Hanya kurang dari sebulan sejak masuknya Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapat “kado istimewa”. Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri KP Susi Pudjiastuti mengevaluasi semua peraturan perundangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan serta ekspor. Sayangnya, KKP dinilai tidak responsif dan terkesan tak mau ada intervensi.
Inpres Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional yang diteken Presiden Jokowi pada tanggal 22 Agustus 2016 benar-benar menjawab keresahan seluruh stakeholder kelautan dan perikanan, terutama perikanan tangkap. Maklum, Presiden memerintahkan Menteri KP Susi Pudjiastuti untuk mengevaluasi seluruh peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, selain budidaya, pengolahan dan ekspor hasil perikanan.
Menghambat? Begitulah. Selama hampir dua tahun berkuasa di Gedung Minabahari yang terletak di Medan Merdeka Timur ini, Susi ternyata membuat sejumlah aturan yang memicu gelombang protes dan unjuk rasa ribuan nelayan di semua sentra produksi perikanan. Mau tahu apa saja beleid Susi yang dikenal tegas dan berani menenggelamkan kapal para pencuri ikan ini?
“Pertama, PermenKP 56/2014 tentang moratorium perizinan usaha perikanan tangkap di WPP RI. Lalu, PermenKP 57/2014 tentang larangan transshipment, PermenKP 1/2015 tentang penangkapan lobster, udang dan rajungan. Juga PermenKP 2/2015, yang melarang penggunaan pukat hela dan pukat tarik serta PermenKP 15/2016 tentang kapal pengangkut ikan hidup,” ujar Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Ono Surono, Jumat (9/9/2016).
Semua aturan itu dinilai Ono, yang juga anggota Komisi IV DPR (F-PDIP), cenderung mematikan ekonomi masyarakat. Pasalnya, KKP membuat kebijakan sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan atau dunia usaha. “Saat ini yang terjadi adalah banyak pabrik pengolahan tutup. Terjadi PHK di mana-mana. Jadi, sudah sangat jelas bahwa dalam dua tahun terakhir ini bukan kesejahteraan yang dihasilkan, melainkan kesengsaraan,” cetus Ono.
Kamar dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun sependapat. Menurutnya, pengelolaan kelautan dan perikanan kuncinya di pengawasan serta menjaga usaha perikanan yang berkelanjutan. “Jadi, ini yang ditata, bukan dilarang-larang,” ujar Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan, Kadin Indonesia, Yugi Prayanto.
Sayangnya, meski Inpres 7/2016 sudah diteken, MPN dan Kadin menilai KPP belum bertindak optimal. Bahkan, Ono menilai tak ada tanda-tanda KKP akan mengevaluasi atau merevisi aturan yang dinilai menghambat. Lho? “Mungkin Menteri Susi berpikir apa yang dilakukannya sudah benar 100%. Kan Menteri Susi bilang tidak bisa diintervensi oleh siapapun, termasuk oleh Presiden,” sindir Ono. Wah. AI