Penyediaan air irigasi bagi tanaman padi menjadi salah satu kunci yang mendukung peningkatan produksi pangan. Terjaminnya penyediaan air irigasi bisa diupayakan melalui peran Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). P3A mengelola atau memelihara jaringan irigasi tersier dan mencari solusi secara lebih mandiri terhadap persoalan-persoalan menyangkut air irigasi yang muncul di tingkat usaha tani.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementan, untuk mendongkrak peningkatan produksi pangan secara signifikan. “Saat ini, penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang lebih memadai menjadi fokus dalam peningkatan produksi pangan. Di antaranya melalui pembangunan atau rehabilitasi jaringan irigasi, perluasan atau pencetakan sawah baru dan penyediaan alat mesin pertanian,” kata Mentan, Selasa (9/3/2021).
Dari penyediaan sarana dan prasarana tersebut, jelas Syahrul, secara kuantitas mengalami peningkatan. Begitu pula dengan pembangunan atau rehabilitasi jaringan irigasi yang sudah dilaksanakan mampu memberikan kontribusi perluasan coverage area tanaman yang terairi.
“Namun, saat ini yang masih perlu ditingkatkan dalam penyediaan dan pengelolaan air irigasi adalah bagaimana pengelolaan, pemanfaatan serta pemeliharaan jaringan irigasi berjalan secara berkelanjutan. Sehingga terus berkontribusi terhadap peningkatan produksi tanaman pangan,” katanya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy menjelaskan, P3A merupakan salah satu lembaga atau kelompok petani di pedesaan yang handal dan berperan penting dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan air irigasi.
Lembaga ini secara khusus mewadahi para petani yang terkait dengan tata kelola air irigasi di tingkat usaha tani, sekaligus pengelolaan sumber daya air lainnya.
“Jadi, wajar jika kemudian Kementan merasakan betapa perlunya melakukan upaya penguatan atau pemberdayaan kelembagaan petani pemakai air tersebut sebagai ujung tombak dalam peningkatan produksi pangan dan pencapaian swasembada pangan,” kata Sarwo Edhy.
Pentingnya peran P3A disebutkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004, di mana petani diberi wewenang dan tanggung jawab pemeliharaan di tingkat usaha tani. Pentingnya penguatan atau pemberdayaan petani pemakai air juga tertulis dalam regulasi khusus, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 yang mengamanatkan pembinaan dan pemberdayaan P3A menjadi tanggung jawab instansi pemerintah daerah yang membidangi ketahanan pangan.
“Dalam hal ini, antara lain adalah dinas atau instansi pemerintah lingkup pertanian sebagai perpanjangan tangan Kementan di daerah,” ungkapnya.
Sarwo Edhy menambahkan, selama ini, upaya pembinaan P3A lebih diarahkan untuk menyediakan atau membagi air secara adil bagi anggotanya, mengelola atau memelihara jaringan irigasi tersier.
Selain itu, mencari solusi secara lebih mandiri terhadap persoalan-persoalan menyangkut air irigasi yang muncul di tingkat usaha tani. “Serta meningkatkan kemampuan lembaga petani dalam menjalin kerja sama dengan pihak luar. Termasuk pemerintah daerah atau lembaga lain untuk kepentingan petani anggota,” jelasnya.
Sarwo Edhy menuturkan, pengalaman di lapangan menunjukkan, kehadiran P3A sudah mampu melakukan pengelolaan air dalam suatu sistem irigasi yang lebih luas. Sebagai contoh, pemeliharaan saluran irigasi di tingkat sekunder dan primer ataupun daerah irigasi secara utuh yang pembinaan dan pemberdayaan kelembagaannya sudah mencapai pada tingkat mandiri.
“Sejalan dengan perkembangannya, Kementan memandang perlu untuk merancang indikator kinerja yang menjadi tolak ukur penilaian efektivitas pembinaan perkumpulan petani dalam mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan,” katanya.
Sebagai contoh P3A Karang Tani, Bantul, Daerah Istimewa Yogjakarta, yang beberapa tahun lalu memanfaatkan sprinkle untuk mengatasi masalah air di musim kemarau. Sumber berasal dari air tanah.
Sarwo Edhy menyebutkan, air merupakan faktor utama yang sangat penting bagi pertanian. “Tanpa pasokan air yang cukup, pertanian bisa terganggu,” katanya. “Hal ini akan mengakibatkan penurunan produksi dan bisa berdampak pada ketahanan pangan. Oleh karena itu, kita dukung upaya yang membuat pertanian tetap berjalan,” tambahnya.
