Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo terus mendorong pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mengembangkan sektor pertanian Tanah Air. Apalagi, dana KUR pertanian untuk tahun ini telah ditambah dari semula Rp50 triliun menjadi Rp70 triliun.
“Kementerian Pertanian (Kementan) memfasilitasi program KUR pertanian dengan pagu alokasi anggaran sebesar kurang lebih Rp70 triliun pada 2021 ini,” ujar Mentan Syahrul.
Syahrul memperkanalkan KUR ini ketika menyapa pengurus Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI), secara daring, pekan lalu. Bersama FKPPI, Kementan akan melakukan sejumlah pelatihan dalam rangka melahirkan petani baru di Indonesia.
Menurut dia, anggaran yang besar tersebut dapat digunakan masyarakat yang memiliki kemauan dan semangat tinggi untuk berkarya di dunia usaha tani.
Mentan mengatakan, pihaknya tidak lagi menggunakan pendekatan dengan pola bantuan bagi masyarakat. “Kita mau melatih petani menggunakan sisi intelektualnya. Kerja dan berpikir keras untuk kemajuan pertanian Indonesia, seperti pemanfaatan skema program KUR,” tegasnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menjelaskan, pemanfaatan KUR dapat dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan pertanian. “Dari musim tanam, kemudian panen, pascapanen, bahkan hingga packaging,” jelasnya.
Menurut Ali Jamil, KUR akan berguna untuk meningkatkan nilai jual produk-produk pertanian. “Kita mengupayakan agar petani tidak langsung menjual hasil panennya. Tetapi diolah lagi dan dikemas agar nilai jualnya tinggi. KUR bisa mendukung hal tersebut,” katanya.
Petani, lanjut Ali Jamil, tidak perlu mengkhawatirkan masalah pengembalian dana KUR. Sebab, KUR bisa dicicil atau bisa dibayarkan saat panen, sehingga petani bisa beraktivitas dengan tenang. “Kita harapkan KUR bisa membantu petani meningkatkan pendapatan,” tuturnya.
Pada masa mendatang, Ali menginginkan para petani tidak hanya menjual gabah saja, tetapi juga mampu menjual beras. Untuk itu, penggilingan beras di desa-desa harus ditumbuhkan.
Dia menjelaskan, tujuan dari KUR pertanian adalah meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
“Saat ini, serapan KUR tertinggi yang terjadi pada sektor tanaman pangan mencapai Rp16,2 triliun atau 29,14% dengan 719.336 debitur,” katanya.
Sementara itu, lanjut dia, serapan KUR untuk perkebunan mencapai Rp18 triliun, kemudian hortikultura Rp7 triliun, peternakan Rp10,6 triliun, jasa pertanian Rp779 miliar, dan kombinasi pertanian sebesar Rp3,1 triliun.
“Penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu. Kami akan mendorong juga pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian,” kata Ali.
Menurutnya, selama ini para petani menganggap sektor hulu lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. “Padahal, KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat,” ujarnya.
Selain mendorong serapan KUR pertanian, Dirjen PSP Kementan ini ingin mendorong pula penerapan teknologi pertanian bagi petani di daerah, salah satunya dengan mendistribusikan alat mesin pertanian (Alsintan). “Penggunaan Alsintan sebagai penanda bahwa sistem pertanian kita sudah bergerak maju ke arah pertanian yang maju, mandiri, dan modern,” tuturnya.
Bantu Permodalan Petani
Direktur Pembiayaan Ditjen PSP Kementan Indah Megahwati pun mendukung pemanfaatan KUR.
Dengan adanya KUR, petani tidak perlu mengkhawatirkan permodalan. Sebab, KUR membantu memenuhi permodalan petani.
“Petani juga tidak perlu khawatir untuk mengembalikannya, karena KUR bisa dikembalikan dengan cara dicicil atau saat panen,” tutur Indah.
Indah optimistis, melalui pemanfaatan KUR secara optimal, aktivitas petani akan berjalan dengan maksimal, yang akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan petani.
Data Agro Indonesia mencatat, realisasi penyaluran KUR Pertanian hingga 28 Mei 2021 sudah mencapai Rp28,9 triliun. Tingginya angka realisasi ini membuktikan bahwa petani benar-benar memanfaatkan kredit dengan suku bunga rendah tersebut.
