Komoditas cabai masih menjadi salah satu komoditas yang rentan karena harganya seringkali berfluktuasi yang membuat konsumen dan petani komoditas tersebut kerap dirugikan.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pada komodits yang rasanya pedas itu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) melalui Program Indofood Riset Nugraha (IRN) menggelar Simposium Nasional dan Bedah Buku Cabai “Potensi Pengembangan Agrobisnis dan Agroindustri Cabai”. di Jakarta, Rabu (18/10/2017)
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang, mengatakan, simposium nasional dan bedah buku ini merupakan pengembangan dari Program IRN, program Corporate Social Responsibility Indofood yang memberikan bantuan dana penelitian bidang pangan bagi mahasiswa S1. “Indofood sebagai perusahaan makanan yang memiliki visi sebagai Total Food Solutions Company ingin memberikan kontribusi pada persoalan pangan nasional. Pada Simposium Nasional kali ini, fokus pembahasan adalah mencari solusi yang tepat sasaran, konkrit dan nyata untuk menekan fluktuasi harga cabai yang dapat memicu inflasi melalui agrobisnis dan agroindustri komoditas cabai,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kegiatan tersebut, selain untuk menyambut Hari Pangan Sedunia, juga dilatarbelakangi oleh komoditas cabai yang merupakan hasil pertanian yang unik.
Cabai, walaupun dikonsumsi dalam jumlah kecil (mikro), tetapi pergolakan harga cabai dalam negeri mempunyai peran esensial bagi ekonomi masyarakat,bahkan mempunyai peran signifikan pada ekonomi makro Indonesia. Pada tahun 2016, misalnya, Bank Indonesia menyatakan bahwa harga cabai merupakan salah satu sumber utama permasalahan inflasi. Dimana sejak awal tahun 2016, harga cabai berkontribusi mencapai 16,1 % dari komponen inflasi.
Ketua Tim Pakar IRN FG Winarno mengungkapkan pasar sering menghadapi kondisi pasokan (supply) cabai segar yang tidak sesuai dengan permintaan masyarakat, sehingga fluktuasi harga cabai pun tidak bisa dihindari. “Fluktuasi suplai cabai disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya karena musim dan juga masalah penyakit tanaman,” paparnya.
Selain itu cabai termasuk komoditi yang cepat mengalami kerusakan dan pembusukan sehingga perlu penanganan pasca panen yang tepat. Sementara saat ini di Indonesia belum ada perkebunan yang berskala besar, yang dapat menjamin stok cabai nasional.”
Dia menyebutkan, buku “Cabai : Potensi Pengembangan Agrobisnis dan Agroindustri” merupakan kumpulan tulisan, analisa dan pemikiran Tim Pakar IRN. Buku ini mengupas komoditas cabai dari berbagai aspek seperti aspek bioteknologi dan pengembangan cabai, kandungan gizi dalam cabai, budidaya cabai, hama dan penyakit cabai, cara peningkatan produksi cabai hingga penanganan pasca panen.
“Kami berharap buku ini dapat memberikan manfaat dan solusi bagi permasalahan cabai yang dihadapi oleh para petani dan semoga buku ini juga bisa menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman budidaya cabai bagi peminat baru budidaya cabai, para murid dan mahasiswa bidang pertanian,” ujar FG Winarno.
Dalam simposium itu tampil sebagai pemberi materi adalah Prof. Dr. FG Winarno dan Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MS. Sementara panelis berasal dari pelaku bisnis komoditi cabai yakni Peter Tangka, petani & pengusaha cabai, Abdul Hamid (perwakilan dari asosiasi agribisnis cabai) dan Stefanus Indrayana mewakili industri. Buyung