Indonesia menyiapkan perhitungan ulang emisi gas rumah kaca (GRK) lahan gambut dengan mempertimbangkan pembasahan dan tinggi muka air yang dilakukan.
“Indonesia sedang menyusun dan mengusulkan pengukuran pengurangan emisi GRK pada tingkat Tier 3 di lahan gambut,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ALue Dohong Saat membuka diskusi bertajuk ‘Restoring Peatlands: Proposed GHG Emission factor and methodology on peatland ecosystem based on Ground Water Level in Tier 3 Measurement’ di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat, 8 Desember, 2023.
Diskusi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK itu menghadirkan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) Profesor Supiandi Sabiham, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional yang juga Vice Chair IPCC Working Group I Profesor Edvin Aldrian, dan Peneliti Hokaido University Profesor Mitsuru Osaki.
Hadir pula Senior Vice President of Sustainability PT Astra Agro Lestari Dr Bandung Sahari; dan peneliti PT Riau Andalan Pulp and Paper Dr Sofyan Kurnianto.
Untuk diketahui, Tier adalah tingkat kerincian faktor emisi perubahan cadangan karbon. Tier 1 mengacu pada data global rujukan Panel antar Pemerintah terkait Perubahan Iklim (IPCC). Sementara Tier 2 menggunakan data yang lebih rinci yang diperoleh dari penelitian di tingkat nasional. Tier 3 lebih rinci lagi karena data yang digunakan spesifik pada satu lokasi tertentu.
Alue menyatakan, Indonesia telah melakukan upaya restorasi dan perbaikan pengelolaan gambut. Hal itu dilakukan dengan membangun sekat kanal, penutupan kanal, pemantauan tinggi muka air, membangun sistem kewaspadaan karhutla (Fire Danger Rating System/FDRS), dan membangun berbagai sistem informasi.
Alue menekankan pemantauan tinggi muka air adalah kegiatan yang vital dalam restorasi dan perbaikan tata kelola gambut.
“Pemantauan gambut secara terus menerus dan real time adalah faktor kunci untuk menyusun model dan algoritma pada tingkat Tier 3. Perpaduan pemantauan dengan citra satelit akan diperoleh data emisi GRK yang lebih akurat setelah dilakukan perbaikan tata air dan tata kelola gambut,” katanya.
Alue mengungkapkan, upaya restorasi dan perbaikan tata kelola gambut yang dilakukan Indonesia telah berhasil merestorasi 3,779 juta hektare gambut.
Dalam upaya tersebut, lebih dari 28.207 unit sekat kanal dibangun, dan ada 10.771 unit titik penataan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) gambut yang tersebar di 233 kesatuan Hidrologis Gambut.
“Tinggi muka air gambut dimonitor secara terus menerus dan real time melalui sistem informasi SiMATAG-0.4m KLHK,” katanya.
Menurut Alue, data pemantauan tinggi muka air ini sudah dikumpulkan sejak tahun 2017 dan akan menjadi dasar dari perhitungan emisi GRK Tier 3 gambut. ***