Klinik PHT Dukung Pertanian Ramah Lingkungan

Kebutuhan masyarakat akan produk hortikultura yang bebas residu pestisida atau sehat dan aman untuk dikonsumsi terus meningkat. Untuk itu produk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan harus aman dan sehat.

Dirjen Hortikultura, Kementan Prihasto Setyanto menyatakan, pihaknya mendukung produksi sayuran, buah dan tanaman obat yang dibudidayakan secara sehat dan ramah lingkungan.

“Untuk pasar lokal, tentunya kami sudah mengupayakan produk yang berkualitas dan aman konsumsi dengan harga yang terjangkau bagi konsumen,” katanya melalui  keterangan tertulis, di Jakarta Selasa (07/07/2020).

Dia mengatakan, untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dalam sistem budidaya hortikultura merupakan yang tepat untuk dikembangkan.

Dalam pertanian ramah lingkungan pengelolaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dikendalikan  dengan cara alami.

“Begitu pun dengan pupuk yang dapat disiapkan sendiri sehingaa lebih murah dan terjangkau, sekaligus sehat bagi ekosistem pertanian,” tegasnya.

Anton-sapaan Dirjen memaparkan, pengelolaan OPT dapat dilakukan secara preemtif sejak mulai persiapan lahan. Yakni dengan menambahkan pupuk organik dan mikroba yang bermanfaat sebagai dekomposer maupun yang sifatnya sebagai antagonis untuk mengendalikan hama penyakit.

“Dalam penerapan pertanian ramah lingkungan, tentu saja perlu dukungan sarana budidaya yang ramah lingkungan khususnya dalam hal pengendalian OPT. Agens Pengendalian Hayati (APH) merupakan alternatif pengganti  pestisida sintetis,” katanya.

PHT Dorong Petani Budidaya Organik

Klinik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai salah satu kelembagaan petani di tingkat kecamatan berfungsi memproduksi APH di tingkat petani. Di samping itu, Klinik PHT juga berfungsi sebagai forum pertemuan dan diskusi bagi petani.

“Tujuannya adalah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait dengan proses budidaya tanaman di lahan mereka,” ujar Ketua Klinik PHT “Baji Ati”, Ilyas.

Klinik PHT, yang berlokasi di Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto berkomitmen dan eksis memproduksi APH.

“Kami memproduksi beberapa jenis APH. Trichodema murni, Trichokompos, Pseudomonas fluorescens, Plant Grow-Promoting Rhizobacteria_ (PGPR), pestisida nabati,” jelasnya.

“Selain itu, kami juga memproduksi beberapa jenis pupuk organik antara lain pupuk organik cair yang dibuat dengan pemanfaatan limbah ternak, ” lanjut Ilyas. 

Produk APH dari kliniknya sudah banyak diterapkan oleh petani sebagai pengganti pestisida sintetis. Secara ekonomi relatif lebih murah,  serta ramah lingkungan, dan produk aman konsumsi serta relatif lebih tahan lama dalam penyimpanan.

Untuk kemajuan dan keberlanjutan Klinik PHT tersebut, Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD BPTPH) Provinsi Sulawesi Selatan juga mengambil peran melalui pendampingan dan pembinaan teknis.

“Kami sangat mendukung keberadaan Klinik PHT dalam penerapan pertanian ramah lingkungan, dengan fasilitasi sarana serta melakukan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan klinik PHT maupun pengelolaan APH, khususnya penyediaan stater dan pengawasan terhadap mutu APH yang diproduksinya.” kata Uvan Nurwahidah, Kepala UPTD BPTPH Prov. Sulawesi Selatan.

Ilyas menambahkan bahwa kliniknya melakukan sosialisasi APH dan pupuk organik yang dihasilkannya dengan menerapkan di kebunnya maupun di kelompoknya sebagai contoh bagi petani lainnya.  “Bahkan di lahan kami juga terapkan sistem pertanian organik untuk tanaman sayuran,” ujarnya. Jamalzen