Kementan Kirim Obat-obatan dan APD ke Wilayah Terjangkit PMK

Dalam upaya melakukan pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat mengirimkan logistik kesehatan berupa vitamin, antibiotik, antipiretik, desinfektan dan alat pelindung diri (APD) ke beberapa wilayah yang diduga terjangkit PMK.

“Mulai tanggal 7-12 Mei 2022 lalu, kami sudah melakukan pengiriman logistik tahap pertama ke beberapa provinsi,“ kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Rabu (18/5/2022).

Nasrullah menyebutkan, pada 16 Mei 2022, Kementan kembali melakukan pengiriman logistik tahap ke-2 untuk wilayah yang diduga terjangkit PMK, termasuk Jawa Timur dan Aceh.

Menurutnya, keseluruhan obat-obatan yang dikirimkan tersebut nilainya sebesar Rp534,29 juta dan pengiriman tahap ke-3 dilakukan tanggal 18 Mei 2022.

“Begitu ada wabah penyakit PMK, kami bersama-sama dengan Pemerintah Daerah terus melakukan koordinasi, sehingga mengetahui kebutuhan apa yang diperlukan untuk dapat mengendalikan penyebaran wabah PMK,” ujar Nasrullah.

Dirjen menyampaikan, pengendalian penyebaran PMK menjadi mutlak yang harus dilakukan. Hewan yang terinfeksi telah diberikan obat, penyuntikan vitamin, pemberian antibiotik, dan penguatan imun.

“Alhamdulillah pemberian dalam bentuk vitamin, antibiotik, antipiretik, desinfektan dan APD untuk petugas hasilnya jauh lebih baik,” terangnya.

Dia memberikan contoh. Hewan yang awalnya meler mulai segar dan yang tadinya tidak bisa berdiri kini sudah berangsur normal. Pemberian desinfektan juga sudah disarankan untuk kandang dan area pemeliharaan.

“Dengan pemberian obat-obatan, diharapkan dapat mencegah meluasnya wabah PMK,” tambahnya. Pemerintah juga berencana akan mengirimkan bantuan logistik obat-obatan, vitamin dan APD ke provinsi sentra ternak yang masih bebas PMK, seperti Sulawesi Selatan, NTT dan Bali.

Nasrullah mengungkapkan, Kementan saat ini telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp48 miliar untuk pencegahan dan pengendalian PMK, terutama pengadaan vaksin nasional. “Pembiayaan pengendalian dan pencegahan PMK ini selain dari APBN, juga ada sinergi dengan APBD dan sumber pembiayaan lainnya,” ungkap Nasrullah.

Munculnya virus PMK ini tentunya menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak. Hal ini wajar karena sudah lebih dari 20 tahun Indonesia terakhir kali menangani PMK. Meskipun demikian, Indonesia telah mempunyai pengalaman dalam menangani kasus penyakit hewan ini.

Secara terpisah, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam beberapa kesempatan menjelaskan bahwa pemerintah sudah menyiapkan tiga agenda untuk mengatasi wabah PMK ini.

“Agenda pertama adalah agenda SOS, agenda darurat termasuk melakukan lockdown wilayah atau kandang,” jelasnya.

Beberapa langkah darurat yang sudah dilakukan pemerintah adalah penetapan wabah oleh Menteri Pertanian berdasarkan surat dari Gubernur dan rekomendasi dari otoritas veteriner nasional.

Selain itu melakukan pendataan harian jumlah populasi yang positif PMK, penetapan lockdown zona wabah tingkat desa/kecamatan di setiap wilayah dengan radius 3-10 km dari wilayah terdampak wabah, serta melakukan pembatasan dan pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, pasar hewan dan rumah potong hewan.

“Agenda kedua adalah agenda temporary, seperti melakukan edukasi kepada peternak terkait SOP pengendalian dan pencegahan PMK, pembentukan gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten, serta melakukan pengawasan ketat masuknya ternak hidup di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga yang belum bebas PMK,” lanjut Syahrul.

“Agenda ketiga adalah agenda recovery, vaksinasi massal dan surveilans secara rutin, dan saat ini melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT), Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Kementan, kita kebut untuk pembuatan vaksinnya,” ucapnya.

Strategi Penanganan PMK

Mentan mengaku optimis penanganan PMK dapat dikendalikan secara cepat. Dia mengatakan, penyakit tersebut bisa disembuhkan melalui tiga strategi berikut ini.

Pertama, Kementan mengajak untuk menerapkan strategi intelektual sebagai langkah percepatan. Kedua, menerapkan strategi manajemen sebagai langkah penguatan dan ketiga adalah strategi perilaku sebagai langkah bersama dalam menghilangkan PMK.

“Jadi, sebenarnya PMK ini dapat disembuhkan dan tidak menular ke manusia, tetapi kita harus waspada dan terus bekerja. Yang terpenting tidak boleh membangun kepanikan karena itu sangat berbahaya,” ujarnya.

Syahrul mengatakan, berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran selama ini, penyakit PMK masuk dalam kategori penyakit hewan yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Sebab, kata dia, seluruh bagian daging pada hewan yang positif PMK dapat dimakan melalui prosedur yang telah ditetapkan.

Mentan menegaskan, PMK dapat disembuhkan dan tidak berbahaya dikonsumsi manusia. Jajaran Kementan bersama 16 daerah yang terkontaminasi PMK menyatakan siap menghadapi Idul Qurban dan meski ada PMK, pasokan sapi yang ada juga tidak masalah.

Kementan telah membangun posko pengaduan dan crisis center PMK. Masyarakat yang memiliki hewan dengan gejala PMK dapat menghubungi nomor 081286345622. Posko darurat tanggap darurat ini dikelola langsung Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan.

“Oleh karena itu, jajaran Kementan siaga 1 dan lintas sektor di bawah jajaran Dirjen terus bekerja. Alhamdulillah sekarang tren penyebarannya sudah menurun,” ujarnya. HMS