Kementerian Pertanian (Kementan) mencoba melonggarkan aturan main impor sapi bakalan yang memberatkan pengusaha penggemukan sapi (feedloter). Jika sebelumnya impor 5 sapi bakalan wajib impor 1 sapi indukan, dalam aturan baru hasil revisi rasionya diubah menjadi 10:1. Namun, pelonggaran itu dinilai sama saja dan tidak menyelesaikan persoalan.
Peraturan Menteri Pertanian No. 2/Permentan/PK.440/2/2017 benar-benar memukul bisnis penggemukan sapi (feedloter). Bayangkan, aturan tentang impor atau pemasukan ternak ruminansia besar ke wilayah Indonesia ini mewajibkan setiap pengusaha penggemukan yang ingin mengimpor sapi bakalan harus menerapkan rasio perbandingan 5:1. Artinya, setiap impor 5 sapi bakalan, wajib impor 1 sapi indukan.
Tidak heran, sejak diberlakukan tahun 2017, realisasi impor sapi bakalan anjlok tinggal separuh. Selama 2017-2018, Kementan mencatat realisasi impor sapi bakalan 776.976 ekor. Padahal, persetujuan impor (PI) sapi bakalan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dalam dua tahun itu mencapai 1,7 juta ekor. Parahnya lagi, impor indukan selama kurun waktu itu hanya mencapai 21.145 ekor, atau jauh dari angka seharusnya sebesar 155.395 ekor.
“Kami mendesak Kementan untuk segera merevisi kebijakan itu. Jika tidak, maka banyak usaha penggemukan sapi yang mati,” tegas Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Desakan ini nampaknya didengar pemerintah. “Draft Permentan hasil revisi sudah selesai sebelum Pilpres (17 April 2019). Kini sedang dipelajari Biro Hukum, Kementan. Mudah-mudahan cepat ditandatangani Menteri (Pertanian),” ungkap Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan, I Ketut Diarminta di Bogor, Senin (22/4/2019).
Sayangnya, revisi ini tidak sesuai dengan harapan pengusaha. Pemerintah hanya akan mengubah volume perbandingan bakalan dengan indukan yang diimpor, dari 5:1 menjadi 10:1. Artinya, impor 10 bakalan wajib impor 1 indukan. Ketut sendiri mengaku tidak tahu persis angkanya dengan alasan tidak ikut dalam pembahasan. “Soal perubahan itu, tolong tanya Dirkeswan saja karena dia yang ikut membahas,” kata Ketut.
Gapuspindo sendiri sudah mengusulkan penggunaan sistem kapasitas kandang, bukan konsep 5:1. Hal itu didasarkan pada kajian ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad), di mana rasio pemasukan bakalan-indukan berbasis kapasitas kandang yang tersedia, yakni maksimal 3%.
Achmad, pengusaha feedlot PT Andini Karya Makmur dan PT Kadila Lestari Jaya, menganggap revisi itu hanya omong kosong dan tidak akan jalan jika sekadar mengubah besaran perbandingan. “Mau diubah berapapun perbandingannya, tidak akan jalan jika konsep feedloter dicampuraduk dengan breeding (pembiakkan). Jika dicampur begitu, yang mati penggemukannya atau breeding-nya atau malah kedua-duanya,” tegas Achmad, yang juga ketua bidang legal dan advokasi Gapuspindo, Jumat (26/4/2019). AI