Menurut dia, dengan sprinkle, petani yang ada di P3A Karang Tani tidak perlu lagi merisaukan air. Hanya saja, penggunaannya harus dikoordinasikan dengan baik, sehingga air yang ada bisa dimanfaatkan seluruh anggota.
Dia menambahkan, pemanfaatan sprinkle dengan baik bisa membantu petani memaksimalkan pola tanam. “Hasil yang dicapai pun akan cukup baik. Yang pada akhirnya, petani pun bisa berperan aktif dalam pemeliharaan irigasi dan pengelolaan air,” katanya.
P3A Karang Tani berada di Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan, Bantul, dan mulai aktif pada tahun 2001. Kelompok ini melakukan pengelolaan air dengan memanfaatkan aliran air hujan pada saluran irigasi. PSP
Kegiatan RJIT di Tasikmalaya Tingkatkan IP
Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), terus melakukan kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT). Kegiatan RJIT di Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten, Tasikmalaya, Jawa Barat, meningkatkan indeks pertanaman (IP) dengan demikian produktivitas juga mengalami peningkatan.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, kegiatan RJIT dilakukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan air di lahan persawahan. “Air adalah faktor yang sangat menentukan dalam pertanian. Dengan air yang terpenuhi, tanaman bisa maksimal. Melalui kegiatan RJIT, kita memastikan hal itu. Kita pastikan air di saluran irigasi bisa memenuhi kebutuhan di lahan persawahan,” katanya di Jakarta, Rabu (11/3/2021).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, kegiatan RJIT adalah bagian dari water management atau pengelolaan air.
“Kegiatan RJIT dilakukan bukan hanya untuk memperbaiki atau membenahi saluran irigasi. Tetapi juga memaksimalkan fungsi saluran irigasi agar luas areal tanam bertambah, begitu juga indeks pertanaman dan produktivitas,” katanya.
Dia menjelaskan, kegiatan RJIT di daerah ini dilakukan karena kondisi saluran irigasi awalnya berupa saluran tanah. Kondisi ini membuat distribusi air ke lahan sawah kurang lancar dan sering kehilangan air akibat tanah yang porus.
“Kita perbaiki kondisi itu dengan RJIT. Dan agar fungsinya lebih maksimal, saluran irigasi ini kita buat permanen menggunakan konstruksi pasangan batu dengan dua sisi saluran,” tuturnya.
Dengan maksimalnya fungsi saluran irigasi, lanjut dia, maka luas areal tanam akan bertambah. Selain itu, juga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan produktivitas.
Sarwo menjelaskan, kegiatan RJIT di daerah tersebut dilakukan karena kondisi saluran irigasi awalnya berupa saluran tanah. Kondisi ini membuat distribusi air ke lahan sawah kurang lancar. Selain itu, airnya terus berkurang akibat tanah yang porus.
“Maka dari itu, Kementan berupaya memperbaiki kondisi tersebut dengan RJIT,” kata Sarwo. Untuk membuat saluran irigasi permanen. kata Sarwo, RJIT di daerah tersebut dilakukan dengan memanfaatkan konstruksi pasangan batu pada kedua sisi saluran.
Diharapkan dengan pembuatan saluran irigasi permanen, maka fungsinya akan lebih maksimal. “Setelah saluran di rehab, hasil produktivitas ikut mengalami kenaikan, yaitu menjadi 6,8 ton per hektar (ha). Padahal, sebelumnya hanya 6 ton per ha,” jelasnya.
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sukariksa III, Anwar Sanusi mengatakan, sejak ada rehabilitasi, indeks pertanaman (IP) yang semula 200 meningkat menjadi 300 atau 3 kali tanam dalam 1 tahun. “Dampak lain dari rehabilitasi saluran ini adalah dapat dilakukannya percepatan pertanaman pada saat MT ke II,” katanya.
Anwar Sanusi menyebutkan luas layanan irigasi sebelum dilakukan rehab saluran seluas 61 ha, setelah dilakukan perbaikan menjadi seluas 65 ha. “Sedangkan produktivitas sebelumnya hanya 6 ton/ha, namun setelah saluran di rehab mengalami kenaikan menjadi 6,5 ton/ha,” ungkapnya. PSP