Kendati Amerika Serikat telah memperpanjang fasilitas Generalized System of Preference (GSP), pemerintah Indonesia masih merasa kurang untuk menggenjot daya saing, terutama dengan sesama negara ASEAN. Untuk itu, Indonesia menawarkan kerja sama kesepakatan dagang terbatas (Limited Trade Deal/TDL), yang bisa memangkas bea masuk lebih besar lagi dan bersifat permanen.
Indonesia memperoleh kado di penghujung jabatan Presiden AS Donald Trump, yakni diperpanjangnya fasilitas Generalized System of Preference (GSP). Ini hadiah istimewa di saat negeri ini mengalami resesi. Pasalnya, sejumlah produk Indonesia yang dinilai kurang berdaya saing di pasar AS dibanding produk yang sama dari negara lain, akan memperoleh pengurangan bea masuk. Tahun 2019 lalu, ekspor nasional memanfaatkan fasilitas GSP sebesar 2,61 miliar dolar AS atau 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar 20,15 miliar dolar AS.
Namun, meski mendapat fasilitas GSP, tidak otomatis produk yang masuk daftar penerima fasilitas bisa memperoleh bea masuk 0% ke pasar AS. Mereka hanya memperoleh pengurangan tarif. Di sisi lain, negara pesaing Indonesia di kawasan ASEAN malah memperoleh pembebasan bea masuk karena memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS. Hal itu yang terjadi dengan Vietnam, Malaysia dan Filipina. “Ketiga negara itu menjadi pesaing utama kita, terutama produk furnitur, dalam menembus pasar Amerika Serikat,” ujar Ketua Bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, Jumat (6/11/2020).
Kondisi ini yang mendorong pemerintah mengusulkan perjanjian perdagangan terbatas atau LTD dengan pemerintah Washington, yang selain bisa menurunkan bea masuk secara permanen, juga menarik masuk investor AS. “Kepentingan dalam LTD ini kita buat sebagai kepentingan bersama,” tegas Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Muhammad Lutfi, pekan lalu.
Menurutnya, program LTD memberi kepastian lebih besar dibandingkan GSP. Dengan LTD, katanya, bea masuk 0% bisa diberlakukan secara permanen bagi Indonesia. Kini, Indonesia tengah menyusun road plan yang berfokus kepada skema 5+7+5. Maksudnya, lima produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik, dan furnitur), tujuh produk potensial (kayu, travel goods, produk kimia, perhiasan, mainan, rambut palsu dan produk kertas), dan lima produk strategis (mesin, plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis, serta kimia organik).
Produk-produk itu nantinya akan dibarter bea masuknya dengan produk-produk digital dari Amerika Serikat, sekaligus menarik investasi di sektor teknologi dan komunikasi dari investor AS. Harapannya, jika program LTD bisa diterapkan, maka volume perdagangan dua arah Indonesia dan AS diharapkan dapat meningkat dua kali lipat hingga 60 miliar dolar AS, atau sekitar Rp877 triliun pada 2024. Persoalannya tinggal satu: maukah Amerika? AI
Selengkapnya baca: