
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah meneken Surat Keputusan tentang Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan Untuk Penyediaan Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Luasnya mencapai 4,8 juta hektare. Keputusan dengan No SK.180/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 itu diteken 5 April 2017.
Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yuyu Rahayu menjelaskan, kawasan hutan yang dialokasikan untuk TORA memang sedikit lebih luas dari target yang ada pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang seluas 4,1 juta hektare. “Karena di lapangan akan ada verifikasi lagi. Jadi untuk memastikan lahan dalam TORA tetap minimal 4,1 juta, maka kami alokasikan sedikit lebih luas,” katanya di Jakarta, Senin (17/4/2017).
Rincian kawasan hutan yang disiapkan untuk reforma agraria adalah alokasi 20% untuk kebun masyarakat seluas 437.937 hektare dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, program pencetakan sawah baru (65.363 hektare), pemukiman transmigrasi (514.909 hektare), dan pemukiman, fasilitas umum dan sosial (439.116 hektare).
Selain itu lahan berupa lahan garapan sawah dan tambak rakyat (379.227 hektare), pertanian lahan kering yang menjadi sumber pendapatan masyarakat setempat (847.038 hektare), dan yang paling luas adalah dari Hutan produksi yang dapat Dikonversi (HPK) tidak produktif (2,1 juta hektare).
Alokasi lahan pada peta indikatif ini menjadi acuan untuk reforma agraria di kawasan hutan. Nantinya peta indikatif ini akan direvisi setiap enam bulan sekali.
Yuyu menjelaskan, proses penyelesaian alokasi lahan untuk reforma agraria tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan. “Namun untuk rakyat, tata caranya akan dipermudah dan dipercepat,” katanya.
Yuyu menyatakan, selain melalui reforma agraria, Kementerian LHK juga menjalankan program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare, untuk memperluas akses rakyat terhadap hutan.
Sugiharto