Sementara data dari SMI Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan mencatat, realisasi KUR Pertanian sudah mencapai Rp28.952.373.686.594 dengan jumlah debitur 916.803 orang. Untuk tahun 2021, target KUR Pertanian sebesar Rp70 triliun.
Mentan Syahrul menegaskan, KUR sangat membantu petani. “KUR membantu petani mengatasi masalah permodalan. Berbagai subsektor pertanian bisa memanfaatkan KUR, bahkan untuk pascapanen dan packaging,” katanya.
Tahun ini Kementan mengalokasikan dana KUR sebesar Rp70 triliun pada 2021. Jumlah tersebut meningkat dibanding pada 2020 yang hanya senilai Rp50 triliun.
Kenaikan alokasi dana tersebut dilakukan Kementan guna mendorong petani agar tidak ragu mengakses KUR guna permodalan usaha tani. “Saya berharap, penyerapan KUR dapat mendukung aktivitas pertanian para petani di seluruh Indonesia,” katanya.
“Petani boleh mengambil KUR, sepanjang itu dipakai modal kerja, jangan ragu-ragu. Alokasi dana tersebut menyasar para pelaku usaha di bidang pertanian, baik pelaku usaha kelompok maupun perorangan,” ujarnya.
Sementara itu, tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) KUR sektor pertanian juga menunjukkan angka cukup rendah, yakni hanya 0,6% dari total nilai pinjaman KUR.
Data Kementan menunjukkan, dari total alokasi KUR pertanian pada 2020 sebanyak Rp50 triliun, realisasinya mencapai Rp55,9 triliun atau melampaui target.
Serapan KUR tertinggi terjadi di sektor perkebunan sebesar Rp18 triliun. Disusul kemudian oleh tanaman pangan (Rp16,2 triliun), hortikultura (Rp7 triliun), peternakan (Rp10,6 triliun), jasa pertanian (Rp779 miliar), dan kombinasi pertanian (Rp3,1 triliun).
Realisasi serapan KUR pada 2020 tersebar di sejumlah provinsi. “Tertinggi serapannya adalah Jawa Timur (Jatim) sebesar Rp12,2 triliun. Disusul Jawa Tengah (Jateng) Rp8,8 triliun, Sulawesi Selatan (Sulsel) Rp4,2 triliun, Jawa Barat (Jabar) Rp3,5 triliun, dan Lampung Rp3 triliun,” katanya. PSP
Antisipasi Kemarau, Petani Sukabumi Diimbau Ikut Asuransi
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Ali Jamil mengimbau petani di Kota Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) untuk mengikuti untuk program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) atau asuransi pertanian.
Adapun tujuan program AUTP, kata dia, sebagai upaya mencegah kerugian petani ketika terjadi gagal panen.
“Dengan mengikuti asuransi, petani akan mendapat pertanggungan sebesar Rp6 juta/hektare (ha)/musim. Dengan begitu petani tetap memiliki modal untuk memulai kembali budidaya pertanian mereka,” katanya.
Untuk diketahui, memasuki awal musim kemarau, Kota Sukabumi mulai waspada terhadap potensi dampak kekeringan.
Salah satu penanganannya dengan melakukan pemetaan wilayah yang berpotensi rentan pada kekeringan.
Total lahan di Sukabumi yang berpotensi akibat kekeringan pada musim kemarau diperkirakan seluas 996,60 ha.
Ali meminta agar para petani tidak perlu khawatir dalam hal permodalan untuk memulai kembali musim tanam. Begitu pula dengan produktivitas.
Sebab, kata dia, AUTP turut menjaga petani agar dapat terus berproduksi. Dengan begitu, dapat menjaga tingkat kesejahteraan mereka.
“Program asuransi ini sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional, yakni menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor,” ujar Ali.
AUTP memang diperuntukan melindungi petani agar tidak mengalami kerugian ketika terjadi gagal panen.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, AUTP dirancang sebagai bentuk proteksi kepada petani ketika terjadi perubahan iklim atau serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Dengan AUTP, sebut dia, petani akan terhindar dari kerugian ketika mengalami gagal panen.
“Pertanian itu sektor yang rentan terhadap perubahan iklim dan serangan OPT. Namun, pertanian tak boleh terganggu dengan hal itu. Maka, AUTP merupakan program proteksi untuk petani,” katanya. PSP