Pemerintah Imbau Pelaku Usaha Agribisnis Gunakan KUR

* Karena Anggaran Terbatas

Foto: Antara

Kredit Usaha Tani (KUR) menjadi andalan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membantu permodalan pelaku usaha yang bergerak di bidang pertanian.  Sejak diluncurkan beberapa tahun lalu, kredit berbunga rendah tersebut kini mampu mengakselerasi pembangunan pertanian.

Koordinator Kredit Program dan Fasilitas Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Siswoyo mengatakan, karena anggaran pertanian kian menurun, pemerintah mendorong fasilitas pembiayaan melalui KUR.

Data penyaluran KUR sejak 2018-2022 mencatat, pada tahun 2018 APBN Kementan menargetkan penyaluran sebesar Rp23,9 triliun, namun realisasi KUR lebih besar, yakni sebanyak Rp29,8 triliun.

Tahun 2019 (APBN Rp21,8 triliun, KUR Rp36,17 triliun), tahun 2020 (APBN Rp15,89 triliun, KUR Rp55,3 triliun), tahun 2021 (APBN Rp16,3 triliun, KUR Rp85,6 triliun) dan tahun 2022 (APBN Rp14,45 triliun, KUR Rp113,4 triliun).

”Serapan KUR sektor pertanian 2022 mencapai 2,7 juta debitur dan realisasi kredit Rp113,4 triliun atau 126,04% dari target Rp90 triliun. Provinsi dengan penyaluran KUR tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur sebesar Rp23,6 triliun dari target Rp10,25 triliun. Bahkan NPL KUR hanya 0,82%,” kata Siswoyo.

Realisasai KUR terbesar dari subsektor perkebunan dari target sebanyak Rp30,08 triliun, realisasinya Rp38,47 triliun. Kemudian tanaman pangan (target Rp26,47 triliun, realisasi Rp31,74 triliun), hortikultura (target Rp12,09 triliun, realisasi Rp13,13 triliun) dan peternakan (target Rp21,36 triliun, realisasi Rp19,22 triliun).

Untuk tahun 2023, Siswoyo mengatakan pemerintah telah menetapkan target KUR tahun ini sebanyak Rp100 triliun. Perinciannya, KUR tanaman pangan sebanyak Rp28 triliun, hortikultura Rp15 triliun, perkebunan Rp33 triliun dan peternakan Rp24 triliun.

Regulasi Baru KUR 2023

Sejak diluncurkan KUR, beberapa kali terjadi perubahan kebijakan pemerintah. Pada tahun ini, Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian kembali menelurkan beleid baru.

Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian, Ismariny mengatakan, pada tahun 2023 ini telah terbit tiga peraturan yang mengatur terkait kredit usaha rakyat.

Pertama, Permenko Perekonomian No. 1 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Perbedaan antara regulasi KUR tahun 2022 dengan 2023 adalah plafon kredit naik dan ada penurunan suku bunga KUR Super mikro dari 6% menjadi 3%.

Selain itu, ada pembatasan maksimum akses KUR mikro. “Kalau kita bandingkan dengan Permenko No. 1 Tahun 2002, perubahannya adalah sektor non-produksi dan sektor produksi pertanian,” ujarnya.

Jika sebelumnya KUR mikro untuk perkebunan, peternakan dan perikanan maksimal hanya dapat mengakses dua kali, maka tahun 2023 akses KUR mikro bisa sampai empat kali. Selain itu, suku bunga margin KUR mikro dan KUR kecil naik berjenjang dari 6% hingga 9%. “Penerima KUR kecil dan KUR khusus dengan plafon di atas Rp100 juta juga wajib untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

Kedua, Permenko Perekonomian No. 2 Tahun 2023 tentang Perlakukan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Dengan kebijakan ini, suku bunga KUR kembali ke 6% karena tambahan subsidi bunga/marjin KUR sebesar 3% tidak dilanjutkan.

Selain itu, ungkap Ismariny, target penyaluran KUR sektor produksi kemabli sebesar 60% dan total akumulasi plafon KUR Kecil menjadi maksimal Rp500 juta. Pemerintah juga memperpanjang kebijakan restrukturisasi KUR sampai Maret 2024.

“Kalau kita lihat dan memperhatikan kebijakan pemerintah, kini sudah beralih bagaimana kita menuju new normal,” kata Ismariny. Menurutnya, kebijakan baru tersebut sudah ada sejumlah penyesuaian dalam penyaluran KUR 2023.

Khususnya untuk menjawab kebutuhan permodalan serta menyesuaikan kondisi pandemi yang mulai mereda. “Jadi, kalau kita lihat plafon KUR tahun 2023 naik menjadi Rp450 triliun atau disesuaikan dengan kecukupan anggaran subsidi KUR dalam APBN 2023,” katanya.

