Indonesia Serius, Internasional pun Harus

Perubahan iklim bukanlah mitos. Fenomena yang terjadi saat ini membuktikan bahwa perubahan iklim sejatinya memang nyata. Pergeseran musim kemarau dan musim hujan menjadi gejala yang paling bisa dirasakan di tanah air. Di tempat lain bisa disaksikan es abadi di kutub, juga di puncak-puncak gunung, mencair. Sementara terumbu karang yang menjadi benteng dari gelombang laut mengalami pemutihan dan kerusakan.

Jika diabaikan, bencana kemanusiaan yang serius mengancam. Mencairnya es di kutub bisa membuat tinggi permukaan laut naik dan mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sementara pergeseran musim bisa mengganggu produksi pangan. Belum lagi munculnya wabah penyakit. Sebagai negara kepulauan dengan penduduk yang tidak sedikit, Indonesia jelas harus mewaspadai bencana iklim.

Itu sebabnya, Indonesia serius melakukan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim. Keseriusan itu kembali ditegaskan pada Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-22 di Marakes, Maroko, 7-18 November 2016.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, yang menjadi Kepala Delegasi Republik Indonesia, menjelaskan, sebagai negara berkembang Indonesia telah melakukan upaya sukarela dengan intervensi kebijakan nasional seperti Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (GRK) dengan target penurunan emisi 2020 sebesar 26% untuk seluruh sektor, termasuk Program REDD+ di sektor kehutanan.

“Sedangkan untuk tahun 2020-2030, Indonesia akan menurunkan emisi sebesar 29% sampai 41% dari business as usual dengan baseline 2,87 Giga ton setara CO2 untuk semua sektor,” kata Menteri Nurbaya saat menjadi panelis facilitative dialogue tingkat menteri tentang ambisi penurunan penurunan emisi GRK.

Komitmen tersebut telah disampaikan di dalam dokumen Niat Kontribusi Nasional (National Determined Constributions/NDC) untuk penurunan emisi GRK, yang juga menggabungkan antara upaya mitigasi dan adaptasi.  Sekadar mengingatkan, dokumen NDC adalah dokumen yang memaparkan komitmen setiap negara untuk menurunkan emisi GRK-nya. NDC menjadi bagian dari Persetujuan Paris tentang perubahan iklim yang dicapai pada COP 21 di Paris, Desember 2015. Target dari persetujuan itu adalah mencegah kenaikan suhu global lebih dari 2 derajat Celcius di atas masa sebelum era pra industrialisasi.

Indonesia sendiri telah meratifikasi Persetujuan Paris, yang telah berlaku efektif global setelah lebih dari 55 negara pihak yang berkontribusi terhadap setidaknya 55% emisi gas rumah kaca global meratifikasinya.

Lebih jauh, Menteri Nurbaya menjelaskan, mengenai dua sektor utama yang berkontribusi besar dalam upaya penurunan emisi, yaitu sektor energi dan lahan. Untuk energi,  Indonesia akan menggunakan energi terbarukan (renewable) sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya 31% di tahun 2050 dan pada waktu yang sama. Sementara penggunaan batubara diminimalisir sampai 30% di 2025 dan setidaknya 25% di 2050 dengan menggunakan teknologi bersih. Sedangkan pada sektor lahan, melalui program REDD+ diproyeksikan potensi menurunkan emisi sebesar 0,8 Giga ton setara CO2e per tahun.

Untuk mewujudkan komitmen penurunan emisi itu, Indonesia ada dana dari kocek Indonesia. Menteri Nurbaya mengungkapkan, dana domestik pada periode 2007-2014 sebesar 17,48 miliar dolar AS. Indonesia juga telah merencanakan pendanaan iklim untuk periode 2015 -2019 sebagai bagian dari pendanaan pembangunan nasional sebanyak 55,01 miliar dolar AS.  Sedangkan pendanaan untuk REDD+ sedang dalam tahap finalisasi instrumen pendanaannya.

Dalam kesempatan itu, Menteri Nurbaya menekankan, negara-negara yang meratifikasi Protokol Kyoto dan Amandemen Doha harus terdepan memberi contoh penurunan emisi domestiknya. Sementara negara maju dan berkembang lainnya menjalankan mandat dari Bali Action Plan.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Nurbaya menegaskan, kebijakan untuk penurunan emisi di Indonesia bukanlah untuk  menyenangkan negara lain. Melainkan amanat dari peraturan perundang-undangan untuk menyejahterakan  masyarakat Indonesia. “Kebijakan kita rupanya sejalan dengan yang dilakukan komunitas internasional,” katanya.

Realisasi Pendanaan

Posisi Indonesia tentang perlunya komitmen global untuk mencegah perubahan iklim ditekankan kembali oleh Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Masripatin, yang juga Ketua Negosiator Delegasi Indonesia pada COP 22. Penegasan itu disampaikan saat acara puncak penutupan COP 22 di hadapan Presiden COP dan 1.500 peserta.

Penegasan pertama adalah mendorong pencapaian target penurunan emisi dan agenda adaptasi sebelum tahun 2020 sebagai landasan kuat untuk pelaksanaan komitmen negara-negara pasca 2020.  Indonesia secara khusus juga menyerukan kepada negara-negara maju yang telah meratifikasi Amandemen Doha untuk dapat menuntaskan kewajibannya dalam menurunkan emisinya.

Perhatian yang sama juga ditujukan terhadap program-program adaptasi, mitigasi dan dukungan pendanaan,  alih teknologi dan peningkatan kapasitas harus sama rata. Indonesia mendorong agar perlakuan yang sama ini harus berlanjut pada implementasi NDC, dengan mempertimbangan kapasitas yang berbeda-beda di masing-masing negara.

Indonesia juga mendorong pencapaian target dukungan pendanaan 100 miliar dolar sampai tahun 2020, dengan memperhatikan antara janji (pledges) dan realisaasi. Indonesia juga mendorong agar target-target yang dibicarakan bukan hanya pra 2020 tapi juga pasca 2020, termasuk pendanaan adaptasi.

Pesan lainnya adalah soal fasilitasi implementasi dan pemenuhan (compliance) program mitigasi dan adaptasi untuk mendukung pencapaian target Indonesia dan negara berkembang lainnya. Indonesia menekankan agar pemenuhan ini menjadi kunci dan harus dilanjutkan dengan prinsip fasilitatif, non punitif dan non adversarial.

Indonesia juga mengajak agar memperhatikan keseimbangan aspek substantif dan pengorganisasian  pada pembahasannya serta keseimbangan pada transparansi aksi dan dukungan pendanaan, alih teknologi dan peningkatan kapasitas. Hal ini sangat penting untuk eveluasi pencapaian melalui pelaporan global-secara kolektif (global stocktake) di tahun 2023 mendatang.

Indonesia pun menegaskan pentingnya tindak lanjut semua mandat dari COP 22, CMP-12 dan CMA-1 termasuk submisi negara anggota dan aspek substansi lainnya, dan menyetujui penetapan waktu kelanjutan persidangan CMA-1. Indonesia juga mendukung pelaksanaan Dialog Fasilitatif di tahun 2018 untuk meniliai kesiapan setiap negara dalam menjalankan NDC-nya masing-masing.

Pesan lainnya adalah, Indonesia menegaskan prinsip inklusifitas, transparan, terbuka dan mengikut sertakan seluruh anggota dalam proses negosiasi mendatang. AI