Industri Kayu Terancam Relaksasi DNI

industri kayu gergajian

Niat pemerintah melonggarkan 54 bidang usaha dikeluarkan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) memicu penentangan, termasuk di industri kehutanan. Tak hanya yang terkait usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), tapi juga kemampuan pengusaha dalam negeri serta daya dukung bahan baku.

Tim ekonomi Presiden Jokowi memicu kontroversi ketika melansir paket kebijakan ekonomi tahap XVI. Berbeda dengan paket kebijakan sebelumnya, kalangan pengusaha bereaksi keras, bahkan meminta penarikan beleid yang masih dalam taraf sosialisasi tersebut. Kebijakan paling kontroversial adalah pelonggaran atau relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Selain tidak diajak berembuk, pengusaha menyoroti dibebaskannya asing masuk dan bersaing dengan UMKM. Di industri kehutanan, terutama kayu gergajian dan pertukangan, ribuan UMKM terancam dengan membebaskan asing masuk.

“Ini kebijakan yang tidak tepat. Mereka (asing) punya modal dan bisa mengancam pengusaha lokal. Terus, apa kita disuruh hanya menjadi buruh?” kecam Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Pertukangan (ISWA), Soewarni di Jakarta, Rabu (21/11/2018). Industri kehutanan yang dimaksud adalah industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) yang terdiri dari industri kayu gergajian dan pertukangan, veneer, kayu lapis, pelet kayu, LVL dan serpih kayu (chips).

Yang memprihatinkan Soewarni, relaksasi DNI di IPHHK ini justru menembak pabrik yang kapasitasnya dimulai dari 2.000 m3. Pabrik sebesar itu masuk kategori kecil-menengah dan izin pun cukup pemerintah daerah. Di Jawa Tengah, jumlahnya mencapai 900 unit dan di Jawa Timur sekitar 1.000 unit. Jika dilanjutkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), maka enam jenis IPHHK tersebut boleh dimasuki asing dan tak perlu rekomendasi pasok bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Kewaspadaan juga disuarakan anggota Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), Robianto Koestomo. “Kebijakan relaksasi DNI bagus. Tapi harus diikuti dengan kebijakan melindungi pengusaha pribumi, jangan sampai direbut investor asing, khususnya China,” kata Robi yang juga Ketua bidang Pertanian, Kehutanan, dan Pertambangan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI).

Kalangan aktivis lingkungan pun, kali ini, ternyata sependapat. Ketiadaan rekomendasi pasok bahan baku berkelanjutan bisa jadi bumerang mematikan. “Kebijakan itu akan menambah ancaman bagi percepatan laju degradasi dan deforestasi hutan,” ujar Dinamisator Jaringan Pemantauan Independen Kehutanan (JPIK), Muhammad Kosar, seraya mendesak peninjauan ulang beleid relaksasi DNI.

Namun, Menteri LHK Siti Nurbaya yakin, pelonggaran DNI malah bagus memicu tumbuhnya industri pengolahan kayu, dan sekaligus merangsang penanaman pohon yang lebih besar. Pulau Jawa contohnya. Hutan rakyat berkembang bersamaan dengan tumbuhnya industri kayu olahan. “Kami hitung, hutan rakyat di Jawa bisa menghasilkan kayu hingga 9 juta m3/tahun,” kata Siti, Jumat (23/1/2018). AI