sebagai pengatur tata air dan menjadi cadangan air di musim kemarau.

Bambu juga memiliki kemampuan menyerap gas rumah kaca (GRK) sangat besar. Hasil penelitian menyatakan serapan karbon bambu bisa mencapai 50 ton GRK setara karbondioksida di setiap hektare tiap tahun. Ini tentu saja baik dalam rangka mitigasi perubahan iklim global. Kita tahu, perubahan iklim telah menimbulkan cuaca ektrem yang berdampak pada banyak bencana seperti banjir, kekeringan dan juga kebakaran lahan. Perubahan iklim yang tidak dikendalikan bahkan bisa memberi ancaman yang lebih luas seperti penyebaran penyakit dan juga naiknya muka air laut yang bisa menenggelamkan pulau-pulau kecil serta mengancam produksi pangan kita.

Yang juga harus diketahui, produktivitas bambu sangat tinggi. Bisa mencapai 50 ton per hektare per tahun. Ini menjadikannya bambu sebenarnya sangat potensial untuk dimanfaatkan.

Indonesia beruntung, karena spesies bambu yang dimiliki Indonesia memiliki produktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan spesies bambu dari Negara beriklim sub tropis. Bisa 4 kali lipat lebih tinggi. Spesies bambu di Indonesia umumnya tumbuh berumpun, berbeda dengan spesies bambu di Negara sub tropis yang tumbuh per batang sendirian.

Selain soal keunggulan dibandingkan tanaman lain, apa faktor lain yang membuat bambu layak dikedepankan sebagai tanaman untuk rehabilitasi hutan dan lahan?

Dalam konteks pemanfaatan, bambu punya keunggulan karena sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Banyak alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Bambu juga sejak lama dimanfaatkan untuk bahan bangunan oleh masyarakat Indonesia. Jangan juga lupakan bambu sebagai alat perjuangan kemerdekaan dengan dijadikan bambu runcing. Meski pemanfaatannya masih sederhana, namun itu menunjukan bambu adalah bagian dari budaya Indonesia.

Tantangannya saat ini adalah nilai keenomian bambu yang rendah. Harga bambu di tingkat masyarakat sangat rendah. Ini membuat tanaman bambu sering dimarjinalkan. Padahal demand akan produk bambu terus meningkat di pasar internasional dan akan terus berkembang. Berbagai jenis produk berkualitas bisa dihasilkan dari tanaman bambu mulai dari serat tekstil hingga panel untuk keperluan konstruksi. Jarak nilai keekonomian di masyarakat dan industri ini yang perlu dipangkas.

Apa yang anda  lakukan untuk memangkas jarak keekonomian itu?

Kunci untuk memecahkan tantangan itu adalah memberdayakan masyarakat. Saat ini kami sedang melakukan pengembangan 1.000 Desa Bambu di seluruh Indonesia. Program ini juga mendapat dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).  Nantinya, setiap desa akan menanam sedikitnya 70.000 bibit bambu seluas 2.000 hektare atau setara 35 rumpun/hektare.

Kami juga akan melakukan pembinaan bagi masyarakat untuk melakukan budidaya tanaman bambu dan pengolahan bambu hingga setengah jadi. Untuk memastikan bambu yang dibudidyakan masyarakat dan diolah diserap, akan dijalin kerjasama dengan industri pengolahan.

Ini bisa meningkatkan pendapatan masyarakat dari 40 dolar AS/ton menjadi 200 dolar AS/ton.  Masyarakat lebih mudah mengolah bambu ketimbang kayu yang ukurannya besar-besar.

Apa dukungan yang diberikan KLHK?

Selain kebijakan, KLHK melalui Badan Litbang dan Inovasi KLHK yang bekerja sama dengan Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO) membanu pengembangan teknik pembibitan bambu. Berdasarkan teknik yang dikembangkan, bibit bambu ditanam setelah terbentuk rumpun yang terdiri dari beberapa tunas bambu. Namanya spartan seedling. Dengan Spartan seedling, rumpun bambu sudah mulai bisa dipanen secara selektif setelah 2-3 tahun. Padahal kalau penanaman konvensional yang hanya satu bibit, butuh 8-9 tahun.

Sugiharto