Transformasi digital bisa mendukung pengelolaan hutan lestari secara lebih efisien dan efektif. Didukung inovasi di bidang sosial pengelolaan hutan akan semakin inklusif sehingga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia
Hal itu terungkap pada seminar nasional bertajuk “Transformasi Digital Mendukung Inovasi Kehutanan 4.0 untuk Ekonomi Hijau dan Penyelamatan Bumi” di Auditorium Gedung Manggala Wanabakti di KLHK di Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Seminar nasional itu diselenggarakan oleh Yayasan Sarana Wanajaya, Perkumpulan Pensiunan Kehutanan Indonesia (Penshutindo), dan Kopkarhutan dan dihadiri lebih dari 300 peserta yang hadir secara offline maupun online.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono menyatakan pengelolaan hutan saat ini terus bertransformasi dan melakukan inovasi dalam pemanfaatan teknologi.
“Sistem digital informasi telah kita bangun,” kata Bambang.
Kehutanan 4.0 dapat diartikan sebagai pengelolaan kehutanan berbasis teknologi yang kontekstual, saling terhubung, dan otomatis, yang erat hubungannya dengan pengelolaan hutan secara cerdas.
Perkembangan teknologi dan sistem informasi di era revolusi industri 4.0 saat ini dapat dimanfaatkan antara lain untuk memantau penurunan laju deforestasi setiap tahun, mengembangkan sistem informasi pengelolaan hutan lestari komprehensif dan terintegrasi untuk menghasilkan produktivitas yang sesuai dengan prinsip lingkungan.
Sementara Pelaksana tugas Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto mengatakan sistem pengelolaan kehutanan 4.0 menjadi salah satu pilar penting di mana sektor kehutanan diharapkan mampu berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sistem pengelolaan kehutanan 4.0 dapat mewujudkan sistem data dan informasi yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan untuk mendukung pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
Arifin menuturkan terdapat tiga komponen utama yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kegiatan dan sistem pengelolaan kehutanan 4.0, yaitu pengukuran dan pemantauan, perencanaan, serta operasional dan tata kelola.
Ia menjelaskan, komponen pengukuran dan pemantauan kondisi hutan itu meliputi pengukuran areal tutupan hutan dan hutan berdasarkan tata batas yang berlaku, inventarisasi potensi hutan, pemantauan sebaran dan ancaman hutan, serta pemetaan dan pemodelan untuk mendukung perencanaan pengelolaan hutan.
Komponen perencanaan kehutanan mencakup penyusunan rencana pengelolaan dan perlindungan hutan serta penyusunan rencana rehabilitasi dan pemanfaatan hutan.
Sedangkan aspek pelaksanaan operasional dan tata kelola kehutanan meliputi kegiatan perlindungan, rehabilitasi dan pemanfaatan sumber daya hutan, konservasi keanekaragaman hayati, pengendalian perizinan dan penegakan hukum, serta pemetaan mekanisme protokol dan pelaporan kasus kerusakan ekosistem.
Arifin berharap pemanfaatan perkembangan teknologi dan sistem informasi mampu mendukung penyelesaian berbagai permasalahan di sektor kehutanan pada tiga komponen tersebut.
Sementara itu Robert Nasi, Dirjen Cifor, lembaga riset kehutanan Internasional, menyatakan dahulu sektor kehutanan dikenala sebagai salah satu yang sangat miskin inovasi. Kalaupun ada hanya dilakukan pada peralatan mekanik yang digunakan.
“Padahal Inovasi tidak melulu soal teknologi tapi juga sosial seperti kelembagan dan bentuk-betuk tata kelola,” katanya.
Namun kini inovasi kehutanan terus berkembang. Di sisi teknik penggunaan teknologi digital untuk pemetaan sudah dimanfaatkan. Ada juga pemanfaatan iptek biologi untuk lacak balak dan akuntablitas.
Di bidang sosial, inovasi kehutanan yang dimanfatkan termasuk penggunaan aplikasi meeting online dan media sosial untuk merangkul masyarakat dalam pengelolaan hutan secara kolaboratif.
Robert Nasi menyatakan inovasi yang terus berkembang perlu dilakukan untuk memastikan kelestarian hutan sebagai penyangga kehiduan manusia.
Wakil ketua Komisi IV DPR Anggia Ermarini mengingatkan di era disruptif dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini, pengelolaan hutan dan lingkungan hidup harus tetap inkklusif.
“Tujuannya adalah untuk menyejahterakan masyarakat banyak,” katanya.
Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Hendro Martono menegaskan pentingnya industri harus mengedepankan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Hendro menjelaskan sektor industri menjadi salah satu sektor pendorong Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tercatat pada triwulan IV tahun 2020 beberapa industri telah tumbuh positif, seperti industri logam dasar tumbuh 11,46%, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 8,45%, industri makanan & minuman sebesar 1,66%, serta beberapa sektor industri lainnya juga telah menunjukkan pertumbuhan yang positif.
“Pertumbuhan ini harus diimbangi dengan perubahan pola pikir dan pola bisnis pada industri untuk menjadi industri yang efisien dan efektif serta taat pada aturan yang terkait dengan lingkungan hidup agar tidak terjadi konsumsi dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan,” ungkap Hendro.
***