Kebun Harus Keluar dari Hutan Lindung

Ilustrasi pohon sawit

Mahkamah Agung (MA) membatalkan keputusan pemerintah “mengampuni” keberadaan kebun di kawasan hutan lindung dan konservasi selama satu daur tanaman. Buntutnya, ratusan ribu hektare kebun harus keluar dari kawasan hutan tersebut. Mampukah pemerintah?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mendapat kado pahit di awal tahun 2020. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan judicial review Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Perkumpulan Bantuan Hukum (PBH) Kalimantan, yang menuntut pembatalan Pasal 51 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. “Kabul permohonan HUM,” demikian amar putusan MA seperti dikutip dari website MA, Kamis (9/1/2020).

Pasal 51 ayat 2 PP 104/2015 ini disebut Manajer Kajian Kebijakan Walhi, Boy Even Sembiring, sebagai salah satu satu kebijakan pemerintah Jokowi yang paling buruk diawal pemerintahannya. Apalagi, saat PP itu diterbitkan, Indonesia sedang dilanda kebakaran hutan dan lahan hebat.

Sebetulnya, PP 104/2015 adalah upaya pemerintah membenahi tumpang-tindih perizinan kebun sawit di dalam kawasan hutan. Namun, dalam pasal 51 ayat 2, pemerintah mengampuni kebun yang ada di hutan lindung dan kawasan konservasi, dan mengizinkan selama satu daur tanaman pokok. Untuk kelapa sawit, berarti daur tanaman mencapai 30 tahun.

Terhadap putusan itu, KLHK menyatakan menghomati apa yang sudah divonis MA. “Kami tentu saja menghormati putusan MA,” kata Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono di Jakarta, Kamis (9/1/2020). Bahkan, dia mengaku putusan MA tersebut sejatinya menguatkan KLHK untuk mempertahankan kawasan hutan lindung dan konservasi sesuai fungsinya.

Yang jadi soal, konsekuensi pembatalan itu berarti KLHK harus menyapu bersih semua perkebunan dan aktivitas kebun yang ada di kawasan tersebut. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK tahun 2018 — yang diperoleh dari analisis citra satelit resolusi tinggi — ada ratusan ribu hektare kebun sawit di dalam kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi. Rinciannya, seluas 119.537 hektare (ha) di hutan konservasi dan 152.932 ha di hutan lindung atau total 272.469 ha.

Aktivis lingkungan Diah Suradiredja pun meminta pemerintah harus tegas dan mengeluarkan semua kebun yang ada di kawasan konservasi dan hutan lindung. “Untuk hutan konservasi dan hutan lindung tidak bisa ditawar-tawar. Kalau ada kebun, ya harus keluar,” tegasnya, Sabtu (11/1/2020). Nah, penegakan ini yang ditunggu. Mampukah pemerintah? AI