Selain itu, ungkapnya, ada penambahan target dari debitur baru dan target debitur graduasi penyaluran KUR. Suku Bunga/marjin KUR skema Super Mikro dengan plafon maksimal Rp10 juta ditetapkan sebesar 3%, sedangkan untuk skema KUR Mikro dan KUR Kecil tetap sebesar 6% untuk debitur KUR baru, dan meningkat berjenjang sebesar 7%, 8%, dan 9% untuk debitur KUR berulang.

Kebijakan ketiga adalah keluarnya Permenko Perekonomian No. 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian atau Kredit Alsintan.

Skema baru ini hanya untuk pembiayaan Alsintan yang diusahakan sebagai Taksi Alsintan. Untuk kredit Alsintan, pemerintah menetapkan suku bunga sebesar 3% dengan down payment (uang muka) maksimal 10%, tanpa agunan tambahan dan plafonnya dari Rp500 juta hingga Rp2 miliar.

“Jadi, tidak diperlukan agunan tambahan, agunan cukup Alsintan yang dibiayai. Pemerintah hanya mewajibkan Rencana Mitigasi Risiko terhadap agunan pokok dengan pemasangan GPS dan hour meter pada Alsintan. Ini sangat menarik untuk teman-teman yang bergerak dibidang pertanian.,” tuturnya. YR

 RMU Didorong Manfaatkan Fasilitas KUR

Pemerintah terus mendorong pelaku usaha pertanian, seperti penggilingan padi (Rice Milling Unit) atau agribisnis lainnya untuk  memanfaatkan fasilitas Kredit Usata Rakyat (KUR).

Penyediaan kredit dengan bunga rendah ini untuk menembuh kembangkan usaha menengah dan usaha kecil masyarakat terutama yang bergerak di bidang petanian.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Ali Jamin menyebutkan, KUR sangat fleksibel dan bisa digunakan untuk berbagai kegiatan usaha. “Jika di sektor pertanian, pihak kami bisa mendamping petani untuk akses ke perbankan,” katanya.

Pihak Kementan juga mendorong industri penggilingan padi atau beras untuk memanfaatkan fasilitas KUR. Data Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mencatat, jumlah penggilingan mencapai 161.401 unit.

Sebagian besar atau hampir 95,06% merupakan Penggilingan Padi Kecil (PPK) dengan kapasitas kurang dari 1.500 kg/jam gabah yang konfigurasi mesin dan cara kerja kurang memadai.

Artinya, penggilingan padi kecil masih belum optimal. Diperkirakan PPK tersebut hanya bekerja di baswah 50% dari kapasitas. Bukan hanya itu, rendemen juga masih rendah, yaitu rata-rata 62,28%. Padahal, minimalnya bisa mencapai 67%.

”Penggilingan padi kecil selama ini penyedia jasa penggilingan padi untuk masyaraka,” kata Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso.

Sementara jumlah penggilingan padi besar mencapai 1.056 unit dengan kapasitas terpasang penggilingan padi besar (PPB) lebih dari 3 ton/jam gabah. Adapun penggilingan padi menengah (PPM) jumlahnya sebanyak 7.332 unit (4,33%) dengan kapasitas antara 1,5-3 ton/jam gabah.

Dengan kondisi penggilingan padi, khususnya skala kecil, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi pun mengatakan bahwa pemerintah mendorong modernisasi. Untuk itu, diperlukan dukungan pembiayaan yang memadai. “Pemerintah menyediakan fasilitas pembiayaan dengan bunga rendah melalui dana KUR bagi usaha penggilingan padi,” katanya.

Pembiayaan KUR, ungkap Suwandi, dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk operasional modal kerja, tetapi juga untuk investasi revitalisasi alat yang modern. Dengan begitu, diharapkan kelompok penggilingan padi dapat merevitalisasi dan melengkapi peralatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas beras, mengolah beras medium menjadi premium, serta memperluas target pasar.

Data Ditjen Tanaman Pangan, realisasi penyerapan KUR penggilingan padi pada tahun 2021 naik 2,96 persen dibanding tahun 2020. Namun sebagian besar penggilingan padi masih mengakses KUR Mikro dengan plafon maksimal Rp50 juta per debitur. Dengan perbaikan RMU (Rice Milling Unit), produksi beras yang rusak akan ditekan dan mengurangi harga jatuh saat musim hujan.

Program Kementan adalah pemberbaiki RMU kecil yang mencapai 160.000 unit untuk di-upgrade. “Kalau penggilingan menengah yang jumlahnya sekitar 7.000 unit sudah canggih. Apalagi yang 1.000 unit penggilingan besar. Jadi, sekarang ini bagaimana penggilingan kecil naik kelas, sehingga apa yang dihasilkan beras itu tidak hanya medium, tapi juga premium,” tuturnya.

Dengan revitalisasi RMU kecil, Suwandi berharap produk atau gabah yang digiling menjadi lebih efisien, beras yang dihasilkan kelasnya menjadi bagus, kemudian sistem tata kelola manajemen semua penggilingan menjadi lancar. “Kalau kita ke luar negeri, RMU-nya sudah canggih. Kita harus upgrade dan kejar jangan sampai ketinggalan, sehingga losses-nya bisa ditekan,” katanya. SW