Keputusan pemerintah mencabut jutaan hektare izin usaha di sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan mendapat apresiasi, bahkan pujian dari banyak orang. Namun, di mata pengamat hukum dan akademisi, keputusan pencabutan ini malah dinilai salah alamat, dan bahkan bisa memicu masalah baru dan kerawananan sosial. Mengapa?
Presiden Joko Widodo mendapat sambutan positif ketika mengumumkan pencabutan 192 izin sektor kehutanan seluas 3,1 juta hektare (ha), memberangus 2.078 izin pertambangan dan mencabut 34.448 ha Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan. Tindakan tegas itu sebagai upaya pemerintah memperbaiki tata kelola sumberdaya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam.
“Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut,” tegas Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (6/1/2022).
Yang menarik, dasar pencabutan izin usaha itu dilakukan melalui keputusan SK.01/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, yang diteken Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Jadi, selain usaha sektor kehutanan, dia juga mencabut izin usaha pertambangan dan bahkan HGU perkebunan. Menteri Siti sendiri, dalam cuitannya di akun twitter @SitiNurbayaLHK, menyebut keputusan itu sebagai langkah besar yang dipimpin langsung Presiden Jokowi untuk masa depan Indonesia yang lebih maju.
Dan, seperti diduga, keputusan itu dikritik pengamat dan akademisi. Bahkan, praktisi dan pakar hukum kehutanan Dr Sadino menyebut SK.01/2022 tidak bisa diberlakukan untuk mencabut HGU perkebunan. Tindakan pemerintah mencabut pelepasan kawasan hutan pada lahan yang sudah berstatus HGU merupakan tindakan salah alamat. “SK pelepasan tersebut sudah mati secara hukum dan sudah menjadi HGU yang usianya dibatasi oleh waktu sesuai UU Pokok Agraria (PA) No. 5 tahun 1960,” jelas Sadino.
Jika pemerintah tetap ngotot, justru itu tidak mencerminkan adanya tata kelola pemerintahan yang baik. ”Ini bakal memperburuk citra pemerintahan saat ini,” tegas Sadino. Pasalnya, dengan terbitnya HGU, maka lahan yang ada bukan lagi kawasan hutan dan HGU dilindungi UU PA yang jadi kewenangan Kementerian ATR/BPN.
Peringatan juga diberikan Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Dodik R. Nurrochmat. Menurutnya, pencabutan konsesi kehutanan bisa menimbulkan masalah baru. “Mencabut konsesi kehutanan itu bukan berarti masalah selesai, malah bisa menimbulkan masalah baru,” kata Dodik, Rabu (12/1/2022). Tanpa ada pengelola, konsesi yang dicabut kini jadi open access, yang bisa memicu masalah baru, seperti pembalakan liar dan perambahan hutan.
Hal senada disampaikan Budi Mulyanto, guru besar ilmu tanah IPB University. Pencabutan HGU harus direspon hati-hati karena bisa memicu kerawanan sosial. Apalagi, untuk dapat HGU, pengusaha perkebunan harus melalui proses perizinan yang panjang. Dan yang paling penting, HGU adalah hak atas tanah (HAT), bukan izin. AI