
Kehadiran Presiden Jokowi dalam acara Sedekah Bumi tanggal 8 Juni 2022 di Kabupaten Batang Jawa Tengah yang digelar oleh pendukung-pendukung SK Menteri LHK Nomor 287/22 tentang penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) merupakan sinyal hijau bagi pihak Kementerian Hidup dan Lingkungan Hidup (KLHK).
Namun sinyal tersebut nampaknya tidak menyurutkan upaya pencinta hutan untuk tetap menolak kebijakan Menteri LHK yang dianggap amat berbahaya bagi lingkungan Jawa-Madura dan persatuan bangsa tersebut.
“Masalah KHDPK tersebut disamping terkait potensi akan datangnya bencana lingkungan yang besar serta rusaknya hutan Jawa juga berlatar belakang rencana penghancuran Perum Perhutani sebagai pengelola hutan Jawa. Itu sudah merupakan rencana jahat yang ada bukti-bukti tertulisnya”, kata aktivis kehutanan Ir. Haryono Kusumo, narasumber acara dialog “Ranah Publik” TVRI Yogyakarta tanggal 7 Juni 2022 yang dipandu Maria Jova.
“Perhutanan Sosial (PS) yang merupakan roh-nya KHDPK itu bagus. Kami dukung. Tetapi kenapa tidak lakukan saja sistem PHBM (pengelolaan hutan bersama.masyarakat) yang jelas sudah berjalan di Perhutani dan malah lebih baik daripada praktik PS yang nampaknya belum ada yang berhasil,” tambahnya.
Ketua Lembaga Masyarajat Desa Hutan (LMDH) Tani Maju Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo Dzul Fajar mengatakan mengutamakan kebutuhan hidup masyarakat dari lahan hutan garapannya tidak diusik oleh kebijakan KHDPK tidak peduli urusan politik.
“Saya sudah menyampaikan opsi penyelesaian masalah kisruh KHDPK ini yang selayaknya diacu agar tidak terjadi kasus tenurial dan pelanggaran serta perusakan hutan yang makin meluas. Intinya kebijakan harus dipertimbangkan sesuai kapasitas lahan, menghindari terjadinya bencana lingkungan dan dipersiapkan dengan sangat matang”, ujar Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan lulusan UGM Yogyakarta dan UW at Madison AS.
“Kehadiran Presiden di acara Batang dalam kondisi panas saat ini malah bisa menyulut keributan yang lebih luas. Masalah bencana erosi, banjir serta terjadinya konflik sosial dan akan terhilangnya hutan Perhutani tetap merupakan momok utama, disamping kabar dikerdilkannya lembaga Perhutani”, lanjutnya.
Opsi selengkapnya yang telah disampaikan Transtoto adalah sebagai berikut:
1. Selamatkan Jawa-Madura dari bencana lingkungan.
2. Perhutani harus dibantu posisi perannya sebagai pemegang dan pengendali fungsi
/sokoguru hutan Jawa-Madura jangan dikerdilkan.
3. Masyarakat desa hutan secara umum, khususnya LMDH harus tetap eksis. Jangan ditarik dalam pusaran politik.
4. Tegakkan hukum bagi yang melanggar. Bagi yang menyerobot hutan, mencabuti pal batas, menebang pohon negara, melawan petugas, orang2 yang memprovokasi keributan di masyarakat, bahkan siapapun yang karena kebijakannya merusak hutan dan lingkungan (antara lain sesuai UU 32/2019).
5. Memperrbaiki dan merevisi kebijakan/rencangan kebijakan KHDPK/PS sesuai kapasitas hutan Jawa baik menyangkut sasaran program, sasaran lokasi, kurangi/sesuaikan luasnya, perbarui kepesertaan program dengan prioritas LMDH yang sudah punya kontrak manajemen dengan Perhutani, penuhi syarat peserta program dan sanksi.
6. Lakukan program setelah sosialisasi publik terkait, dan setelah semua syarat persiapan termasuk penataan batas, pengukuhan hutan, pedoman dan petunjuk tehnis, penyiapan mental masyarajat hutan mencapai tujuan pokok konservasi hutan dan lingkungan, setelah terbitnya keabsahan perijinan, koordinasi tuntas, sampai kesepakatan untuk tidak curang, mengolah lahan dgn baik, tidak mengkomersialkan lahan garapan, tidak merusak hutan.
7. Pemerintah harus melaksanakan penambahan tutupan lahan Jawa, kegiatan-kegiatan rehabilitasi konservasi tanah dan air DAS, serta bangunan-bangunan konservasi tanah dan air, penyuluhan.
8. Pemerintah agar juga lebih bijak dalam menyusun program2 pembangunan menyangkut keselamatan dan kelestarian ekosistem dan meredam pemanasan global.
9. Terkait program reforma agraria agar dilakukan di luar Jawa-Madura. Yang lahannya lebih tersedia dan lebih banyak pilihan yg aman bencana.
10. Hati-hati dan sebaiknya tidak menyertakan atau mengaitkan kehidupan masyarakat tani hutan dalam kepolitikan praktis. Sumber daya hutan dan ekosistemnya sebagai inti lingkungan hidup harus dilestarikan sungguh-sungguh.
“Presiden Jokowi merupakan harapan terakhir yang mampu meredam kisruh KHDPK ini disertai tindakan-tindakan nyata mengembalikan kondisi ke keadaan semula serta pernyataan-pernyataanya yang sejuk untuk mengembalikan wibawa petugas Perhutani menjaga hutannya”, pungkas Transtoto yang juga Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008 itu. ***